Kirana harus menerima kenyataan bahwa calon suaminya meninggalkannya dua minggu sebelum pernikahan dan memilih menikah dengan adik tirinya.
Kalut dengan semua rencana pernikahan yang telah rampung, Kirana nekat menjadikan, Samudera, pembalap jalanan yang ternyata mahasiswanya sebagai suami pengganti.
Pernikahan dilakukan dengan syarat tak ada kontak fisik dan berpisah setelah enam bulan pernikahan. Bagaimana jadinya jika pada akhirnya mereka memiliki perasaan, apakah akan tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tiga
Semua tamu undangan yang ingin menyaksikan pernikahan Samudera dan Kirana telah menaiki bus yang disediakan. Vania, Samudera dan Kirana berjalan beriringan. Di depan mereka Papi Dipta dan Papa Kirana telah masuk ke mobil.
“Sam, Kirana, kalian ikut Mami,” ujar Vania sambil memberi isyarat halus.
Samudera sedikit menggerutu dengan pelan.
“Kenapa harus mobil Mami sih? Aku ada mobil sendiri.”
Vania menaikkan satu alis. “Di mana? Tadi kamu datang naik motor. Mau bawa pengantin pakai itu?”
Sam langsung tutup mulut. Dia baru ingat tadi memang ke sini dengan motor agar tak terlambat. Kirana menahan tawa, tapi ekspresi wajah Samudera tampak sedikit tegang.
Sam membuka pintu untuk Kirana, lalu ikut masuk. Begitu pintu tertutup, aroma interior mobil mewah menyergap lembut. Aroma khas kulit premium yang bercampur wangi parfum mahal.
Mobil itu bergerak perlahan. Baru lima detik perjalanan, Sam sudah bersuara.
“Mami.”
Vania sedang membaca sesuatu di tablet, tapi tetap menjawab tanpa menurunkan layar.
“Hm?”
“Mami jangan macam-macam ya.”
Kirana yang duduk di samping Sam menoleh cepat. "Apa-apaan ini? Kenapa dia ngomong begitu?" tanya gadis itu dalam hatinya.
Sam melanjutkan, nada suaranya serius tapi seperti anak kecil yang takut dikerjai. “Apa Mami mau membatalkan pernikahan aku sama Kirana?”
Kirana membeku seketika. “Sam …,” bisiknya pelan, jantungnya langsung berpacu lebih cepat.
Vania akhirnya menurunkan tabletnya dan menatap anaknya itu seolah Sam baru saja bertanya apakah bumi itu bulat atau pipih. “Astaga, Sam. Kalau Mami mau merusak pernikahan kamu, Mami nggak bakal repot-repot bawa semua tamu ke hotel.”
“Tapi ....”
“Kalau Mami mau membatalkan,” potong Vania, “cukup Mami bilang ke MC: ‘Acara bubar.’ Selesai. Apa kamu masih meragukan kemampuan Mami-mu ini."
Sam terdiam. Kirana menganga kecil. Sopir berdeham ingin tertawa tapi menahan diri.
Samudera bersandar sambil manyun. “Ya … siapa tahu Mami punya rencana terselubung.”
Vania menatapnya tajam. “Rencana terselubung apa?" Mami menyilangkan tangan. " Mami tidak punya niat membatalkan apa pun. Mami justru senang kamu menikah."
“Aku masih ragu. Kenapa Mami mau repot-repot gini?” Sam menatapnya curiga. “Mami tiba-tiba muncul, membawa tamu, siapin gedung, siapin dekorasi, siapin makanan. Mami mau apa?”
“Sam,” desah Vania sambil menatap ke depan, “Mami cuma mau memastikan kamu menikah dengan baik. Itu saja.”
Sam mengkerut. “Biasanya Mami nggak peduli.”
“Mami selalu peduli.”
"Mi, kalau mau ngerjain aku jangan libatkan Kirana!"
"Kamu tak percaya sama Mami? Kirana, jangan dengarkan Samudera. Mami tak ada niat apa pun. Masa anak Mami satu-satunya menikah, tak Mami rayakan," ucap Mami Vania.
"Tante, maaf. Aku juga sangat terkejut dengan kehadiran Tante. Sebenarnya aku dan Samudera itu menikah karena ...."
"Sudahlah, Mami tak peduli. Mami tak mau nanti kalian menyesal karena tak mempersiapkan pernikahan ini dengan matang. Pernikahan itu sekali seumur hidup."
Mami lalu kembali memainkan tabletnya dan tak peduli pagi akan kehadiran Samudera dan Kirana. Kedua calon pengantin itu hanya bisa mengangkat bahu tanda tak paham.
Perjalanan berlangsung dalam keheningan Hanya suara klakson dari luar yang terdengar. Kirana duduk tegak, sesekali mencuri pandang ke Samudera yang terlihat gelisah. Sementara Vania tampak sangat tenang, seperti sedang menuju acara makan siang santai, bukan mengawal dua anak yang hendak menikah.
Sam akhirnya tak tahan. “Mbak,” bisiknya sambil sedikit mencondongkan tubuh. “Kalau tiba-tiba Mami ngeluarin kejutan, kamu jangan kaget ya.”
Kirana membalas dengan suara yang sama pelannya. "Aku malah takut kejutan itu datang dari kamu.”
“Apa maksud kamu?” Sam menatap dengan panik kecil.
“Kamu tadi bilang Mami mungkin mau batalkan pernikahan ini.”
“Aku cuma … waspada.”
“Waspada ngomongnya ke aku, bukan ke Mami! Aku malah takut itu kamu lakukan."
"Mbak, aku pernah bilangkan, kalau aku tak pernah mengingkari janjiku. Jika aku katakan akan menikahi kamu, itu artinya ya!"
Vania menutup tabletnya, menoleh sedikit tanpa sepenuhnya memalingkan kepala.
“Kalian bisik-bisik apa? Kalau gosipin Mami, Mami dengar loh.”
Sam langsung duduk tegak. “Enggak, Mi! Kita cuma … koordinasi.”
“Kalian kayak agen rahasia saja.”
"Siapa tau masih ada lagi kejutan di luar nurul yang sedang Mami siapin," ucap Samudera.
"Tak boleh berburuk sangka dengan orang tua sendiri," balas Mami. Samudera jadi terdiam kembali.
Mobil itu terus melaju melewati jalan raya besar, kemudian masuk ke area kompleks hotel bintang lima. Gerbang tinggi dengan ukiran modern menyambut mereka..Sopir menghentikan mobil tepat di depan lobby.
Begitu pintu dibuka, udara dingin hotel langsung menyambut. Aroma bunga segar bercampur wangi karpet mahal memenuhi udara. Beberapa staf hotel membungkuk sopan.
“Selamat datang, Dokter Vania.”
“Selamat datang kembali, Bu.”
Vania mengangguk elegan, seperti ratu yang baru turun dari keretanya.
Sam memandang staf-staf itu dengan sedikit heran. “Kalian kenal Mami ya?”
“Kami sering menangani acara Ibu,” jawab salah satu staf sambil tersenyum sopan.
Sam berbisik ke Kirana. “Tuh, kan … mereka bilang ‘acara’. Pasti ada yang disiapin!”
Kirana menepuk lengan Sam pelan. "Sudah, jangan paranoid dulu.”
Mereka berjalan memasuki lobi hotel. Lantai marmer berkilau seperti permukaan air. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya lembut. Para tamu yang tadi ikut rombongan sudah mulai memenuhi area lounge, sibuk mengambil foto, ada yang merekam story, ada yang langsung mencari spot bagus untuk nunggu acara.
Mereka tiba di depan ballroom utama hotel. Dua pintu kayu besar menjulang tinggi dengan ukiran mewah. Di sampingnya ada papan signage digital bertuliskan, “PRIVATE WEDDING CEREMONY – RESERVED”
Kirana menegang. “Sam .…”
Sam menelan ludah. “Jangan bilang … Mami ....”
Pintu ballroom kemudian dibuka oleh dua staf hotel dengan serempak, memperlihatkan ruangan dalamnya yang membuat Kirana menutup mulutnya dengan kedua tangan.
“Ya Allah …,” bisik Kirana.
Samudera bahkan tidak bisa bergerak.
Matanya membesar, napasnya tertahan. Itu bukan sekadar ruangan.
Itu seperti venue pernikahan impian yang sering hanya ia lihat di majalah atau drama TV mahal.
Langit-langit ballroom dihiasi rangkaian lampu kristal besar yang berkilauan. Seluruh ruangan dipenuhi bunga-bunga putih dan pastel, tertata artistik di setiap sudut. Karpet merah muda lembut membentang sampai ke pelaminan yang tampil begitu elegan, warna ivory dengan sentuhan emas, dihiasi ornamen halus yang tampak sangat berkelas.
Deretan kursi tamu tertata rapih, lengkap dengan pita satin. Meja prasmanan di sisi kiri ruangan sudah dipenuhi makanan dan minuman. Ada air mancur coklat. Ada signature dessert. Ada meja minuman dengan barista berdiri siap menyajikan latte art bertema wedding.
Semuanya terlalu indah. Terlalu mewah untuk pernikahan kontrak. Semua seperti telah terencana.
Samudera akhirnya bisa bicara, meski suaranya pelan dan penuh syok. “Mami .…”
Vania menatap ruangan itu dengan bangga. “Kenapa? Kurang? Kamu mau yang lebih besar lagi?”
“Mami nyiapin semua ini sejak kapan …?” tanya Sam dengan suara nyaris tidak percaya.
“Ah, itu,” jawab Vania ringan, “Nanti Mami ceritakan.”
Sam menatap Maminya lebih tajam. “Tidak. Cerita. Sekarang.”
Kirana memegang lengan Sam, mencoba menenangkan, tapi Sam tetap fokus pada Maminya.
“Mami,” ucapnya lebih pelan tapi jelas, “Ada maksud terselubung apa sampai Mami mau repot-repot menyiapkan semua ini?”
Vania hanya tersenyum dan jawaban itu tidak keluar. Mami tampak berpikir sebelum menjawabnya.
jatuh cinta .wa ea aa
ditunggu lanjutannya
mami pikirannya udah menjurus kesana🤭