NovelToon NovelToon
Perjuangan Gadis SMA

Perjuangan Gadis SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Teen School/College / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Hanafi Diningrat

Najwa, siswi baru SMA 1 Tangerang, menghadapi hari pertamanya dengan penuh tekanan. Dari masalah keluarga yang keras hingga bullying di sekolah, dia harus bertahan di tengah hinaan teman-temannya. Meski hidupnya serba kekurangan, Najwa menemukan pelarian dan rasa percaya diri lewat pelajaran favoritnya, matematika. Dengan tekad kuat untuk meraih nilai bagus demi masa depan, dia menapaki hari-hari sulit dengan semangat pantang menyerah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanafi Diningrat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayang Bayang Ancaman

Najwa terbangun dengan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Mimpi buruk tentang Bos Heri terus menghantui tidurnya sejak telepon mengerikan tadi malam. Jam dinding menunjukkan pukul lima pagi, tapi dia sudah tidak bisa tidur lagi.

"Najwa, kamu tidak apa-apa?" Kirana duduk di tepi kasurnya dengan wajah khawatir. "Dari tadi malam kamu gelisah terus."

"Aku baik-baik aja, Kir." Najwa duduk sambil mengusap wajahnya yang pucat.

"Bohong. Kamu berkeringat dingin dan tadi sempat teriak-teriak dalam tidur." Kirana memegang kening Najwa. "Kamu demam juga."

Najwa merasakan tubuhnya memang agak panas. Stress dan ketakutan yang berlebihan membuat kondisi fisiknya drop.

"Kamu mimpi apa sih? Sampai segitunya."

"Mimpi... mimpi tentang masa lalu." Najwa tidak mau cerita yang sebenarnya karena takut melibatkan keluarga panti.

"Masa lalu tentang ayah kamu?"

"Iya, sesuatu seperti itu."

Kirana mengangguk sambil mengusap kepala Najwa. "Udah, sekarang mandi terus sarapan. Nanti kamu akan merasa lebih baik."

Setelah Kirana keluar kamar, Najwa mengambil handphone dan mengirim pesan ke Sinta: "Sin, aku takut. Bisa kita ketemu sebelum sekolah?"

Balasan Sinta datang cepat: "Tenang, kita hadapi bersama. Aku tunggu di halte depan sekolah jam 6.30."

Najwa bersiap dengan terburu-buru. Dia pakai baju berlapis-lapis dan membawa jaket tebal meski cuaca Bogor tidak terlalu dingin. Entah kenapa dia merasa dingin dari dalam.

Di ruang makan, Bu Sari sudah menyiapkan sarapan. "Najwa, wajah kamu pucat banget. Sakit?"

"Tidak Bu, cuma kurang tidur aja."

"Jangan begadang terus. Nanti sakit." Bu Sari menuangkan teh hangat ke gelas Najwa. "Ini minum yang banyak."

Najwa minum teh sambil merasakan kehangatan yang menyebar di dadanya. Tapi kehangatan itu tidak bisa menghilangkan rasa takut yang menggrogoti hatinya.

"Bu Sari, kalau misalnya ada orang jahat yang mau nyakitin anak-anak di sini, kita harus gimana?"

Bu Sari menoleh dengan tatapan khawatir. "Kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu? Ada yang mengancam kamu?"

"Tidak ada. Aku cuma penasaran aja."

"Kalau ada ancaman, langsung lapor ke ibu atau ke polisi. Jangan tangani sendiri." Bu Sari duduk di sebelah Najwa. "Najwa, kamu yakin tidak ada masalah?"

"Yakin Bu."

Tapi Bu Sari tidak sepenuhnya percaya. Naluri seorang ibu membuat dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan anak asuhnya.

Pukul setengah tujuh pagi, Najwa sudah sampai di halte depan sekolah. Sinta belum datang, jadi dia menunggu sambil mondar-mandir gelisah.

Setiap motor atau mobil yang lewat membuat dia waspada. Setiap orang yang berjalan di sekitar halte dia perhatikan dengan seksama. Paranoia mulai menguasai pikirannya.

"Najwa!" Sinta datang berlari dengan napas terengah-engah. "Maaf telat, angkot nya mogok di tengah jalan."

"Syukurlah kamu datang." Najwa langsung memeluk Sinta dengan erat.

"Hey, kamu kenapa? Badanmu dingin banget." Sinta merasakan tubuh Najwa yang bergetar.

"Sin, aku takut banget. Tadi malam aku mimpi buruk terus tentang Bos Heri."

"Najwa, tenang. Dia cuma nggertak aja."

"Tapi kalau dia serius? Kalau dia beneran mau balas dendam?" Najwa melepas pelukan sambil menatap mata Sinta dengan panik.

"Kita akan hati-hati. Dan kalau memang terpaksa, kita lapor polisi."

"Polisi tidak akan percaya. Mereka akan bilang aku paranoid."

Sinta memegang kedua pundak Najwa. "Najwa, dengar aku. Kamu sudah membuat keputusan yang benar. Apapun yang terjadi, aku akan selalu di samping kamu."

"Tapi Sin, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa gara-gara aku."

"Kita sahabat. Kita hadapi masalah bersama-sama."

Mereka berjalan menuju sekolah sambil terus waspada dengan sekitar. Najwa merasa setiap bayangan pohon, setiap suara motor, setiap orang asing adalah ancaman.

Di sekolah, Najwa tidak bisa konsentrasi sama sekali. Pikirannya terus melayang pada ancaman Bos Heri. Dia bahkan tidak mendengar penjelasan guru-guru di kelas.

"Najwa, kamu dengar tidak?" Bu Ratih bertanya sambil berdiri di depan meja Najwa.

"Eh, iya Bu. Dengar."

"Saya tanya berapa hasil dari persamaan ini."

Najwa melihat papan tulis yang penuh dengan rumus matematika. Biasanya dia bisa langsung menjawab, tapi sekarang otaknya blank total.

"Maaf Bu, saya tidak tahu."

Beberapa siswa saling pandang dengan heran. Najwa yang biasanya jago matematika, sekarang tidak bisa jawab soal sederhana.

"Kamu sakit, Najwa? Wajah kamu pucat banget." Bu Ratih mendekat dengan wajah khawatir.

"Saya baik-baik saja, Bu."

"Kalau memang sakit, lebih baik pulang dan istirahat."

"Tidak Bu, saya mau tetap di sekolah."

Najwa merasa lebih aman di sekolah yang ramai daripada sendirian di panti asuhan.

Waktu istirahat, Najwa dan Sinta duduk di kantin sambil hampir tidak menyentuh makanan mereka.

"Najwa, kamu harus makan. Nanti sakit." Sinta menyuapi Najwa dengan paksa.

"Aku tidak selera, Sin."

"Kamu harus kuat. Kalau kamu sakit, kita tidak bisa menghadapi masalah ini."

Tiba-tiba handphone Najwa bergetar. Ada pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal:

"Keputusan yang bagus, Najwa. Tapi sekarang kamu harus siap dengan konsekuensinya. Kami sedang mengawasi."

Najwa langsung menunjukkan pesan itu ke Sinta. Wajah mereka berdua pucat seketika.

"Sin, mereka serius. Mereka beneran mengawasi kita."

Sinta melihat sekeliling kantin dengan waspada. "Kita harus lebih hati-hati lagi."

"Aku mau pulang sekarang. Rasanya tidak aman di sini."

"Oke, kita pulang bareng. Aku tidak akan meninggalkan kamu sendirian."

Mereka membereskan barang dan keluar dari sekolah lebih cepat dari biasanya. Di perjalanan pulang, mereka terus menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengikuti.

"Sin, kita lewat jalan yang berbeda yuk. Takutnya mereka sudah tau rute biasa kita."

"Oke, kita lewat gang belakang pasar aja."

Mereka belok ke gang yang lebih sepi dan gelap. Gang itu jarang dilalui orang, jadi terasa lebih aman untuk menghindari mata-mata sindikat.

Tapi ternyata itu adalah jebakan.

"Najwa, kenapa sepi banget ya di sini?" Sinta mulai merasa tidak nyaman.

Sebelum Najwa bisa menjawab, tiba-tiba muncul dua orang pria dari arah berlawanan yang menghadang jalan mereka. Di belakang mereka juga muncul dua pria lagi.

"Lari, Sin!" Najwa berteriak sambil menarik tangan Sinta.

Tapi sudah terlambat. Keempat pria itu bergerak cepat dan berhasil menangkap mereka berdua sebelum sempat melarikan diri.

"Lepaskan!" Sinta berteriak sambil memberontak.

"Diam kalau tidak mau disakiti!" Salah satu pria mengancam sambil mengeluarkan pisau kecil.

Najwa dan Sinta dipaksa naik ke dalam van hitam yang sudah menunggu di ujung gang. Mata dan mulut mereka ditutup dengan lakban, tangan diikat ke belakang.

"Kenapa kalian bawa dia juga?" Najwa mendengar suara salah satu penculik menunjuk Sinta.

"Perintah bos. Keduanya harus dibawa."

Van melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan gang sepi itu. Najwa merasakan ketakutan yang luar biasa, bukan untuk dirinya sendiri tapi untuk Sinta yang terlibat karena dia.

Setelah perjalanan yang terasa seperti berjam-jam, van akhirnya berhenti. Najwa dan Sinta diturunkan dan dibawa masuk ke sebuah bangunan yang berbau lembab.

Mereka didudukkan di kursi kayu dengan tangan tetap terikat di belakang. Lakban di mata dilepas, tapi mulut masih tertutup.

Najwa melihat sekeliling dan menyadari mereka berada di gudang tua yang sama seperti tempat dia pernah disekap dulu. Kenangan mengerikan langsung kembali memenuhi kepalanya.

"Selamat datang kembali di rumah lama, Najwa sayang."

Suara yang familiar membuat darah Najwa membeku. Dari balik bayangan, muncul sosok pria paruh baya dengan senyum mengerikan yang sangat dia kenal.

Bos Heri.

Pria yang dulu hampir menjualnya ke Malaysia. Pria yang seharusnya sudah mati atau dipenjara. Sekarang berdiri di depan mereka dengan senyum yang membuat bulu kuduk berdiri.

"Kangen tidak dengan rumah lama ini?" Bos Heri berjalan mendekat sambil menyalakan cerutu.

Najwa menatapnya dengan mata penuh ketakutan dan kemarahan. Sinta di sampingnya bergetar ketakutan melihat sosok mengerikan itu.

"Oh, dan ini pasti sahabat baik kamu ya?" Bos Heri menoleh ke Sinta dengan tatapan dingin. "Yang sudah meracuni pikiran anak manis kami."

Najwa berusaha berteriak tapi suaranya tertahan lakban di mulutnya.

"Jangan khawatir, kalian berdua akan punya banyak waktu untuk mengobrol." Bos Heri duduk di kursi di depan mereka sambil mengisap cerutunya. "Terutama tentang konsekuensi dari keputusan bodoh yang sudah kalian buat."

Asap cerutu mengepul di udara gudang yang pengap, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam. Najwa dan Sinta hanya bisa saling menatap dengan mata penuh ketakutan, menyadari bahwa mereka sekarang berada dalam bahaya yang sangat besar.

Bos Heri tersenyum lebar melihat ketakutan di mata kedua gadis remaja itu. "Sekarang permainan yang sesungguhnya baru akan dimulai."

1
kalea rizuky
Sinta ne sok tau
kalea rizuky
Sinta ne g tau ya di posisi nazwa
kalea rizuky
nah gt donk bales pake otak jangan teriak teriak
kalea rizuky
pantes like dikit MC terlalu goblok. Thor lain kali. bkin cerita yg valid donk
kalea rizuky
tolol mending gk usah sekolah
kalea rizuky
bisanya nangis mending g usa sekolah pergi dr situ jual rmh trs krja
kalea rizuky
ne cwek oon mending penjarain bapak lu yg durhala
kalea rizuky
bodoh mending pergi lahh atau racun aja bapak loe biar mampus
parti camb
saran aja kata gue diganti dgn kata "saya/aku
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
saran aja nih untuk author, harus nya klo sma polisi, atau sma orng lain yg gk d knal or orng yg lbih tua bilang nya saya, jngn gue. klo gue itu untuk k sesama teman... ttp smangat ya💪💪
Rarara: iya kak,lupa ganti itu
total 1 replies
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
devinisi bpk nyusahin anak... bkn nya anak d nafkahin mlh ank d sruh krja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!