WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>
___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.
Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Dewan Besar
Sttt… kikikik… ternyata itu yang terjadi. Aku akan memberitahukannya pada Yang Mulia…
Dengan satu kepakan sayap, makhluk itu melesat ke langit senja, menembus arah hutan kegelapan. Sesampainya di sebuah kastel hitam menjulang, kelelawar itu mendarat di aula tak bertiang, lalu tubuhnya meregang, berubah menjadi sosok setinggi manusia, berkulit pucat, berwajah mengerikan mahluk itu tak lain adalah kaylos.
“Yang Mulia,” ucapnya dengan suara berat.
Di atas singgasana bertatahkan oniks, seorang penyihir berbalut jubah ungu tua menatapnya. “Ah, Kaylos. Ada apa? Sudah lama kau tidak membawakan kabar yang berarti untuk ku.” tanyanya deNgan nada malas namun penuh wibawa.
“Hamba mendengar kabar… Putri Alourra memiliki elemen kegelapan, yaitu Api, Yang Mulia. Dan Duke Ael berniat menyembunyikannya.”
Sejenak tatapan sang penyihir membeku. Lalu, bibirnya melengkung… dan tawa meledak dari tenggorokannya.
“Ahahahaha… ahahahahahahaha!” Tawanya bergema memantul di seluruh ruangan.
“Sungguh seperti yang telah kuduga. Kekuatan itu akhirnya mengalir dalam tubuh salah satu gadis itu,” ujarnya, matanya berkilat licik. “Ini benar-benar kabar yang menggembirakan, Kaylos. Sebarkan! Biarkan seluruh rakyat Eamora mengetahuinya!”
Tawanya kembali menggelegar, memenuhi langit malam.
“Ahahahahahahahaha!”
...───✦───...
Dua hari kemudian…
Duke Aelion melangkah cepat di lorong istana, raut wajahnya tegang.
“Paul!” panggilnya, suaranya menggema.
“Hamba di sini, Yang Mulia,” sahut Paul tergesa.
Tanpa peringatan, Aelion mencengkeram kerah bajunya. “Apa yang kau lakukan?”
“Ti… tidak ada, Yang Mulia! Hamba tidak melakukan apa pun!” Paul pucat pasi.
“Kalau begitu, bagaimana kabar ini bisa menyebar?” Nada suara Duke Aelion tajam, sarat kemarahan.
“Hamba tidak tahu, Yang Mulia. Demi sumpah hamba, hamba tidak pernah membuka mulUt. Hari itu… hamba bahkan langsung meletakkan perkamen itu di ruang kerja Tuan Ael,” jawab Paul terbata.
Aelion melepaskan cengkeramannya, menarik napas panjang. “Aku tahu… ini pada akhirnya akan terjadi. Sebentar lagi, para Dewan Besar pasti akan turun tangan.”
Dan benar saja, seminggu kemudian, ruang sidang tertinggi Kerajaan Eamora dipenuhi oleh para anggota Dewan Besar.
“Duke Aelion,” ujar salah satu dewan dengan sorot tajam, “kami mendengar kabar bahwa Putri Alourra memiliki elemen kegelapan.”
“Seperti yang kita tahu,” sambung anggota lainnya, “Elemen Api adalah kekuatan yang sangat berbahaya.”
Aelion menunduk sedikit. “Izinkan saya menjelaskan—”
Namun ucapannya terpotong oleh suara lantang seorang anggota dewan.
“Tak perlu kau jelaskan lagi, Aelion. Kau tahu aturan kerajaan ini: setiap orang yang memiliki elemen kegelapan… harus dieksekusi.”
Duke Aelion segera melangkah maju, nada suaranya penuh desakan.
“Tidak! Kumohon… jika Alourra dieksekusi, apa yang akan terjadi pada Kerajaan Eamora? Bahkan jika Althea menggantikan takhta, ia tak akan diterima oleh rakyat. Hamba mohon… pertimbangkan kembali keputusan ini.”
Ruangan hening. Semua anggota dewan saling bertukar pandang. Mereka tahu ini bukan perkara kecil, jika tak ada penerus sah Kerajaan Eamora, keseimbangan di seluruh tanah Methera akan terguncang.
Salah satu dewan akhirnya angkat bicara. “Apakah kau sudah memiliki solusi, Duke?”
Aelion mengangguk mantap. “Hamba punya, Yang Mulia Dewan.”
“Katakanlah.”
“Hamba berencana melatih Alourra hingga ia mampu mengendalikan kekuatan apinya.”
Seketika, suara penolakan terdengar dari sudut ruangan. “Itu tidak bisa dibiarkan! Ia akan menjadi sumber malapetaka dan kehancuran!”
“Dengarkan dulu penjelasannya,” sela seorang dewan lain yang mencoba menengahi.
Aelion menatap mereka satu per satu sebelum berbicara. “Jika selama ini elemen Api dianggap sebagai elemen kegelapan karena membawa kerusakan… maka hamba akan mengubahnya. Hamba akan memastikan kekuatan itu berjalan beriringan dengan elemen Pemurnian dan Cahaya, sehingga ia membawa kebaikan, bukan kehancuran.”
Ia menarik napas dalam, suaranya merendah namun tegas. “Dan jika hamba gagal… hamba menyerahkan segalanya pada keputusan Dewan.”
Keheningan kembali menyelimuti ruangan, hanya terdengar desir pakaian para dewan yang bergeser di kursi tinggi mereka.
Akhirnya, seorang dewan berkata, “Baiklah. Untuk saat ini, itu adalah satu-satunya jalan yang bisa kita tempuh.”
Namun suara keberatan segera menyusul. “Bagaimana kalian bisa mengambil keputusan gegabah seperti ini?”
“Sejujurnya,” jawab salah satu dewan dengan tatapan berat, “tak ada pilihan lain untuk menjaga tanah Methera. Jika kelak ia benar-benar membawa petaka… kami sendiri yang akan mengeksekusinya. Kami memberikanmu waktu hingga Alourra berusia 17 tahun, saat itu tunjukkan pada kami bagaimana ia menguasai Kekuatan nya.”
Aelion menunduk hormat. “Terima kasih, Dewan Besar, atas kebijaksanaan ini. Hamba setuju.”
...· · ─ ·𖥸· ─ · ·...
