Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Reuni atau acara temu kangen untuk berkumpul menjadi siksaan bagi Queensa. Rasanya bagai di neraka duduk dalam satu ruangan bersama teman-teman sebaya, seperti saat ini. Akan tetapi, perempuan itu harus menabahkan hati. Cika Andini, Aprilia, dan Affin: tiga orang yang mengingatkannya akan tragedi enam bulan lalu.
Queensa ingin segera pergi dari perkumpulan yang menyesakkan ini. Dia bersabar sejak sore hanya karena Ridwan. Pamannya telah mewanti-wanti jika ia harus bisa menghadapi dunia seperti dulu, sebelum seseorang membawa seluruh kebahagiaannya.
"Queen kamu kurusan!" April orang yang paling tahu bagaimana hidup Queensa sejak bercerai dengan Anjasmara.
Benar!
Hari ketika Anjasmara mengembalikan semua sertifikat yang di titipkan Agung padanya. Itu adalah hari terakhir Queensa melihat wajah laki-laki yang pernah mengikatnya dengan ikatan pernikahan.
"Oh, ini mungkin karena baju yang ku pake pres bodi," jawab Queensa sambil menyentuh badannya sendiri.
Queensa disini karena menghadiri pernikahan teman seprofesi waktu masih mengajar di SLB, ini juga kali pertama sejak Queensa keguguran mau hadir di acara seperti ini, bisa dikatakan ini kali pertama akhirnya Queensa mau berbaur dengan teman-temannya lagi.
"Queen jadi sangat pendiam sekarang," bisik Cika di telinga April.
"Kita nggak tau seberat apa hidupnya setelah kehilangan calon anak dan di ceraikan suaminya." balas April ikut berbisik.
Queensa mendengarnya. Dia mulai merasakan tak nyaman, raut wajahnya tak bisa menipu.
"Kalian tolong yang sopan! Jangan bahas masalah orang di dekat orangnya!" tegur Affin lirih.
"Aku ke toilet dulu!" pamit Queensa, tiba-tiba hatinya memanas.
"Queen!" sekarang Afiin bangkit dari duduknya.
Queensa menyapu pandangannya ke teman-temannya, tersenyum simpul seakan memberi isyarat jika dia baik-baik saja.
Sementara itu, Affin berusaha menahan amarah dengan tangan terkepal di atas meja. Selama ini Affin adalah orang yang paling merasa bersalah atas apa yang menimpa Queensa. Karena keegoisannya Queensa harus kehilangan calon anak dan di tinggalkan suaminya.
Yang lebih membuatnya sakit adalah pertemuannya hari ini dengan perempuan itu. Affin pikir Queensa akan melampiaskan amarahnya dan menghajarnya habis-habisan, tapi yang terjadi perempuan itu hanya diam tanpa mengungkit kejadian yang sudah banyak merugikannya.
Ketiganya melirik satu sama lain. Mereka melihat kepergian Queensa dengan pikiran masing-masing.
Affin kembali duduk di kursinya, tangannya meraup wajah dengan frustasi. Selama ini ia sudah berusaha mencari keberadaan Anjasmara, tetapi hingga saat ini laki-laki itu seperti hilang di telan bumi.
Affin ingin menjelaskan kejadian sebenarnya di hari itu, ingin meminta maaf pada Anjasmara yang pasti sangat hancur harus kehilangan calon penerus.
"Aku benar-benar merasa bersalah pada mereka," ungkap Affin pada Cika dan April.
Kedua perempuan itu hanya diam, perubahan yang terjadi pada Queensa begitu besar, perempuan itu jadi pribadi yang pendiam dan tertutup sejak kejadian itu. Bahkan selama ini Queensa menolak bertemu dengan mereka meskipun mereka datang ke rumahnya.
Cinta Affin juga cukup besar pada Queensa, laki-laki itu bahkan ikut sengsara melihat orang yang dicintainya kehilangan semangat hidup.
"Kamu pikir, aku nggak?" April yang pertama kali bereaksi. Dia juga merasakan hidupnya dihantui rasa bersalah setelah temannya berubah menjadi sosok yang berbeda.
"Ayo!" Cika berdiri dan melempar asal serbet berwarna putih yang tadi berada di pangkuannya, lalu segera menarik dua orang bersamanya.
********
Sementara itu, seorang pria berjalan dari pintu kedatangan sebuah bandara. Kemunculannya disambut antusias oleh dua orang yang sudah menunggunya.
"Ya Allah, Mas. Pangkling saya," sepasang paruh baya itu menggamit lengan pria jangkung yang kini menerbitkan senyum simpul.
"Apa kabar, Pak Anto, Bu Sari?" sapanya ramah.
"Baik, Alhamdulillah. Kita sudah kangeeeen banget sama Mas Anjas."
Pria yang tak lain adalah Anjasmara itu kembali menerbitkan senyum simpulnya.
Mereka berjalan beriringan memasuki mobil.
Enam bulan yang lalu, tepatnya setelah Anjasmara pulang dari menunjuk orang untuk mengurus perceraiannya dengan Queensa, di hari yang sama dia ditemukan tak sadarkan diri dan segera dilarikan ke rumah sakit.
Dari Samarinda, dokter menyarankan untuk melakukan pengobatan yang lebih baik di rumah sakit yang berada di Surabaya.
Gagal ginjal, itu diagnosa dokter. Setelah banyak pertimbangan akhirnya Anjasmara bersedia untuk dirujuk ke rumah sakit yang berada di provinsi Jawa Timur itu.
Perawatan yang cukup panjang, benar-benar panjang, dan pria itu lalui seorang diri.
Kulitnya yang dulu agak gelap kini terlihat lebih terang, rambutnya yang dulu pendek, kini terlihat agak panjang, Anjasmara tampak sangat berbeda, apalagi pria itu kehilangan beberapa kilo gram berat badannya.
Yang masih sama mungkin perasaannya.
Sebuah tanya yang selalu menghantui pria itu selama enam bulan ini.
Apa kabar perempuan yang menjadi sumber kebahagiaan serta laranya?
######
Khannnn Aku udah mulai update lagi...
Semoga kedepannya lancarrrr
Jangan lupa jejak cintanya ya....
makanya gak usah sooook...
untung gak dicere
semoga Anjas menemukan perempuan yang tepat dalam hidupnya...