NovelToon NovelToon
40 Hari Sebelum Aku Mati

40 Hari Sebelum Aku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Fantasi / Reinkarnasi / Teen School/College / Mengubah Takdir / Penyelamat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

Bagaimana rasanya jika kita tahu kapan kita akan mati?
inilah yang sedang dirasakan oleh Karina, seorang pelajar SMA yang diberikan kesempatan untuk mengubah keadaan selama 40 hari sebelum kematiannya.
Ia tak mau meninggalkan ibu dan adiknya begitu saja, maka ia bertekad akan memperbaiki hidupnya dan keluarganya. namun disaat usahanya itu, ia justru mendapati fakta-fakta yang selama ini tidak ia dan keluarganya ketahui soal masa lalu ibunya.
apa saja yang tejadi dalam 40 hari itu? yuk...kita berpetualang dalam hidup gadis ini.

hay semua.... ini adalah karya pertamaku disini, mohon dukungan dan masukan baiknya ya.

selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23. Kotak Kardus

“Kak Karin sudah baikan?”

Putri memberikan selembar tissue untuk Karin mengelap mulutnya setelah ia selesai disuapi ibunya sup jagung pagi itu. Hari ini Karin dipaksa untuk tidak berangkat sekolah dan beristirahat dirumah oleh ibunya. Meskipun demamnya sudah turun, tapi wajahnya masih sangat pucat, matanya sedikit merah dan badannya masih sangat lemah.

Karin mengangguk, menerima tissue itu dan menyeka mulutnya perlahan.

“Hari ini Putri temenin dan jagain kakak dirumah. Kakak istirahat saja ya?”

“Makasih Putri.”

Keduanya tersenyum.

“Kakak minum obat dulu ya kak, Putri bantuin.”

“Gak papa Put, kakak bisa sendiri kok.”

Karin mengambil satu tablet obat dan segelas air putih di meja samping tempat tidurnya. Menelan pil itu dengan setengah memaksakan diri. Tidak mudah bagi Karin untuk menelan walaupun satu butir kecil obat, namun keinginannya untuk segera sembuh dan melanjutkan misinya sangat besar. Memberikannya kekuatan untuk melawan rasa takutnya kepada obat.

“Rin,”

Pintu kamar terbuka lagi, muncul bu Nurma di ambang pintu menenteng sebuah tas dan membawa kertas-kertas dalam map plastic.

“Mama tinggal dulu ke toko ya, nanti sebelum jam makan siang mama usahakan sudah dirumah.”

“Iya ma, gak usah khawatir. Mama selesein aja kerjaan mama. Karin udah gak papa kok.”

“Ya sudah, mama berangkat ya. Kalau  butuh apa-apa, langsung telephone mama. Oke?”

Karin mengangguk melepas kepergian ibunya setelah menutup pintu perlahan. Ia kembali merebahkan tubuhnya diatas ranjang kesayangannya. Angin sepoi-sepoi masuk melalui celah jendela yang dibiarkan sedikit terbuka. Menebarkan aroma udara pagi yang sejuk namun hangat.

Putri memainkan ujung rambutnya, duduk manis di kursi belajar menatap Karin yang hanya bengong di atas kasurnya. Karin jarang sekali sakit, sehingga jarang tidak masuk sekolah. Baginya, sekolah dan bertemu teman-temannya adalah hal yang menyenangkan.

“Put, waktuku tinggal berapa hari lagi Put?”

Karin menatap langit-langit, pikirannya melayang-layang entah kemana. Putri terdiam, ia tak mungkin memperparah kondisi Karin dengan membahas hal-hal yang akan membuatnya sedih. Namun dia mengerti bahwa hati dan pikiran Karin saat ini sedang tercurah untuk menghadapi masalah ini.

“Kalau aku gak bisa nemuin papa, nasib mama sama Dimas gimana ya Put?”

Belum juga Putri menjawab pertanyaan pertama Karin, ia sudah membuat Putri harus berfikir lain lagi. Putri masih terdiam. Lagi pula pertanyaan Karin sepertinya memang tidak membutuhkan jawabanya. Pertanyaan-pertanyaan Karin hanyalah refleksi dari kekhawatirannya. Juga, cara bagi Karin untuk mengurai isi hati dan menemukan jawaban-jawaban atas kegundahannya.

“Put, kalau aku mati, kamu masih tetep ada di sini kan? Jagain mama sama Dimas ya Put?”

Putri jengah dengan pertanyaan-pertanyaan Karin. Mendengar pertanyaanya saja sudah membuat Putri tidak nyaman, bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ia mendekati Karin yang terus menerus bertanya sambil terbaring menatap langit-langit.

“Kak, kakak gak pengen nonton TV aja kak? Atau, mau putri bacain buku cerita?”

Karin terdiam. Ia merasa akhir-akhir ini semakin frustasi dengan kondisinya. Pencarian ayahnya sampai hari ini masih menemui jalan buntu. Sementara hari-hari terus berlalu dan waktu yang ia miliki semakin dekat. Hal ini yang akhirnya menggerus kesehatan Karin dan iapun jatuh sakit.

“Kak, kakak harus yakin bahwa kakak akan bisa mengatasi ini semua. Kakak pasti bisa menemukan papa kak Karin. Kakak harus optimis.”

Karin terdiam, matanya terpejam mencoba untuk bisa menerima perkataan Putri dan berusaha mempercayainya. Percaya bahwa ia akan bisa menuntaskan semua tujuan-tujuannya.

“Kakak diberikan kesempatan dalam hidup ke dua kakak ini, pasti ada tujuannya. Pasti ada maksutnya. Jadi kakak harus semangat dan segera bangkit. Kakak gak boleh sakit lama-lama.”

“Tapi aku harus bagaimana lagi? Jalanku udah buntu Putri.”

“Kakak istirahat dulu saja ya kak, biar cepat sembuh.”

“Aku udah gak papa Put. Aku gak bisa diem lama-lama. Nanti waktuku habis.”

Putri menarik nafas panjang, Karin memang teguh hati. Semangat dan ketegarannya dalam menghadapi situasi yang mungkin belum tentu orang lain mampu, sangat menyentuh hati.

“Ya sudah, tapi jangan memaksakan diri ya kak.”

Karin mengangguk.

“Coba kakak pikirkan lagi, kakak ingat-ingat lagi. Apa saja yang sudah kakak dapatkan, dan apa kira-kira yang kakak lewatkan.”

Putri memberikan petunjuk, membuat Karin berfikir. Ia mencoba bangkit dari rebahnya, duduk pada ranjangnya dan bersandar.

Ia mengingat ingat sesuatu.

Apa yang sudah di dapatkan, apa yang terlewatkan.

“Putri, minta tolong ambilkan tiga box itu, bisa?”

Putri menoleh pada arah yang ditunjuk Karin. Tiga buah kotak yang sepertinya sudah bolak-balik dibuka dan dikeluarkan isinya. Putri mengambil kotak itu satu persatu, meletakannya diatas Kasur, di hadapan Karin. Dengan bersemangat Karin membuka kotak pertama. Hanya ada buku buku mengenai pertambangan. Budiman ayah Karina sejak masih muda bekerja di tambang nikel, tak heran jika koleksi buku-buku yang ia punya adalah buku-buku mengenai pertambangan.

Tak ada yang istimewa, hanya buku-buku biasa. Karin sudah membolak balik isi buku buku itu dan nihil.

Kotak kedua Karin buka. Tumpukan surat surat lama milik ayahnya, juga ada beberapa buku catatan dan album foto. Karina membuka dan membaca satu demi satu tulisan yang ada disana. Berharap menemukan sesuatu yang bisa ia jadikan petunjuk. Namun sama dengan kotak pertama, nihil. Tak ada apapun yang berguna. Tumpukan surat surat itu bahkan sudah hampir tak utuh. Tulisan tulisannya nyaris pudar.

Karin menarik nafas panjang, putus asa. Harapannya ada pada kotak terakhir. Namun pesimis, karena dalam kotak ketiga itu hanya berisi beberapa lembar baju-baju bayi. Mungkin dulu milik Dimas waktu masih bayi. Entah kenapa ibunya memilih meninggalkan baju baju itu dirumah lama dan tidak membawanya ikut pindah bersama ke Jakarta.

Baju pemberian papa, begitu kira-kira asumsi Karin.

Betul betul taka da yang berguna, ini semua hanya tumpukan sampah, pikirnya.

“Gak ada gunanya Put, ini sudah ketiga kalinya barang-barang ini aku bongkar. Gak ada satupun yang berguna.”

Karin menyingkirkan benda-benda itu dengan kakinya, rasa jengkel membuatnya ingin mengamuk. Kotak itu terjatuh ke lantai, terbalik dan berantakan. Tidak Karin hiraukan, ia membanting tubuhnya ke kasur, menutupi wajahnya dengan bantal.

Karin sangat frustasi. Ia merasa semua yang sudah ia jalani beberapa waktu terakhir ini sia-sia.

“Kak, coba kakak lihat itu.”

Putri menggoyang goyang tubuh Karin.

“Apa sih?”

Suara Karin terdengar sengau, karena mulutnya tertutup oleh bantal yang sengaja ia benamkan ke wajahnya.

“Itu kak, lihat dulu. Ayo bangun.”

Karin melepaskan bantal dari wajahnya, dengan malas mencoba untuk bangun dan menuruti perintah Putri.

Di lantai, sebuah kotak terbalik dan isinya berserakan karena tendangan kesal dari Karin. Nampak sebuah tulisan yang sudah mulai memudar di sisi belakang kotak kardus yang terbaik dilantai. Tulisan dengan tinta hitam .

“Apa ini?”

Karin mengambil kotak itu, membaca apa yang tertera di sana.

“Jalan Cemara Indah. Istana Puding.

Karin menatap Putri, matanya berbinar. Perlahan bibirnya menyunggingkan senyum, samar-samar perlahan terlihat jelas, terlihat sangat bahagia seperti baru saja menemukan berlian.

“Yeay…..” ia bersorak memeluk Putri.

***

1
Soraya
apa mungkin Pak bewok penjualan es itu budiman
Soraya
mampir thor
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Sangat kreatif
mamak
keren mb Dy,
Tiga Dara: hey... sapa nih??
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!