pengalaman pahit serta terburuk nya saat orang yang dicintai pergi untuk selama-lamanya bahkan membawa beserta buah hati mereka.
kecelakaan yang menimpa keluarganya menyebabkan seorang Stella menjadi janda muda yang cantik yang di incar banyak pria.
kehidupan nya berubah ketika tak sengaja bertemu dengan Aiden, pria kecil yang mengingatkan dirinya dengan mendiang putranya.
siapa sangka Aiden adalah anak dari seorang miliarder ternama bernama Sandyaga Van Houten. seorang duda yang memiliki wajah bak dewa yunani, digandrungi banyak wanita.
>>ini karya pertama ku, ada juga di wattpad dengan akun yang sama "saskavirby"
Selamat membaca, jangan lupa vote and coment ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saskavirby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 23
Sandy dan Fara sedang duduk di sofa berhadapan dengan Laras dan juga Vero. Pasangan suami istri itu saling melirik seakan bertanya ada apa, namun keduanya sama-sama mengendikkan bahu dan menggeleng.
"Sandy mau tunangan dengan Fara," ujar Sandy memecah keheningan.
Pasangan suami istri itu nampak terkejut.
"Kapan?" tanya Vero.
"Satu minggu lagi, bertepatan dengan hari ulang tahun perusahaan."
"Kamu yakin, San?" tanya Laras ragu.
"Yakin, Tante, kita sudah bicarakan ini berdua, dan kita setuju mengadakannya satu minggu lagi," jawab Fara sumringah.
Laras menatap wajah Sandy, tidak ada kilat kebahagiaan pada wajah anaknya itu. Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah akhir-akhir ini Sandy dan Stella sudah dekat? Tapi, kenapa Sandy justru memutuskan segera bertunangan dengan Fara?
"Baiklah, kalau itu keputusan kalian, Papa hanya bisa mendukung."
"Terimakasih, Pa."
***
"San?" panggil Laras memasuki kamar anaknya.
Sandy menoleh tanpa menjawab panggilan Laras.
"Apa yang terjadi?" tanya Laras mengambil duduk di samping Sandy.
"Apa maksud Mama?"
"Kamu baik-baik saja?"
"Sandy baik-baik saja, Ma," jawabnya ragu, bahkan dia tidak yakin bahwa dirinya baik-baik saja.
Laras menghela nafas. "Terjadi sesuatu dengan Stella?" selidiknya.
Sandy menoleh.
"Mama merasa antara kamu dan Stella terjadi sesuatu."
"Sandy hanya mempertahankan apa yang bisa dipertahankan," ucap Sandy menatap lurus ke depan, namun tatapannya kosong. "Dan sepertinya hanya Fara yang pantas menjadi ibu sambung untuk Aiden," sambungnya.
Laras mengelus lengan Sandy. "Mama hanya berharap yang terbaik untuk kamu dan juga Aiden. Seperti apa yang pernah Mama katakan, kamu menikah untuk dua hati, satu hatimu dan satu lagi hati Aiden. Mama tidak ingin kamu salah pilih, San," nasehatnya.
Sandy menatap Laras. "Sandy tahu apa yang terbaik buat Sandy, Ma."
Laras mengangguk. "Semoga itu juga yang terbaik untuk Aiden," balasnya membuat Sandy terdiam.
***
Hari ini Fara berniat mengunjungi Stella di butiknya, sekedar ingin pamer bahwa dirinya akan tunangan dengan Sandy.
"Selamat siang, Nona, ada yang bisa kami bantu?" sambut Sari ramah.
"Aku mau cari gaun yang bagus."
"Mari, Nona, ikut saya."
Sari menunjukkan beberapa potong gaun, namun Fara belum juga memilihnya.
"Aku mau pemilik butik ini yang melayaniku."
"Saya pemilik butik ini, Nona."
Fara berbalik, tersenyum licik melihat Stella, sedangkan Stella terkejut dengan kehadiran Fara di butiknya.
Fara menyeringai. "Bagus, aku butuh gaun untuk acara tunanganku."
Stella tersentak. Tunangan?
Kemudian dia mengangguk, dan memberikan beberapa contoh gaun terbaiknya.
Bak ratu, Fara hanya menilai buruk semua koleksi Stella, tidak berniat mencoba atau melihatnya. Dan Stella tahu bahwa Fara hanya mempermainkannya, namun dia berusaha menahan emosinya.
Hingga sekitar setengah jam berlalu.
"Cukup, sepertinya gaun di sini tidak sesuai dengan seleraku yang cukup tinggi," ucap Fara angkuh.
Stella menahan setengah mati agar tidak meledak, sedangkan Sari sudah komat kamit menyumpah serapahi Fara.
"Oh, iya." Fara merogoh tasnya mengambil undangan. "Jangan lupa datang di acara tunanganku dengan Sandy," dia menyodorkan undangan pada Stella seraya tersenyum sinis.
Stella menerimanya dengan berat hati.
Fara tersenyum mengejek, memakai kacamata hitamnya, berjalan angkuh keluar dari butik Stella.
Stella memperhatikan undangan di tangannya, tertera nama Sandy dan Fara dengan tulisan bold berwarna emas, dia menggigit bibir bawahnya.
"Mbak Stella tidak apa-apa?"
Stella menggeleng. "Gapapa, Sar."
***
Rega bermaksud mampir ke butik Stella setelah selesai meeting di luar kantor.
"Ste, minggu depan kamu free?"
Stella berfikir sejenak. "Sepertinya iya, kenapa, Ga?"
"Mau menemaniku ke acara teman kolega bisnisnya Papa?"
"Acara seperti apa?"
Rega mengangkat bahunya. "Entahlah, Papa hanya menyuruhku menggantikannya. Kamu tahu, aku tidak terlalu suka dengan acara seperti itu, mungkin kalau aku mengajakmu, aku mempunyai teman mengobrol."
Stella berfikir sejenak. "Baiklah, aku akan menemanimu," putusnya.
Rega tersenyum. "Terimakasih, Ste."
***
Satu minggu kemudian.
Rega merengkuh pinggang Stella saat memasuki acara pesta, gemerlap lampu, hiasan pada gedung membuat ruangan menjadi sangat indah. Terdapat banner di atas panggung kecil bertuliskan "Happy Birthday 20th Houten Corp."
"Sepertinya acara ulangtahun perusahaan, Ste?" bisik Rega.
Stella hanya mengangguk.
Penampilan Stella malam ini sangat cantik dan anggun, menggunakan dress dengan hiasan bunga di bagian dadanya. Rambut di sanggul ke atas yang memperlihatkan leher indahnya. Siapapun yang melihatnya tidak akan tahu kalau Stella janda dan pernah melahirkan. Dia selalu menjaga bentuk tubuhnya.
Suara pembaca acara terdengar akan memulai acara, Stella tidak begitu memperhatikan panggung, fokusnya hanya pada makanan di depannya, dia melamun sambil mengaduk-aduk makanannya. Sedangkan Rega baru saja pamit hendak ke toilet.
Sedikit yang Stella dengar bahwa pemilik perusahaan akan mengadakan acara pertunangan anaknya. Hingga saat sang MC menyebutkan nama pasangan tersebut, Stella membeku di tempat, tanpa sadar garpu di tangannya terlepas dan jatuh, menimbulkan bunyi nyaring.
Suara MC terdengar agar pasangan menaiki panggung guna menyematkan cincin.
Stella berdiri dari kursinya, perlahan memutar tubuhnya menghadap panggung yang berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri. Jantungnya terasa dihujam ribuan pisau, nafasnya memburu menahan sesak, kedua matanya memanas, dia menggigit bibir bawahnya.
Di sana, Sandy dan Fara tengah berdiri, akan melakukan pertukaran cincin di atas panggung.
Suara MC mengarahkan agar mempelai pria menyematkan cincin di jari sang wanita. Namun belum sampai Sandy menyematkan cincin di jari Fara, suara teriakan Aiden mengejutkannya.
"BUNDAAAA!!"
Sandy yang mendengar teriakkan Aiden menyebut 'bunda' terkejut, membuat cincin di tangannya terjatuh.
Klinggg!!
Semua tamu mulai berbisik-bisik, penasaran dengan anak pemilik perusahaan yang menyebut wanita lain dengan panggilan Bunda.
Aiden berlari menghampiri Stella yang mematung di tempatnya, tatapan Sandy mengikuti arah Aiden. Tatapannya bertemu dengan manik mata Stella yang juga sedang menatapnya, dia bisa melihat pancaran kesedihan dan terluka dari manik mata Stella, dan diapun merasakan hal yang sama.
Sedangkan Fara tersenyum sinis menatap Stella. 'Punya nyali juga ternyata,' bathinnya.
Aiden memeluk kaki Stella, membuat Stella memutuskan kontak matanya dengan Sandy dan menyamakan tubuhnya dengan Aiden.
"Bunda, Aiden kangen sama Bunda," rengek pria kecil itu.
Stella membawa Aiden dalam pelukannya. "Bunda juga kangen sama Aiden," balasnya, tanpa terasa pipinya sudah basah.
Para tamu menatap ke arah Aiden dan Stella, pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dalam benak mereka.
Suara sang MC mengalihkan pandangan para tamu, hingga akhirnya tepuk tangan memenuhi ruangan ketika Sandy dan Fara sudah selesai menyematkan cincin di jari masing-masing.
Rega mengepalkan tangannya melihat apa yang terjadi, dia melihat semuanya, dia menahan emosi agar tidak menghancurkan acara itu.
Stella yang sudah terlepas dari Aiden segera pamit undur diri, dia berjalan keluar dari gedung acara, terus berjalan sambil sesekali menghapus air matanya.
Rega menyadari Stella sudah tidak ada di tempatnya, segera dia berlari dan mencarinya. Salahkan dirinya yang mengajak Stella ke acara ini, karena dirinya pun tidak tahu bahwa rekan bisnis Ayahnya adalah orangtua dari Sandy. Dan parahnya lagi, Sandy melaksanakan acara pertunangan malam ini juga, sial.
Rega menepikan mobilnya ketika melihat Stella berdiri berpegangan pada tiang di trotoar. Menarik lengan Stella dan memeluknya, tangis Stella pecah seketika.
Kali ini Stella tidak bersuara, hanya suara tangis meraung menyayat hati yang terdengar di telinga Rega. Rega tak kuasa melihat Stella seperti ini, dia akan membalas perbuatan Sandy, pasti.
Stella terus menangis hingga tertidur dalam pelukan Rega. Rega segera membopongnya menuju mobil.
Sesampainya di rumah Stella, Stella masih tertidur di sampingnya. Rega turun dari mobil, membuka pintu sebelah kiri, mengamati wajah Stella yang tertidur. Memberanikan diri untuk mengecup kening Stella, kemudian menggendong tubuh Stella masuk ke dalam rumah, beruntung rumah Stella tidak di kunci.
Rega meletakkan tubuh Stella di atas kasur, menyelimuti tubuhnya, sekali lagi, dia mencium kening Stella. "Maafkan aku, Ste," bisiknya lirih, kemudian berlalu.
Di jendela kamarnya, Intan menyaksikan Rega yang mencium kening Stella, membuat darahnya mendidih. Sengaja dirinya tidak membukakan pintu, dia mengintip dari pintu kamarnya, melihat Rega yang membawa Stella memasuki kamar.
Sedikit berlari, dia kembali mengintip di pintu kamar Stella, pemandangan sama seperti di mobil membuatnya kian memanas, hatinya terasa di tusuk-tusuk.
Sebelum Rega mengetahui keberadaannya, dia berlari menuju kamarnya, menahan sesak yang menghimpit dadanya, airmatanya luruh tak terbendung. Segera menghapus kasar air matanya, dia bergegas mengambil koper dan memasukkan barang-barangnya. Tekadnya sudah bulat, dia akan segera pergi dari rumah Stella.
...***...
kok milih perempuan kasar bgt nganggep cocok to dia
aneh sich
tp bnyak kok orang yg ga paham dng pilihannya