Rayna Sasa Revalia, gadis dengan karakter blak-blakan, humoris, ceria dan sangat aktif. Dia harus meninggalkan orang tua serta kehidupan sederhananya di kampung karena sebuah kesialan sendiri yang men-stransmigrasikan jiwa gadis itu ke dalam sebuah karakter novel.
Sedih? Tentu. Namun ... selaku pecinta cogan, bagaimana mungkin Rayna tidak menyukai kehidupan barunya? Masalahnya, yang dia masuki adalah novel Harem!
Tapi ... Kenapa jiwa Rayna harus merasuki tubuh Amira Rayna Medensen yang berkepribadian kebalikan dengannya?! Hal terpenting adalah ... Amira selalu di abaikan oleh keluarga sendiri hanya karena semua perhatian mereka selalu tertuju pada adik perempuannya. Karena keirian hati, Amira berakhir tragis di tangan semua pria pelindung Emira—adiknya.
Bagaimana Rayna menghadapi liku-liku kehidupan baru serta alur novel yang melenceng jauh?
~•~
- Author 'Rayna Transmigrasi' di wp dan di sini sama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Protagonis Pria Ketiga
Rayna langsung terbangun dari mimpinya mengagetkan dua orang cowok di ruangan itu. Ia terengah-engah dengan ekspresi linglung.
“Sshh,” ringisnya saat merasakan kepalanya berdenyut teramat sakit. Lalu ia bergumam rendah dengan heran, “Itu mimpi? Tapi kok, nyata banget. Apa.. ingatan Amira?”
Arsa dan Amzar langsung berdiri bersamaan dan menghampirinya di kiri dan kanan samping Rayna.
“Rayn? Lo gak pa-pa?” tanya Arsa dengan kekhawatiran di dalam nada suaranya yang datar.
Amzar hanya diam menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.
Rayna yang masih memegang kepalanya dengan kepala tertunduk langsung mengangkat kepalanya dengan terkejut.
Melihat dua orang cowok tak terduga, ia semakin terkejut sehingga melupakan rasa sakitnya. Rayna bertanya bingung, “Kalian ngapain di sini?”
***
“Rayna! Ayo ke rumah sakit sekarang!”
Rayna bahkan belum memasuki gerbang rumahnya, ia sudah di sambut dengan teriakan panik Alisa, tidak lupa dengan ketiga pria di belakang Alisa yang berwajah serius.
“Ngapain ke rumah sakit?” Rayna bertanya aneh.
“Kan kamu ke pukul bola!”
Rayna menatap Alisa dengan mengernyit, “Mamah tau dari mana?”
Alisa langsung gelagapan. Ia melirik suami dan kedua putranya dengan mata meminta bantuan.
“Tadi ada yang laporin.” Galih berujar datar.
Alisa mengangguk dengan tergesa menyetujuinya.
Rayna menatap kedua kakaknya untuk melihat jawaban. Mereka sama-sama mengangguk. Tadinya Rayna mau bertanya siapa, tapi dugaannya langsung tertuju pada salah satu guru yang kemungkinan tahu.
“Oh. Tapi ngapain Rayna ke rumah sakit, Ma? Rayna gak pa-pa kok. Cuma pusing aja dikit.”
Alisa menatapnya ragu, “Beneran, Cuma pusing aja? Udah dikompres, kan?”
Rayna mengangguk santai. Yang terkena bola memang bagian samping kepalanya. Jadi Rayna hanya sakit sebelah.
Alisa mengalihkan pandangan ke ketiga pria di belakangnya. Keluarganya itu saling memandang dengan arti yang sama sekali tidak bisa Rayna mengerti.
Pandangan Alisa kembali pada Rayna dengan raut rumit. Lalu ia menghela nafas, “Yaudah. Kalo gitu, kamu istirahat yang banyak. Besok kamu gak di izinin sekolah sama Mamah. Pokoknya, sakit kepalanya harus ilang total dulu, oke?”
Rayma memprotes, “Tapi Ma—“
“Mau ke rumah sakit sekarang, apa besok gak sekolah untuk istirahat?” Alisa memotongnya dengan tegas.
Rayna menurunkan bahunya dengan pasrah, “Oke, oke. Istirahat aja, deh.”
Alisa tersenyum puas.
Rayna merasa sedikit aneh semua kejadian hari ini. Termasuk sikap keluarganya yang tidak bisa Rayna pahami.
Saat tadi ia pingsan, ia dengan jelas mengingat entah apa itu ingatan atau mimpi. Rayna masih belum bisa menyimpulkan.
Lalu, ia merasa aneh dengan tingkah kedua cowok yang menjadi protagonis. Saat ia di UKS, ia jelas kaget dengan kehadiran mereka. Rayna tidak marah atau kesal kepada Amzar hanya karena menyebabkan ia pingsan, tpi dengan perawatan Amzar terhadapnya, menunggunya, dan bahkan mengantarkan pulang, sangat tidak masuk akal baginya.
Ya, tadi Rayna pulang dengan di antarkan Amzar dengan menggunakan mobilnya.
Sebelumnya, yang paling membuat Rayna termangu adalah Amzar dan Arsa harus berdebat dulu untuk mengantar ia pulang. Lalu Amzar memenangkan perdebatan dengan alasan Rayna tanggung jawabnya.
Rayna sama sekali tidak menolak kedekatannya. Namun ia merasa ada sesuatu yang salah. Ia merasa terlalu mendadak. Seharusnya Amzar orang yang lebih dingin dari Arsa. Bahkan ia lebih anti dari cewek yang kegatelan. Rayna kira, Amzar orang yang paling sulit di dekati. Namun nyatanya tidak. Selama di UKS, sampai cowok itu mengantar ke rumahnya, Rayna memang merasa sikapnya dingin. Tapi Rayna selalu menangkap pandangan Amzar saat diam-diam menatapnya.
Ada apa? Entahlah. Rayna tidak bisa memikirkannya sekarang. Ia hanya ingin rebahan dan mengistiratkan kepalanya yang masih sakit. Di tambah dengan semua pertanyaan yang belum terjawab di pikirannya, Rayna merasa kepalanya semakin pusing.
Saat ia sampai di kamar, Rayna membersihkan diri. Setelah itu, ia langsung merebahkan diri dan tidur siang.
Amzar Leonard Alderick. Protagonis pria ketiga. Cowok blasteran Indo-Cina yang tidak kalah dingin dengan protagonis lainnya. Ibunya memang dari cina, namun ayahnya asli Indonesia.
Amzar merupakan cowok paling terkenal di kalangan cewek. Rupanya yang di atas rata-rata dan mencolok membuat cewek manapun selalu meliriknya. Sayangnya, Amzar anti cewek. Bukan sebab tidak normal, Amzar sangatlah normal, namun ada suatu alasan yang membuat sikap dia lebih dingin kepada seorang perempuan. Termasuk ibunya.
Di dalam novel, alasan tersebut di sebabkan Amzar di tinggalkan oleh seorang gadis yang paling di cintainya. Bisa di bilang, teman masa kecilnya. Mungkin itulah penyebab ia menjadi tidak mau terlalu dekat dengan perempuan lagi, Amzar takut di tinggalkan lagi. Apalagi, perasaan Amzar sangat dalam, membuat lukanya menjadi lebih dalam ketika gadis itu pergi.
Rayna tidak tahu siapa gadis itu, dan Rayna juga tidak tahu arti ‘pergi’ yang di maksud. Entah memang pergi menjauh atau pergi meninggal dunia. Di dalam novel sama sekali tidak di sebutkan namanya, apalagi kemunculannya. Masih menjadi misteri.
Dan di sinilah peran Emira berlangsung. Emira dan Amzar jarang bertemu. Kelas mereka berbeda, dan jarak mereka pun selalu jauh. Namun, Amzar tidak sengaja melemparkan bola basket mengenai Emira yang saat itu tengah berjalan santai. Emira tidak sengaja lewat tepi lapangan basket, ia berniat ke ruangan guru. Namun ia menjadi korban. Bola mengenai kepalanya menyebabkan Emira langsung pingsan.
Di sana, Amzar bertanggung jawab. Itu adalah kali pertamanya ia bertemu dengan Emira, namun ia mempunyai perasaan yang berbeda saat dia menggendong Emira menuju UKS, hatinya sama sekali tidak menolak kedekatan dengan gadis di gendongannya. Namun Amzar menyangkal perasaan aneh di hatinya, ia tak mau kejadian yang sama terulang.
Tidak sampai di situ, Amzar terus menerus menggunakan egonya untuk menghalangi perasaan itu. Namun hati tidak bisa di bohongi, selama dia bertanggung jawab sampai Emira sembuh kembali, Amzar selalu ingin dekat dengannya.
Melihat sikap yang hampir sama dengan seseorang di hatinya, perasaan Amzar semakin dalam. Amzar tidak bisa menyangkal lagi, akhirnya dengan terang-terangan ia mendekati Emira. Semakin lama, Amzar semakin jatuh cinta. Dan dia berhasil melupakan gadis itu. Sikapnya berubah dan tak sedingin dulu.
“Kok kejadiannya sama persis kaya tadi, sih?” monolog Rayna menggigit bibirnya cemas.
“Tuh bola kena kepala gue, sama. Amzar pasti yang gendong gue, sama. Lalu, dia mau tanggung jawab dan ngerawat gue lagi. Kok sama lagi, sih? Pasti Cuma kebetulan, kan?” Rayna bergumam panik.
“Padahal, gue Cuma ngikut Luna liat cogan main basket. Gue juga gak nyangka bakal ada Amzar di sana. Gue duduk santai, bukan lewat. Jadi gue gak salah di sini!” sangkalnya tidak terima.
Tentu saja Rayna tengah berbicara dengan dirinya sendiri.
“Kejadiannya kapan, ya?” pikiran Rayna melayang mengingat kejadian di novel. “Kalo gak salah.. waktu pertandingan sama sekolah lain, kan?”
Mengingat dengan jelas, kepanikan dan kecemasan Rayna langsung hilang. Walaupun kejadiannya sama persis, Dia pikir asal waktunya tidak sama.
Waktu menunjukan pukul sembilan malam. Namun Rayna tidak bisa tidur. Karena saat siang tadi, dia tidur sampai sore. Ponselnya di charger, dan Rayna merasa gabut sekarang.
Saat sore tadi, Rayna diserang pertanyaan dan kekhawatiran Emira tentang kejadian itu. Namun Rayna mengatakan baik-baik saja. Emira sama sekali tidak tahu saat di sekolah, ia mengetahuinya mungkin saat pulang sekolah. Kemungkinan pula Alisa yang memberitahunya.
Rayna belum keluar kamar dari sore itu. Makan malam pun Rayna lewatkan. Walaupun Alisa mengetuk kamarnya, Rayna tidak lapar. Namun akibatnya, Rayna merasa sangat lapar sekarang. Ia ingin memakan cemilan, bukan nasi.
Sakit di kepalanya sudah menghilang sedikit. Hanya sedikit pusing. Rayna berniat keluar rumah untuk membeli cemilan.