Kisah ber-genre fantasi yang menceritakan seorang anak konglomerat di suatu negara yang terjebak hubungan dengan dosennya sendiri. Violia Lavina seorang mahasiswi yang agak "unik" yang entah bagaimana bisa terjebak dengan dosennya sendiri, Leviandre. Dalam hubungan sakral yakni pernikahan.
Katanya terkait bisnis, bisnis gelap? Unit Pertahanan negara? Politik? SECRETS, mari kita lihat rahasia apa saja yang akan terkuak.
Violia said:
Demen ya pak? Tapi maaf, bapak bukan tipe gw.
And Leviandre said:
Berandalan kayak kamu juga benar-benar bukan tipe saya.
Disclaimer, cerita ini adalah cerita pertama dari sayaa, oleh karena itu isi novel ini jauh dari kata sempurna. Serta cerita ini memiliki alur yang santai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FairyMoo_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Twenty Three
"Vi." panggil Levi pelan. "Ya?" jawab Vio tanpa berbalik dari posisinya. "Vio." panggilnya lagi, Vio menyadari entah kenapa suara Levi seperti baru bangun tidur. "Apa? Bapak sakit?" ujar Vio khawatir dan berbalik menatap Levi.
Saat berbalik Vio melihat Levi yang menghadapnya dan menatap Vio dalam. "Pak? Bapak beneran sakit? Demam?!" panik Vio melihat wajah Levi yang merah dan berkeringat, ia reflek menyentuh dahi Levi untuk mengecek suhu tubuhnya.
Saat tangan Vio berada di kening Levi, dengan cepat Levi menangkup tangan Vio dan mengubah posisi menjadi menindih Vio. "Pak?!" sentak Vio kaget karena pergerakan tiba-tiba dari Levi. Levi menatap Vio dalam, ia memperhatikan setiap detail wajah Vio.
"Apakah hanya perasaan saya, atau memang seharian ini kamu terus menggoda saya?" tanya Levi menangkap mata Vio. Suara Levi serak, tatapannya pun sangat aneh, pikir Vio. "Hah?" ucap Vio otaknya masih belum terkoneksi. Satu tangan Levi menyentuh pinggang Vio.
"Pak?! Apa-apaan sih? Bapak mau bercanda?? Ini udah malem jangan aneh-aneh deh." ujar Vio. Sebelah tangan Vio menangkup tangan Levi yang berada di pinggangnya sedangkan tangan Vio satunya masih berada dalam genggaman Levi yang Levi tekan di kasur guna menahan badannya agar tidak menubruk Vio.
"Main? Biar saya ingatkan kalau kamu lupa," ujar Levi sedikit mendekatkan wajahnya pada Vio. Vio mulai merasakan sinyal darurat dari dalam dirinya, ia tak mengetahui apa yang sedang terjadi, apa Levi marah padanya? Dirinya bingung sekarang.
"Pagi-pagi kamu meluk saya tiba-tiba sambil bicara hal aneh tentang panggilan, kamu hanya memakai baju yang menutupi dada dan rok hanya setengah paha. Lalu kamu ngajak saya nonton film dewasa dengan kondisi gelap dan kamu terus menyentuh saya, habis itu kamu dengan seenaknya naik kepangkuan saya. Tak lupa kamu yang memakai baju renang yang terbuka dan menyentuh saya, dan sekarang kamu memakai baju ini." ujar Levi mengingatkan semua hal aneh yang Vio lakukan hari itu.
"Jadi, apakah saya salah berpikir kamu sedang menggoda saya?" ujarnya lagi, suara Levi semakin memberat. Vio mulai memahami situasi, tapi bukankah manusia di atasnya ini tidak normal? Ia sudah yakin 100 persen tadi. Tak mendapatkan jawaban, Levi meremas pinggang Vio guna menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Pak!" sentak Vio kembali, perasaannya campur aduk sekarang. Debar jantung serta mual dan rasa aneh di perutnya terus ia rasakan sejak tadi bercampur dengan pikirannya yang kacau, ia berusaha memahami situasi tersebut. Levi mendekat pada telinga Vio, "Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu." ujarnya berbisik di telinga Vio.
"Pak! Tunggu-tunggu," ujar Vio, jujur ia mulai panik dan takut sekarang. "Biar gw jelasin dulu, sebelum itu gw mau nanya." ujarnya kalut.
"Bapak normal?" tanya Vio langsung. Levi yang ada di sana terlihat bingung dengan pertanyaan Vio, ia tak mengerti kearah mana pembicaraan Vio itu.
"Se..sebenarnya, gw hari ini mencoba untuk mengecek apakah bapak pria normal." ujarnya gugup karena pandangan Levi yang tak lepas darinya. "Tapi cuman sampai kita habis nonton kok!" ucapnya jujur.
"Vi? Jadi itu yang kamu bilang sejak pagi, bahwa saya ga normal?" perjelas Levi. Vio menganguk takut. Entah, aura yang keluar dari Levi saat ini sungguh menakutkan menurut Vio.
"Hah, jadi kamu berfikir saya ga normal sehingga kamu semena-mena sejak di kolam?" ucapnya sambil mendesah berat. Ia menatap Vio tajam, Vio yang di tatap pun semakin tak karuan.
"Cup!" Dengan cepat bibir Levi telah menempel pada bibir Vio, ia mulai melumat bibir Vio. Vio yang terkejut memukul-mukul lengan Levi dengan satu tangannya.
Levi beralih dari bibir ke telinga Vio. "Saya lelaki normal Vi, bahkan sangat normal." bisik Levi kemudian ia mengecup telinga Vio.
"Em- p-pak!!" keluh Vio, ia merasakan sensasi geli di sekujur tubuhnya. "Katakan, apa yang membuat kamu berpikir saya tidak normal?" tanyanya.
"I-iya, ini bisa lepasin gw dulu ga?!" ucapnya kalut. Levi melepaskan tangan Vio yang ia tangkup di tepi mereka dari tadi, tapi bukannya melepaskan Vio, ia semakin menindih Vio, kali ini lebih dekat sebab Levi hanya bertumpu dengan sikutnya.
"Jelaskan sekarang." perintah Levi. "I-itu karena pas gw mabuk hari itu dan ga sengaja ngegoda bapak, gw ingat bapak benar-benar ga tertarik." ujarnya sambil melihat kesamping, ia tidak kuat untuk menatap Levi. "A-abis itu gw cerita ama temen gw, dia psikolog. Ja-jadi kita nyimpulin bapak ga normal. Jadi kita ngide buat ngetes itu." ujarnya bergetar, sungguh saat ini Vio takut pada dosennya itu.
Levi mengusap wajah Vio lembut. "Entah itu ingatanmu yang salah, atau saya yang benar-benar jago menyembunyikannya. Malam itu saya juga amat tersiksa karena kamu, saya tidak tidur semalaman karenanya." ujar Levi mengakui. Vio yang mendengar itu kembali menatap Levi.
"Saya ga mau ngebuat kamu takut Vi, apalagi saat itu kamu lagi mabuk saya harus menahan diri. Dan saya masih menghargai isi kontrak kita yang kamu tulis." ujarnya. Vio cukup terkejut mendengar pernyataan itu.
"Selain itu saya ga mau nyentuh kamu atas dasar nafsu, tapi hari ini kamu terlalu menguji saya."
"Apa itu sebabnya kamu nangis tadi pagi?" tambah Levi bertanya. Vio menganguk ragu. "Gw liat bapak menikmati film itu hingga bapak ngeluarin suara aneh, jadi gw yakin bapak kek gitu tadi." jujurnya. "Itu karena kamu terus menerus menyentuh area sensitif saya." ujar Levi tak habis pikir.
"Ma-maaf." ujar Vio, dirinya benar-benar menyesal telah melakukan hal tak senonoh itu.
Jujur saja Vio masih belum siap untuk melakukan hal itu, tapi ini juga salahnya karena ia menggoda lelaki yang normal itu, jadi apakah ia harus bertanggung jawab?
"P-pak, gw belum si-siap." jujur Vio. Levi terkekeh pelan. Ia turun dan berhenti menindih Vio, ia berdiri di samping ranjang. " lSaya mau ke kamar mandi dulu, saya ingin berendam untuk menenangkan perasaan saya. Saya mohon ganti pakaian kamu itu." ujarnya lalu berlalu kearah kamar mandi begitu saja.
Melihat Levi telah memasuki kamar mandi, Vio dengan cepat bangkit dan berlari kearah ruang ganti, sesampainya di sana ia menjatuhkan diri kelantai, jujur saja kakinya sangat lemas.
Setelah sedikit tenang Vio mengganti pakaiannya cepat, ia memakai hoodie dengan kulot panjang yang menutupi kakinya hingga telapak kaki.
"Entah gw harus seneng atau takut sekarang. Gimana gw mau ngehadepin dia 3 hari kedepan? Mana nih kejebak bedua di pulau lagi!" gerutu Vio yang telah selesai berganti pakaian. Kemudian dirinya mengelurkan sedikit kepalanya dan melihat keadaan di kamar itu, ia tidak melihat Levi yang artinya laki-laki itu masih belum selesai dengan urusannya.
Vio berjalan cepat kearah kasur dan ia langsung menutupi tubuhnya dengan selimut, ia mencoba untuk tidur walau ia benar-benar tidak merasakan kantuknya. Tak lama setelah itu terdengar suara pintu terbuka dari arah kamar mandi.
Vio yang tahu itu adalah Levi, ia berbalik memposisikan dirinya tidur menyamping membelakangi Levi yang tengah mendekat kearah tempat tidur. Levi naik kembali keranjang dan ikut tidur miring menatap punggung kecil Vio.
"Vi." panggil Levi. Vio bingung, haruskah ia merespon panggilan suaminya itu? "Saya tau kamu masih denger saya." ujarnya tenang. Vio dengan pelan berbalik dan menatap Levi dengan sorot bertanya.
"Saya mau nanya," ujar Levi menggantung. Vio hanya menatap Levi sambil menunggu lanjutan dan arah percakapan mereka. "Kamu mau cerai sama saya?" Vio membelalakkan matanya terkejut atas pertanyaan tiba-tiba dari Levi. Perasaan tak enak menghampiri Vio, ia kembali merasakan sesak.
"Jawab aja Vi." sambung Levi sambil tangannya mulai merangkul pinggang Vio. Ia masih terbayang kelakuan istrinya itu tadi. Melihat Vio yang tak kunjung menjawab pertanyaannya, Levi kembali bersuara "Tadi kamu nangis gara-gara ngira saya ga normal kan? Apa itu artinya kamu ada rasa sama saya? Apa saya salah?" tanya Levi beruntun dengan tatapan yang tak lepas dari Vio.
Mendengar itu Vio refleks menatap Levi dan wajahnya mulai memerah malu. "Hm?" tanggap Levi melihat Vio.
"Ga tau." jawab Vio asal. "Apa yang ga tau?" tanya Levi lagi. "Emang kenapa? Bapak mau cerai?" tanya balik Vio.
Levi sedikit menghela nafasnya, "Saya nanya Vi, kenapa kamu malah balik nanya?" ujarnya seraya menghela nafas kasar.
"Sebenarnya saya telah berkomitmen sejak dulu untuk hanya menikah sekali seumur hidup saya." ungkap Levi jujur.
"Jika kamu mulai ada rasa sama saya, tidak sulit bagi saya untuk membangun rasa pada kamu, karena saya sudah cukup tertarik sama kamu." ujar Levi lagi.
Vio sedih juga senang mendengar perkataan Levi, ia sedih mengetahui Levi tidak atau belum ada rasa dengannya, sementara itu ia cukup senang mendengar Levi mau mencoba menyukainya.
Levi menjauhkan tangannya dari pinggang Vio, "Yaudah, sepertinya saya salah paham. Kalau begitu saya akan lebih serius mencari faktor yang dapat menjadi alasan kita untuk bercerai." ujar Levi seraya hendak berbalik memunggungi Vio.
Dengan cepat Vio menarik baju di bagian pinggang Levi guna menghentikan pergerakan orang itu. Levi berhenti dan menatap Vio. Terlihat Vio sedikit menggeleng disana. "Kenapa?" tanya Levi kembali pada posisi awalnya.
Vio yang tampak sedikit berfikir lalu dengan cepat mendekat kearah Levi dan memeluknya. Levi tak tau kenapa dengan Vio ini. Vio menggelengkan kepalanya dalam pelukan Levi, "Kenapa Vi?" tanya Levi lembut.
"Gamau," ujar Vio pelan seperti berbisik.
Levi memahami apa maksud istrinya itu, tapi ia ingin mendengarnya lebih jelas. "Apanya yang gamau?" sabar Levi. "Ce-cerai." cicit Vio, dirinya malu mengatakan hal itu.
Levi yang mendengarnya cukup gemas. Pikir saja, cewe sebadas Vio mencicit lucu di pelukan Levi, siapapun akan gemas dan tak menyangka melihat itu bahakan diri Vio sendiri sekarang.
"Jadi? Benar kamu suka saya?" tanya Levi mulai menggoda Vio, tangannya kembali memeluk pinggang Vio. Levi merasakan Vio menganguk dalam pelukannya, terlihat Levi yang tengah menahan tawanya gemas.
"Hm, saya ga janji bisa membalas perasaan kamu entah cepat atau lambat." ujar Levi.
Vio mengangguk mendengar itu, "Kalo gitu, gw juga bakalan berusaha ngebuat bapak suka ama gw." ujar Vio berbisik dan semakin mengeratkan pelukannya pada Levi. Setelah itu mereka sama-sama tidak bersuara dan hanya menikmati pelukan satu sama lain hingga mereka terlelap dan berakhir tidur dengan keadaan saling berpelukan.
...»»---->To Be Continued<----««...
...Helloo~ udah di chapter dua tiga sekarang! ...
...Gimana cerita sejauh ini? kejauhan ya? wkwkwk...
...Bye byee~ See you in next part👋🏻...