Bagi orang lain, aku adalah Prayasti Mandagiri Bhirawa.
Tapi bagimu, aku tetaplah Karmala Bening Kalbu.
Aku akan selalu menjadi karma dari perbuatanmu di masa lalu.
Darah yang mengalir di nadi ini, tidak akan mencemari bening kalbuku untuk selalu berpihak pada kebenaran.
Kesalahan tetaplah kesalahan ... bagaimanapun kau memohon padaku, bersiaplah hadapi hukumanmu!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ➖ D H❗V ➖, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. ADDITIONAL POIN
Dokter Rossy menyetujui beberapa persyaratan yang tertulis, di antaranya tentang misi yang sifatnya rahasia. Dokter Rossy sudah paham betul tentang hal ini, karena sudah terbiasa bekerja dengan klan Garcia.
Juga menyetujui beberapa syarat dan ketentuan selama menjalankan perannya. Tentang make up, hair do, gaya busana dan sikapnya selama bersama Prado, yang harus sama persis dengan Prada. Tidak berlebihan dan dilarang melakukan improvisasi. Harus benar-benar sesuai arahan Brown, si sutradara oleng.
"Setidaknya aku bisa mengenal karakter Prada dengan mempelajari sikap dan perilakunya, jadi lebih mudah kalau PDKT nantinya." dokter Rossy sedang menimbang plus minusnya bila dia bersedia menjalankan peran itu.
"Dan yang paling penting, aku bisa lebih mengenal type pria seperti apa Prado, dari caranya memperlakukan adik kembarnya itu."
Tapi dokter Rossy menambahkan persyaratan khusus, karena dia melakukan peran ini tanpa meminta bayaran sepeserpun.
Hanya satu permintaan dokter Rossy :
Seberapa banyak waktu yang dihabiskan oleh dokter Rossy dalam menjalani peran figuran tersebut, sebanyak itu pula Prado harus menghabiskan waktu bersama dokter Rossy sebagai kompensasinya. Dan hanya dokter Rossy yang berhak mengatur kapan, berapa kali dan berapa lama waktu untuk bertemu Prado.
Syarat lainnya : Prado harus selalu bersikap manis dan perhatian padanya, selama menghabiskan waktu bersamanya.
Waktu itu harus ditotal secara detail dan tepat. Terhitung dari saat dibuntuti Brown seharian, persiapan latihan peran, persiapan make over, saat menjalankan peran sampai dia diantar kembali ke rumah.
Brown sampai melongo ketika membaca persyaratan yang diberikan oleh dokter Rossy.
"Cerdik juga dokter yang satu ini. Persyaratannya memang terlihat sederhana, tapi tidak akan mudah saat dipraktekkan nanti." Brown mengetuk-ngetukkan pena di meja.
"Aku pasti setuju dan senang-senang aja. Dengan begitu ada kesempatan bagi tuan Prado untuk mengenalnya. Dan kalau mereka berjodoh, setidaknya tuan Prado sudah punya pawang nantinya," batin Brown sambil tersenyum miring. Karena sibuk memikirkan status tuannya, Brown sampai lupa akan statusnya sendiri yang juga seorang jomblo akut.
"Baiklah, saya akan menyampaikan persyaratan dari Anda pada tuan Prado." Brown meletakkan kembali berkas itu di meja.
"Saya tidak akan memaksa tuanmu yang dingin itu menerima persyaratan dariku. Karena saya pun tidak pernah berminat untuk menjadi artis," balas dokter Rossy ketus.
Beberapa saat kemudian, pramusaji mengantarkan makanan dan minuman yang mereka pesan. Mereka menghabiskan makanan itu dalam diam dengan pikiran yang berkecamuk di kepala masing-masing.
Dalam hati dokter Rossy berharap Prado akan menyetujui persyaratan yang diajukannya. Dan dokter Rossy tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas itu.
Sementara Brown sedang memikirkan cara bagaimana membujuk tuannya agar menyetujui persyaratan itu. Haruskah secara jujur atau dengan jebakan? Tapi kalau sampai tuanmya itu sadar akan jebakan yang dibuatnya, bisa-bisa Brown akan menjadi bubur adonan beton.
"Hhiiii ..." tanpa sadar Brown bergidik ngeri membayangkan mukanya jadi lantai beton cor.
Dokter Rossy melotot heran melihat tingkah Brown. "Apa yang Anda pikirkan? Awas bila sampai Anda merencanakan hal negatif pada saya!" warningnya.
"Ti ... tidak Nona, saya tidak berpikir seperti itu," Brown jadi gugup melihat tatapan galak dokter Rossy.
"Semoga galaknya bisa luntur bila sudah menikah dengan tuan Prado nanti." Brown berlagak memanjatkan doa setelah makan. Padahal isi doanya tidak ada hubungannya sama sekali.
Setelah pertemuan itu, dokter Rossy kembali ke apartmentnya, sementara Brown dengan pikiran gamang mengendarai mobilnya menuju kantor Prado.
Di benaknya masih berpikir, akankah Prado menyetujui persyaratan itu? Atau haruskah Brown menemui kandidat pemeran figuran yang satu lagi? Siapa tahu kandidat lainnya itu hanya mengajukan syarat yang lebih ringan. Syukur-syukur mau diberi uang atau sekedar barang mewah sebagai kompensasi.
Brown mencari U TURN untuk berputar arah.
"Sial, sudah terlewat jauh di belakang sana." Brown memaki dirinya sendiri, karena U TURN berikutnya jaraknya masih sangat jauh.
Brown memusatkan konsentrasinya, tak mau terlewat lagi.
"Sepertinya aku harus minta ijin dulu. Jangan sampai singa betina itu marah besar karena anak buahnya aku pinjam," batin Brown sambil meraih ponselnya.
"Hallo ... selamat siang, maaf mengganggu waktu Anda, saya Brown."
"Katakan apa perlumu!" suara di seberang sana terdengar kaku dan tegas. Meskipun setelahnya terdengar tawa merdunya bersahutan dengan tawa seorang anak lelaki. Brown sampai menajamkan telinganya, tidak percaya bahwa singa betina itu bisa juga tertawa.
Brown menceritakan secara detail tentang maksudnya. Termasuk latar belakang kejadian kenapa harus ada sandiwara itu. Bahwa Brown membutuhkan salah satu anak buah wanita itu untuk memerankan sebagai Prada.
"Hmmm ... siapa yang kau inginkan?"
"M 1 ... Nona," jawab Brown yakin.
"Mildrett sedang cuti. Ibunya sakit," lagi-lagi hanya jawaban pendek dan tegas yang terdengar.
"Sayang sekali Nona. Bagaimana ... bagaimana jika ...?"
"Katakan, jangan setengah-setengah. Sudah berapa lama kau bekerja?" suara wanita di seberang semakin terasa mencakar-cakar wajah Brown.
"Galak amat Anda Nona," batin Brown sambil mengelus pipinya yang seolah terasa perih karena cakaran singa betina.
"Ehm ... ehm ... bila Nona tidak keberatan, apakah Nona bersedia melakukan peran itu?"
Bila mengahadapi sulung klan Garcia ini, Brown jadi mati kutu, seperti pria yang kalah sebelum menyatakan cinta.
Saking gugupnya, kemudi Brown sampai oleng ke kiri dan hampir menabrak wanita yang sedang mencegat taxy. Wanita itu melotot, meneriaki Brown sambil mengacungkan jari tengahnya.
Brown sampai menoleh menajamkan pandangannya, "Bukankah itu si waria yang ada di swalayan tadi?"
"Hallo ... hallo ... " suara wanita di seberang karena tidak ada respon dari Brown.
"Kuanggap kau sudah mendengar jawabanku," lanjutnya.
Lalu ... tut ... tut ... tut ... sambungan telepon itu pun terputus.
Brown memperlambat laju mobilnya, "Sial ... U TURN terlewat lagi! Waria sialan!!!" teriaknya kesal.
Mobil berhenti di area parkir taman kota. Brown butuh mendinginkan kepalanya. Hari yang melelahkan baginya. Pengintaian sehari penuh, dibelai-belai waria, cari solusi opsi ke dua, eh digagalkan waria itu lagi.
Brown mengingat-ingat, "Apa jawaban Nona tadi, kenapa aku sama sekali tidak mendengarnya?"
Brown menepuk keningnya.
"Apakah Nona mengajukan syarat juga?"
Bila ada yang melihat, pasti mengira Brown sudah gila, bicara sendiri sambil menepuk kening dan memukul kemudi berkali-kali.
"Sial ... sial ... andai aku punya empat telinga," racaunya sudah mulai tak masuk akal.
Brown memutuskan untuk menemui Prado di kantornya. Bila tuannya itu menolak persyaratan dari dokter Rossy, maka Brown akan meminta Prado sendiri untuk meminta bantuan pada kakak sulungnya.
"Ya ... ya ... begitu lebih baik. Akhirnya kau mendapatkan solusi terbaik. Kau memang cerdas Brown," katanya bangga sambil menepuk dadanya sendiri. Kelakuan yang absurb yang tidak akan diperlihatkan di depan musuhnya dan terutama di depan Mr. Anthony.
Akankah Prado menyetujui persyaratan yang diajukan oleh dokter Rossy? Dan apa tanggapan kakak sulungnya bila Prado meminta bantuannya secara langsung?