"Buka hatimu untukku kak Praja," mohon Ardina Rezky Sofyan pada sang suami dengan penuh harap. Air matanya pun sejak tadi sudah menganak sungai di pipinya.
Pernikahan sudah berlangsung lama tapi sang suami belum juga memberinya kebahagiaan seperti yang ia inginkan.
"Namamu belum bisa menggantikan Prilya di hatiku. Jadi belajarlah untuk menikmati ini atau kamu pergi saja dari hidupku!" Balas Praja Wijaya tanpa perasaan sedikitpun. Ardina Rezky Sofyan menghapus airmatanya dengan hati perih.
Cukup sudah ia menghiba dan memohon bagaikan pengemis. Ia sudah tidak sabar lagi karena ia juga ingin bahagia.
Dan ketika ia menyerah dan tak mau berjuang lagi, akankah mata angin bisa berubah arah?
Ikuti perjalanan cinta Ardina Rezky Sofyan dan Praja Wijaya di sini ya😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Perempuan Bersuami
Selfina tersenyum cerah saat mendengar Praja Wijaya mengajaknya ke Jakarta hari ini juga. Ia sampai berusaha menata debaran di dadanya dengan perasaan yang membuncah bahagia.
"Jangan bengong saja, cepat pulang dan persiapkan barang yang akan kamu bawa. Aku akan menjemputmu satu jam lagi," ujar Praja seraya meraih handphonenya dan berjalan keluar dari ruang kerjanya.
"Tapi bapak tidak akan meninggalkan saya lagi 'kan?" tanya Selfina dan berhasil membuat Praja terhenyak.
Ia yang sudah hampir sampai di depan pintu langsung berbalik. Ia menatap sekretarisnya dengan senyum diwajahnya.
"Tentu saja tidak."
Selfina balas tersenyum. Ia pun segera mematikan layar laptopnya kemudian segera berkemas pulang. Ia hanya mempunyai waktu satu jam untuk bersiap dalam perjalanan panjang ini.
Mereka berdua pun meninggalkan perusahaan karena harus berada di Jakarta sebelum malam. Acara pertemuan para pengusaha itu akan dilaksanakan pukul 19.00.
"Aku minta izin ke Jakarta ma pa," ucap Praja sebelum berangkat.
"Ada urusan pekerjaan ya?" tanya keduanya bersamaan.
"Iya."
"Kalau begitu hati-hati dan bawa pulang hasil yang baik." Alif menepuk bahu sang putra dengan senyum diwajahnya.
"Insyaallah pa. Akan aku bawakan hadiah juga untuk papa dan mama."
Alif dan Dewinta saling berpandangan kemudian tersenyum. Mereka berharap apa yang dicita-citakan oleh sang putra bisa tercapai dengan sangat baik.
Tak menunggu waktu lama, ia pun menjemput Selfina dan segera berangkat. Yusra Yusuf sudah berangkat terlebih dahulu sebelum jam makan siang, jadi mereka akan bertemu di hotel saja.
Sementara itu, Ardina juga sudah kembali ke rumahnya sore itu dan akan bersiap untuk keluar bersama dengan Maher Abdullah sang bos. Akan tetapi disisa waktu yang ada, ia mengusahakan untuk bermain sebentar dengan putranya.
"Ibu, berikan buburnya, biar aku aja yang kasih makan si pria paling ganteng sejagat ini hehehe," ujar Ardina seraya meraih mangkuk bubur dari tangan sang ibu.
"Biarkan ibu saja. Kamu bahkan belum beristirahat Din.
"Gak apa-apa Bu. Kalau lihat David, perasaan lelah langsung hilang." Asna pun akhirnya menyerahkan mangkuk berisi bubuk ayam kesukaan David.
"Sini sayang, coba kita baca doa sebelum makan dulu ya," ucap Ardina kemudian membaca doa sebelum makan yang hanya disimak oleh sang putra. David hanya bisa berceloteh dengan riang tapi tak jelas.
"Oh belum bisa ya sayang. Gak apa-apa yang penting David udah bisa bilang ma-ma hehehe," ujar Ardina seraya mencium dengan gemas pipi gembul sang putra.
"Ma- ma pa-pa," balas anak itu dengan wajah gembira. Ia sampai tersenyum lebar seolah-olah berhasil mendapatkan sebuah hal besar.
Tangannya menggapai-gapai mangkuk bubur yang dipegangnya karena sudah tak sabar. Rupanya ia sudah sangat lapar.
Dahi Ardina mengernyit. Ia menatap ibunya yang berada di sana dengan tatapan tanya.
"Ma-ma Pa-pa, mama papa," ujar David lagi tergelak. Ardina pun menyuapkan bubur itu kemudian bertanya pada sang ibu.
"Ibu yang ngajar David nyebut papa?" Asna hanya tersenyum kemudian mengangguk.
"David akan tumbuh besar dan pasti akan menanyakan siapa papanya Din. Lalu kenapa kamu begitu risau?"'
"Itu alami nak. Itu sudah jadi hukum alam. Kamu tak akan bisa memiliki David seorang saja. Bagaimanapun kehadiran David di dunia ini adalah peran penting suamimu."
Ardina terdiam. Ia menarik nafas beratnya. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Rindu dan benci pada suaminya rasanya sama porsinya di dalam hatinya.
"Ah sudahlah Bu." Ardina melanjutkan menyuap sang putra dengan suapan penuh kasih sayang.
"Kalau masih ada cinta di dalam hatimu, terimalah Praja kembali Din. Insyaallah hatimu akan terlindungi dan juga akan aman.'
"hap, mmm putranya mama kok pintar banget sih," ucap Ardina pada sang putra. Ia berusaha untuk tidak memikirkan Praja lagi meskipun hatinya bertolak belakang.
"David akan mempunyai keluarga yang lengkap. Kamu sayang 'kan pada putramu? Ibu rasa dengan alasan itu kalian bisa bersama lagi."
"Ah entahlah Bu. Aku belum merasa dia benar-benar ingin kembali padaku," ujar Ardina dengan tatapan menerawang.
Sungguh, hatinya masih sangat galau saat ini. Ia sudah cukup bahagia saat ini hanya berdua dengan ibu dan putranya. Dan yang pasti adalah, ia sebenarnya takut untuk berumah tangga lagi.
"Ya sudah. Pikirkan saja baik-baik. Berdoa pada Tuhan dan belajarlah memaafkan," ujar Asna lagi seraya mengambil alih mangkuk bubur itu dari tangan Ardina.
"Katanya ada urusan pekerjaan sebentar. Nah sekarang kamu pergi saja. Biarkan ibu yang melanjutkan makannya David."
"Ah iya bu. Terimakasih banyak." Ardina berucap seraya tersenyum. Ia pun berdiri dari duduknya kemudian segera menuju kamarnya. Mahdi sore, sholat magrib, kemudian bersiap.
🌹
Hotel X.
Ardina melangkah anggun tapi tak kemayu layaknya perempuan-perempuan cantik pada umumnya. Langkahnya cepat-cepat karena kebiasaannya yang dituntut untuk bergerak lincah.
Maher Abdullah pun sama. Meskipun ia sudah berumur tapi sifat disiplin dan gerak cepatnya tidak diragukan lagi. Akan tetapi langkah cepat mereka saat berada di ballroom hotel itu terhenti.
Praja Wijaya bersama dua perempuan cantik di sekitarnya berdiri tak Jauh dari posisi mereka saat ini.
Sial! Untuk apa pula Praja berada di tempat ini. Mengacaukan rencanaku saja, umpat Maher Abdullah di dalam hatinya.
Oh, Tuhan. Ada apa ini? Kenapa dadaku berdebar sangat kencang seperti ini? ujar Ardina dalam hati.
Matanya tak sengaja bertemu dalam satu titik dengan Praja Wijaya yang sampai saat ini masih bertahta kuat dalam hatinya.
Dan tatapan itu membuat sesuatu dari dirinya merasakan hal yang sangat luar biasa. Ia rindu pada pria itu, meskipun ia juga membencinya.
Ia pun menunduk, berusaha tenang dan santai. Meskipun begitu perkataan ibunya ternyata cukup mengganggu pikirannya.
"Hai, kita berjumpa lagi pak Maher," ucap Praja tersenyum. Maher Abdullah tidak menjawab tapi hanya berlalu dari hadapan Praja dan dua orang perempuan cantik itu. Nampak sekali kalau pria itu sedang tidak baik-baik saja.
"Ardina?" tegur Yusta Yusuf yang cukup mengenal perempuan itu. Ardina hanya tersenyum dan mengangguk sopan. Dalam hati ia mengutuk kembali suaminya yang ternyata datang bersama dengan perempuan itu lagi.
"Hey, Ardina. Kalau aku gak salah, kamu istri ke empat Pak Maher 'kan?" Yusta Yusuf meraih tangan Ardina dan tidak membiarkannya pergi.
"Tahu dari mana Mbak?" tanya Ardina dengan wajah mengernyit bingung. Ia kesal.
"Nih, pak Maher baru saja mengunggah kebersamaan kamu dan para istri-istrinya. Wah jadi seneng aku. Akhirnya Praja bisa aku miliki seutuhnya." Yusta Yusuf menunjukkan layar handphonenya pada Ardina. Dan ternyata berita itu sudah ditonton oleh ribuan orang.
"Jangan sembarangan kalau ngomong ya, aku tidak suka. Aku perempuan bersuami dan tidak mungkin melakukan hal semacam itu!" sentak Ardina dengan wajah kesalnya.
Ia pun langsung pergi dari sana dan berhasil membuat Praja Wijaya bagaikan kejatuhan durian runtuh.
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Nikmati alurnya dan happy reading 😊