Aku Shella, seorang gadis yang masih duduk dibangku sekolah Menengah Atas.
Berawal dari penolakan ibu dan saudariku yang usianya terpaut sepuluh tahun lebih tua dariku, membuatku berubah menjadi gadis yang tidak memiliki hati dan pendendam.
Aku juga bertekad ingin merampas apa yang dimiliki oleh saudariku.
Aku bahkan tidak mengeluarkan air mataku saat ibuku dinyatakan meninggal dunia.
Hingga terungkapnya sebuah rahasia yang begitu mengguncang kewarasan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona yeppo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembalilah
Kau pikir aku punya waktu untuk bercanda,?
Kau sendiri, apa yang membuatmu datang..
Sepertinya paman Rangga serius dengan kalimatnya. Membuatku seketika terdiam, mungkinkah aku salah waktu.. ?
Hah,? tidak ada.
Aku akhirnya memilih menunda rencanaku, kabar rencana pernikahan paman Rangga membuatku tidak fokus pada tujuanku.
Lain kali saja paman, aku harus kembali kerumahku.
Aku berlalu begitu saja tanpa mau melihat paman lagi. Ada apa dengan paman Rangga? Mengapa tiba-tiba setuju untuk menikah?
Aku tak bisa membuang rasa cemburuku, namun pada siapa aku bisa menceritakan masalahku? Tidak ada yang mampu mengerti akan perasaanku yang tulus untuk paman Rangga.
Aku pada akhirnya hanya mampu mengirimkan pesan pada Ella, dia tahu apapun yang kupikirkan.
Ella, jika paman Rangga menikah dengan orang lain, apa yang harus kulakukan,?
Heeei, hentikan anganmu itu,,!!!
Aku tertawa kecut melihat balasan yang dikirimkan Ella, aku bisa membayangkan seperti apa wajahnya saat mengucapkan itu.
Memangnya apa yang salah kalau aku menyukai paman Rangga? Mengapa tidak ada yang percaya pada perasaanku?
Aku jadi kesal sendiri, lantas kuputuskan untuk naik ke kamarku lalu tidur saja. Tidak ada yang berjalan baik hari ini.
Ditambah lagi kedatangan saudariku, semakin merusak hatiku saja. Entah mengapa libur kali ini tidak sesuai harapanku.
Saat sore sekitar pukul empat, bos Luo mengumpulkan kami semua. Ia mengatakan akan ada makan malam keluarga dirumah ini.
Mau tak mau aku harus membantu bos Luo untuk menyiapkan makanan yang akan dihidangkan untuk nanti malam.
Bos, dalam rangka apa ini,?
Aku bertanya sambil mengaduk-aduk daun bawang yang telah selesai kupotong-potong.
Jangan mengaduknya, kau pikir itu adonan, ?
Jawab pertanyaan ku dulu bos,,,
Malam ini kita akan kedatangan tamu, jadi tolong jaga sikapmu ya,,?
Memangnya aku anak kecil,?? Selalu saja menyuruhku jaga sikap..
Aku memilih menyibukkan diri saja, terkadang bertanya pada bos Luo tidak selamanya membuahkan hasil yang memuaskan.
Lalu kuperhatikan wajah Ayah yang sudah mulai membaik, luka-lukanya sudah hampir pulih sepenuhnya.
Aku tersenyum melihat nya yang masih sibuk dengan pekerjaan walau sedang berada dirumah. Ayahku memang sangat pekerja keras, tampan dan sangat baik.
Tiba-tiba saja aku sudah berada tepat disamping Ayah, memperhatikan apa yang sedang dikerjakannya.
Ayah, kapan Ayah akan berhenti dari tempat itu,?
Ku lihat rambut Ayah sudah mulai ditumbuhi rambut-rambut berwarna putih, menandakan jika Ayah sudah tak muda lagi.
Setelah kedua putri Ayah menikah, Ayah akan berhenti.
Aku tak bisa menahan mulutku, mana mungkin aku akan rela melihat Ayah yang harus berlarian mengejar penjahat di usia nya yang sudah tidak muda lagi.
Disini saja, jaga kedai bersama bos Luo...
Aku tidak butuh apapun lagi Ayah, aku baik-baik saja dengan semua ini.
Jadi kumohon, tolong berhenti lah bekerja terlalu keras...
Ayah menutup layar laptop nya, memandangimu dengan mata yang nanar. Aku tahu Ayah masih mencari kebenaran diluar sana, aku sangat yakin itu.
Dan itu yang kukhawatirkan, kelak jika Ayah kembali lagi dengan luka-luka di sekujur tubuhnya.
Aku tidak ingin melihat itu lagi, Ayahku tidak harus menahan semua itu sendiri an. Aku bertekad akan membantu Ayah membalaskan rasa sakit yang dirasakannya selama ini.
Seepertinya kau terlalu banyak memikirkan hal-hal yang buruk,.
Pergilah, naik kekamarmu..
Dengan terpaksa aku mengikuti kemauan Ayah, Ayah juga sangat keras kepala jika menyangkut anak-anaknya.
***
Makan malam yang ditunggu-tunggu pun tiba, tamu yang sedari tadi mengganggu konsentrasi akhirnya muncul juga.
Namun lagi-lagi logikaku tidak dapat berjalan dengan baik, tamu yang kupikir adalah orang yang sama sekali belum kukenal ternyata adalah orang yang tidak kuduga-duga.
Paman Rangga dan ibunya muncul dan memasuki rumah kami yang sangat sederhana, Kami duduk bersama di sofa diruang tengah rumah kami.
Mataku masih sibuk mengamati apa gerangan yang akan terjadi, dan apa tujuan sebenarnya paman dan bibi Anggie datang dengan penampilan yang sangat resmi seperti itu.
Karena jam sudah memasuki waktu untuk makan malam, kami pun beranjak menuju meja makan. Disana sudah terhidang berbagai olahan yang sangat menggugah selera.
Bos Luo memang sangat hebat, ia sangat dapat diandalkan untuk acara-acara seperti ini. Air liur ku hampir saja melewati batasnya, namun masih dapat kutahan dengan baik.
Lagi-lagi mataku bersitatap dengan bola mata milik paman Rangga, tapi pria itu hanya memandangku dengan wajah datarnya.
Kucoba memfokuskan perhatian ku pada tujuan paman Rangga dan Ibunya, dan yah. Aku kini mengerti.
Saudariku Maurice, dari tadi mencuri-curi pandang pada paman Rangga. Bahkan senyumnya sangat ingin ku musnahkan dari tempat ini.
Perjodohan,?
Aku bahkan tersedak saat memikirkannya seorang diri, rasa pedas menggerogoti tenggorokanku.
Saat aku mulai terbatuk-batuk, sebuah air putih tiba-tiba tersodor dihadapanku. Membuat mataku melotot tidak yakin, seorang Maurice memberikan air putih padaku.
Aaaaa, kini aku mengerti..
Perkataan paman Rangga tadi siang, yang mengatakan kalau ia akan menikahi wanita pilihan bibi Anggie.
Maurice yang tiba-tiba bersikap baik dihadapan laman dan bibi Anggie, ini sudah sangat cukup untuk mengobati rasa penasaran ku.
Dan fakta yang sangat tidak bisa diterima oleh akal sehatku adalah, Maurice yang akan menjadi pengantin wanitanya.
Waaah,,
Kini semua terasa masuk akal, perlakuan Ayah seolah sudah tahu akan kejadian ini. Juga bibi Anggie yang selalu berfokus pada Maurice.
Aku hanya memandangi mereka satu persatu dalam diamku, paman Rangga masih tetap seperti dirinya sendiri.
Dia hanya mengangguk, tanpa senyuman dan bicara panjang lebar. Namun sesekali ia memandangku balik.
Aku sangat yakin jika paman Rangga mengerti akan arti dari tatapanku. Semakin lama aku menatapnya, semakin perih mataku terasa.
Makanan yang awalnya sangat menggugah seleraku kini berubah menjadi hambar. Aku hanya mengaduk-aduk makananku dengan sumpit ku.
Dan disaat semuanya sibuk dengan suka cita ini aku perlahan undur diri dengan teratur tanpa menimbulkan suara.
Kuputuskan untuk naik keatas menuju balkon rumahku. Lampu warna-warni yang menghiasi pagar pembatas balkon tampak berkilauan karena mataku tengah dilapisi cairan yang siap meluncur menyebrangi wajahku.
Paman Rangga tidak mengatakan apapun padaku nyatanya sangat menyakiti hatiku. Bibirku tak berhenti mengerucut karena rasa sedihku.
Memang benar usia paman Rangga sudah sangat matang. Namun aku sangat tidak menyangka jika Maurice lah yang menjadi wanita pilihan bibi Anggie.
Bintang-bintang diatas sana seolah menertawai ku, dan mengejekku dengan cahayanya yang berkelap-kelip.
Memang benar, anak kecil sepertiku belum tahu apapun soal percintaan. Namun rasa sakit dihatiku ini, aku menyebut nya cinta.
Aku menghela nafasku kasar, membuang rasa sakit yang mungkin hanya singgah sementara karena sebuah rasa kecewa.
Aku membalikkan badanku, namun sosok paman Rangga tiba-tiba ada dihadapanku. Aku tersenyum miring melihatnya yang berjalan semakin mendekati.
Mengapa kabur,?
Aku membuang pandangan ku, apa ia bertanya seolah tidak tahu atau hanya ingin mengejekku saja.?
Mengapa tidak cerita padaku paman,,?
.
.
Next...