Putri Ceria gadis cantik yang harus menyandang status janda di usia muda. Saat berumur 19 tahun Putri menikah dengan pemuda dikampung tempat tinggalnya. Namun pernikahan yang baru seminggu itu harus kandas.
Setahun menjanda tidak mudah baginya. akhirnya Putri merantau ke kota. Di kota pun hidupnya penuh lika-liku.
"Bagaimana kalau aku yang membayarmu 1M," ucap kakek yang baru saja menolongnya.
Bagaimana kisah si janda muda hidup di Kota? Siapa kakek yang akan membayarnya 1 M?
Penasaran bagaimana kisah si janda muda, yuk langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom yara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Hari pernikahan
Hardian berjalan di ruangan yang gelap, ia terlalu malas untuk menyalakan lampu. Hanya terdengar helaan napas dan langkah kaki yang berat dari pria itu.
Dibukanya laci samping ranjang, mengambil kotak kecil dan korek api. Dapat dipastikan kotak kecil itu adalah rokok.
Mengambil sebatang rokok, setelah itu menyalakan korek api. Wajah tampannya dapat terlihat dari nyala korek api.
Baru sekali menghisap laki-laki itu terbatuk, karena memang dia tidak pernah merokok, hanya di kala suntuk dan banyak pikiran baru dia akan merokok. Mungkin dia lupa cara untuk merokok. Dia terus berusaha, namun tetap saja membuatnya terbatuk dan sesak. Akhirnya ia melempar rokok yang sudah dinyalakan itu lalu menginjaknya hingga tak berbentuk.
Tak lama Hardian masuk kedalam kamar mandi, untuk membersihkan diri. Setelah selesai ia berganti pakaian dengan pakaian rumahan.
"Dia bukan siapa-siapa, dia tidak berhak membuatku gelisah," gumamnya pelan, setelah itu ia mengambil kunci mobil dan keluar dari apartemen miliknya.
Mengendarai mobilnya, entah kemana tujuannya. Mobil itu berhenti di sebuah gedung yang tinggi. Gedung apartemennya yang baru, mengambil kunci apartemen lalu keluar dari dalam mobil.
Hardian berdiri di depan pintu apartemen. Dia hanya diam disana. Setelah beberapa menit bukannya membuka pintu apartemen dia malah mengetuk pintu itu.
Krek.
Pintu terbuka, Putri muncul di balik pintu itu. Mereka terdiam dengan ekspresi yang berbeda. Putri yang terkejut dan Hardian yang bingung mau mengatakan apa setelah pintu itu terbuka. Ternyata mulut menghianati hati, ia malah menuju ke tempat wanita yang membuat hatinya gelisah.
"Kau punya mie instan?" tanya Hardian tak masuk akal. Ayolah, jauh-jauh dia hanya ingin mie instan.
Putri mengernyitkan keningnya bingung. Benarkah paman bertanya mie instan pikirnya.
"Aku lapar, kau punya mie instan," ulang Hardian. Dengan tak tahu malu Ia langsung masuk ke dalam apartemen Putri.
"Dia... " Putri yang baru tersadar, menyusul Hardian masuk setelah menutup pintu.
Hardian sudah duduk manis di atas sofa. Putri bersedekap dada hendak mengeluarkan suara emasnya.
"Jangan marah, aku hanya lapar."
"Aku tidak punya," sahut Putri ketus. Dia tidak menyukai laki-laki dihadapannya ini, meskipun sebentar lagi mereka akan menjadi keluarga. Putri merasa tidak aman bersama laki-laki itu.
"Buatkan aku mie, jangan pelit. Kita akan menjadi keluarga," pinta Hardian dengan wajah kakunya.
Putri mendengus sembari menghembuskan napas berat. Ia malas untuk mendebat laki-laki itu. Berjalan dengan menghentakkan kakinya menuju dapur. Hardian tersenyum tipis melihat wanita itu.
"Sejak kapan dia jadi menggemaskan," gumam Hardian sambil melangkah menuju dapur.
Putri masih memasak mie instan, Hardian mendekat lalu merangkul pinggang Putri, tentu saja dengan wajah dinginnya. Rasanya Putri ingin menonjok wajah tampan itu.
"Sudah selesai?" tanyanya tak tahu malu dengan ekpresi dinginnya.
Putri menghela napas panjang lalu melepaskan tangan Hardian yang melingkar indah di pinggangnya setelah mematikan kompornya.
"Jangan menyentuhku sembarangan, aku calon istri keponakanmu, PAMAN." ujar Putri dengan menekan kata paman. Hardian hanya menatapnya tanpa mengeluarkan suara.
Putri mengambil piring yang sudah berisi mie instan lalu membawanya ke meja makan.
"Duduk dan makanlah!" suruh Putri sembari duduk. Hardian duduk lalu memegang sendok.
"Ini masih panas."
"Cepat makan lalu pergi." Putri masih saja bicara ketus.
"Apa begitu sikapmu pada calon pamanmu? Tidak sopan." Putri hanya menatapnya sambil bersedekap dada.
Tidak perlu sopan untuk paman yang tidak tahu diri.
Hardian makan dengan sangat pelan. Dia seperti bukan dirinya sendiri. Melakukan hal yang tidak penting, bukanlah gayanya. Tapi sekarang dia melakukannya. Putri merasa jengah dengan tingkah Hardian yang seperti anak kecil.
Kenapa paman bertingkah aneh, apa dia punya niat buruk padaku? Apa dia tidak setuju aku menikah dengan keponakannya?. Batin Putri.
Putri tersenyum sinis, setelah makanan di piring Hardian habis. Ia langsung menggandeng lengan Hardian, membawanya ke arah pintu tanpa Hardian sadari. Entahlah Hardian seperti terhipnotis melihat senyuman Putri.
"Selamat malam, Paman." Putri membuka pintu lalu menyeret Hardian keluar.
Brak. Pintu tertutup keras.
Hardian melongo. Diam terpaku di tempatnya berdiri.
"Dia mengusirku?" tanyanya dengan mimik wajah dinginnya. Hardian masih diam menatap pintu yang tertutup itu. Detik berikutnya ia tersenyum tipis, lalu berbalik melangkah menuju apartemen yang baru dibelinya yang berada tepat di sebelah Putri.
"Bukan gayaku merebut wanita milik orang lain," lirih Hardian sambil bersandar di pintu. Hati dan mulutnya tidak sejalan. Dia tersenyum sinis. "Aku menyukainya."
*
*
Dua minggu kemudian.
Pernikahan itupun akhirnya tiba, beberapa menit lagi status mereka akan berubah. Meeeka akan menjadi sepasang suami istri. Pernikahan sederhana itu diadakan di kediaman kakek.
Orang tua Putri juga sudah hadir. Kakek menepati janjinya untuk menemui orang tuanya, terbukti orang tuanya menerima dengan tangan terbuka. Dia bahagai mendapat restu dari kedua orang tuanya.
"Semoga kau bahagia, maafkan ayah." ucap ayah pada putri semata wayangnya. Dia bahagia melihat putrinya menikah dengan laki-laki yang tepat, karena dia pernah salah memilih suami untuk putrinya.
"Putri akan bahagia, Ayah."
"Ya, putri ibu harus bahagia," sambung ibu. Mereka bertiga berpelukan penuh haru.
"Jangan menangis, nanti cantiknya dibawa ibu."
"Putri menangis bahagia."
"Semoga pernikahan ini untuk yang terakhir kalinya dan semoga pernikahan ini membawa kebahagian." Doa Putri dalam hati.
Putri sendirian di dalam kamar setelah kedua orang tuanya keluar dari kamar itu.
Penghulu sudah siap. Hanya keluarga dan kerabat dekat saja yang hadir. Ayah Malik, Hardian, dan orang tua Raditya sudah duduk di tempatnya.
Keluarga dan kerabat dari pihak wanita juga sudah berada disana. Hanya tinggal mempelai pria yang belum siap di tempat duduknya. Dengan wajah tegang kakek menyuruh pelayan untuk memanggil cucunya.
"Tuan Raditya ... tidak ada di kamarnya, Tuan," lapor pelayan yang disuruh kakek dengan suara yang terbata.
"Apa maksudmu?" tanya ayah Raditya dengan pikiran yang mulai negatif.
"Tuan Raditya, tidak ada dimanapun?" tanpa bertanya lagi, orang tua Raditya bergegas menuju kamar Raditya yang kemudian di susul oleh kakek.
Terjadi kegaduhan di tempat akad, semua keluarga sudah mendengar jika Raditya menghilang.
Setelah sampai di kamar Raditya, benar, mereka tidak menemukan pria itu. Ayah Raditya menyuruh orang-orang untuk mencari putranya, tapi nihil mereka semua tidak menemukan Raditya dimanapun.
Semuanya tegang, termasuk orang tua mempelai wanita dan berita itu sampai di telinga Putri. Putri keluar dari kamar dan melihat kegaduhan itu. Tangannya mengepal erat. Mata indahnya sudah berkaca- kaca. Pikiran buruk pun tak bisa di hindari lagi.
Sungguh ia tak menduga, pernikahan yang belum terjadi pun akan berakhir seperti ini. Tapi setidaknya dia tidak harus menjanda untuk kedua kalinya jika pernikahannya gagal.
👇👇👇
Terjebak Dalam Cinta Hitam