Yang kemarin nungguin Gilang, ada di sini tempatnya. 🥰🥰
♥️♥️♥️
Banyak wanita yang menginginkannya. Tapi mengapa harus jatuh pada Belva yang masih belia?
Usianya dua puluh sembilan tahun dan berstatus duda. Tapi memiliki seorang istri yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya.
Gadis yang belum lama lulus sekolah menengah atas. Dia lebih memilih menjadi seorang istri ketimbang mengenyam pendidikan lebih tinggi lagi.
Redynka Belva Inara.
Gadis cantik keturunan Belanda itu lebih memilih menikah daripada harus bermain-main seperti kebanyakan gadis seusianya.
Namun sayang, cintanya ditolak oleh Gilang. Tapi Belva tak berhenti untuk berjuang agar dirinya bisa dinikahi oleh Gilang.
Sayangnya, Gilang yang masih sulit untuk membuka hati untuk orang lain hanya memberikan status istri saja untuk Belva tanpa menjadikan Belva istri yang seutuhnya. Memperistri Belva pun sebenarnya tak akan Gilang lakukan jika tidak dalam keadaan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
"Jadi gini, ya, El, rasanya berumah tangga."
"What?" Eliza memastikan lagi bahwa dia tidak salah mendengar ucapan Belva. "Kamu tadi bilang apa, Bel? Berumah tangga? Siapa? Kamu? Kamu udah nikah? Kapan, kok, nggak bilang-bilang?"
Belva melirik Eliza sekilas. "Bisa nggak, sih, tanyanya satu-satu aja?"
"Ya, kan, tinggal jawab satu-satu. Ayo, aku butuh penjelasan untuk hal sebesar ini, Bel."
Belva menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Mengingat kembali malam di mana dia nekat berbohong pada semua orang, hingga Gilang memutuskan untuk menikahinya.
"Waktu itu dia lagi tunangan, El, sama orang lain. Aku patah hati, kan. Terus aku nekat datang ke tempat hiburan malam. Di sana aku ketemu sama seseorang. Aku ceritain masalah aku, dan dia ngasih ide buat bohongin suami aku ini."
"Ah, sekarang udah suami aja manggilnya." Eliza menyela ucapan Belva.
"Terus gimana, dong, kalau bukan suami aku gitu?"
"Terserah , deh, mau gimana. Pembahasan kita bukan soal kamu harus manggil dia siapa. Lanjut!"
Belva menghembuskan nafasnya dengan sedikit kasar. "Aku akting seolah-olah seorang lelaki sudah menodai aku, El. Aku nangis-nangis telepon dia malam itu. Dia datang dan melihat aku yang berantakan, terus aku masih nangis-nangis takut kalau hamil. Dan akhirnya dia mau nikahin aku."
"Semudah itu?"
Belva menganggukkan kepalanya. "Aku udah nolak, El. Aku ngerasa bersalah banget waktu itu. Tapi dia nekat mau nikahin aku dan batalin pertunangan dia. Padahal sebelumnya dia ngelirik aku aja enggak. Aku bohongin dia, bohongin Papa sama Mama."
Air mata Belva kembali menetes mengingat kesalahannya waktu itu. Yang namanya sebuah hubungan, jika dimulai dengan sebuah kebohongan, tentu tidak akan pernah membahagiakan.
Hubungan yang diawali dengan baik-baik saja kadang bisa berantakan. Apalagi yang dimulai dengan mengorbankan perasaan orang lain?
"Siapa, sih, lelaki itu, Bel, sampai kamu nekat kayak gitu?"
"Dia duda."
"What?"
"Usianya sepuluh tahun lebih tua dari aku."
"Bel? Emang nggak ada laki-laki single, yang masih perjaka ting-ting gitu? Di kampus banyak, Bel, yang ganteng, lebih muda_"
"But i love him, El. Aku jatuh cinta sama dia sejak pertama kali kita ketemu. Lihat ini, dia ganteng, kan?"
Eliza melihat foto Gilang yang ada di galeri foto di handphone Belva. Mulutnya membulat penuh kekaguman. "Oh my God. Ini, sih, ganteng banget, Bel. Aku juga mau kalau kayak begini spek dudanya. Ini, sih, masih kayak umur dua limaan," ucap Eliza.
Mendengarnya, Belva segera menarik handphonenya dari tangan Eliza. "Jangan dilihatin mulu. Dia suami aku," ucap Belva yang tak terima sahabatnya melihat Gilang dengan penuh kekaguman seperti itu.
Eliza mencebikkan bibirnya. "Kalau dia suami kamu, terus ngapain kamu nangis-nangis datang ke sini? Ditanyain apa ada masalah sama Papa Mama kamu, kamu juga geleng-geleng kepala."
Ditanya seperti itu, bukannya menjawab Belva justru kembali menangis. Sedangkan Eliza sibuk menenangkan kembali sahabatnya itu.
"Butuh waktu sebulan lebih untuk berjuang supaya dia bilang cinta sama aku, El. Dan itu udah berhasil aku lakukan. Dia udah bilang cinta sama aku."
"Terus?"
"Tapi ternyata di hatinya masih cinta sama mantan istrinya, yang sekarang jadi kakak iparnya dia."
"Tunggu! Aku masih belum paham, deh. Kok, bisa, sih, mantan istri jadi kakak ipar?"
"Ya emang begitu. Bahkan dia rela bohongin aku, El. Dia bilang mau balik ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan. Tapi ternyata dia balik itu demi kakak iparnya dia itu. Kakak iparnya ngidam, dan minta tolong sama suamiku buat cari apa yang dia pengenin."
"Kok, gitu? Emang lakinya cewek itu kemana?"
"Ya mana aku tau!"
"Terus ceritanya kamu ngambek gitu sama dia, terus larinya ke sini?"
Belva menganggukkan kepalanya. "Kami udah punya rumah sendiri, El. Aku nggak berani pulang ke rumah Papa dan Mama. Takut ditanyain aneh-aneh."
"Terus suami kamu itu nggak ada nyariin kamu, nih?"
"Kamu lihat kan, handphone aku dari tadi diem aja nggak ada notifikasi? Dia nggak nyariin aku, El."
Eliza yang mendengarnya pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Parah, sih, Bel. Jahat banget nggak nyariin kamu yang lagi ngambek," ucap Eliza menambah overthingking di otak Belva.
Belva sendiri juga tidak tahu kenapa Gilang tak menghubunginya sampai saat ini. Mungkin dia sedang terlalu bahagia karena menganggap Mikha membutuhkan dirinya.
Hal itu membuat Belva semakin kecewa. Dirinya benar-benar tidak berarti untuk Gilang. Gilang benar-benar tidak memikirkan bagaimana perasaan Belva saat ini.
Obrolan mereka terhenti karena makanan yang mereka pesan secara online sudah datang. Tadinya Eliza sudah akan memasak, tapi melihat kedatangan Belva yang berantakan, mood untuk masak hilang sudah.
Tak sampai dua menit, Eliza sudah masuk kembali dengan membawa dua bungkus bakso langganan Belva. Yang katanya enaknya tidak ada yang menandingi.
"Nih, makan dulu. Nangis sama sedih juga butuh energi. Bakso langganan kamu, nih. Udah extra sambal juga. Bilang makasih dulu, dong, sama aku."
"Iya-iya, makasih. Nggak ikhlas banget kayaknya."
Eliza tertawa lepas. "Canda, doang, Bel."
Setelah memindahkan bakso yang masih panas ke dalam mangkuk. Keduanya menikmatinya dalam diam. Meskipun perut Belva sama sekali tidak terasa lapar, tapi Belva tetap memakannya.
Ya, semua butuh tenaga. Termasuk memikirkan langkah ke depannya untuk rumah tangganya bersama Gilang.
"Btw, Bel. Kamu udah ehem-ehem sama dia belum? Udah nggak virgin, dong?"
Pertanyaan Eliza membuat Belva tersedak. Bayangkan sendiri gimana tersiksanya makan pedas lalu tersedak.
"Ya ampun. Maaf, maaf. Aku tanyanya salah waktu nih kayaknya."
"Kurang ajar kamu, El," ucap Belva di sela batuknya.
Eliza kapok. Dia tak banyak bertanya sampai keduanya selesai makan.
***
"Kamu belum jawab pertanyaan aku, Bel."
"Pertanyaan yang mana?"
"Yang bikin kamu tersedak tadi."
"Kepo banget, sih."
Eliza tertawa kecil. Sebenarnya itu rahasia Belva dan suaminya. Tapi kalau Belva mau membocorkan sedikit, tentu Eliza akan mendengarkannya dengan senang hati.
"Hampir," ucap Belva yang membuat Eliza memandang Belva penuh tanya.
"Terus?"
"Ya semalam gagal karena aku ngomong kalau aku bohong soal malam itu. Tadi pagi udah sempet baikan. Tapi berantakan lagi karena dia yang bohong sama aku."
"Kamu nggak takut dia di sana macam-macam, Bel?"
"Aku sudah sampai di titik dimana aku mulai pasrah, El. Kalau macam-macam sama mantan istrinya, kayaknya enggak juga, sih. Mantan istrinya itu udah bucin banget sama suaminya."
"Oh, jadi cuma suami kamu aja yang gagal move on?"
"Iya," jawab Belva dengan malas. "Udahlah. Aku malas banget bahas dia. Bikin kesel, overthingking, sebel."
Mendengar ucapan Belva, Eliza mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh lagi. Eliza sadar hal itu bukan urusannya.
Kecuali jika Belva curhat lebih jauh, Eliza akan menanggapinya.
🌻🌻🌻
Pagi harinya, Belva masuk kuliah seperti biasanya. Seperti tidak terjadi apapun. Masalahnya dengan Gilang dia sisihkan terlebih dahulu.
Kali ini, Belva rasa pendidikannya lebih penting meskipun rumah tangganya jauh lebih penting.
Meskipun tanpa kabar dari Gilang, Belva tetap berusaha baik-baik saja.
Belva tak ingin lebih dulu menghubungi Gilang karena di sini posisinya Belva yang sedang marah.
Harusnya, jika ucapan Gilang bahwa dia mulai mencintai Belva itu benar, Gilang akan menghubungi Belva lebih dulu dan berjuang untuk mendapatkan maafnya.
Tanpa Belva tahu, lelaki yang berstatus suaminya itu sudah berada di Thailand pagi ini.
Tidak perlu dicari tahu siapa yang bersalah dalam hal ini. Gilang dan Belva sama-sama bersalah di dalam hal yang berbeda.
Keduanya sama-sama kecewa karena kesalahan yang keduanya perbuat.
🌻🌻🌻
maaf absurd. nekat nulis di saat tubuh sedang drop itu menguras otak sekali. 😂😂
membohongi belva..
LDR-an ujung"a bnyk pelkor dan pebinor,,apalagi pernikahan belva-gilang msh disembunyikan