Kisah ini adalah kisah seorang perwira menengah kepolisian Osaka yang bernama Takagi Fujimaru, 35 tahun, bersama rekannya Kaoru Usui, 30 tahun, yang mengungkap kasus pembunuhan berantai. Kasus ini terinspirasi dari kisah nyata pembunuhan berantai yang terjadi di Hongkong pada tahun 1982. Dalam bekerja mereka dibantu seorang dokter ahli forensik yang bernama Keiko Kitagawa, 35 tahun. Bagaimanakah kisah perjuangan mereka mengungkap kasus dan menemukan pelaku yang sesungguhnya ?
Selamat membaca....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bas_E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Geoffrey Lafayette 5
Setelah sambungan terputus, Geo yang masih dilanda kegelisahan luar biasa menunggu hasil otopsi Adriana, memilih untuk beranjak dari sana untuk menghadiri pemakaman.
"Permisi Pak, apakah proses otopsi masih berlangsung lama?"
"Aku juga tidak tau, Tuan. Biasanya lebih dari 1 jam"
"Kalau begitu aku mau keluar sebentar. Ada kenalanku yang sedang berduka. Aku berniat mengikuti upacara pemakamannya"
Petugas polisi itu memindai penampilan Geo yang saat itu mengenakan setelan jas lengkap warna coklat.
"Kalau Tuan ingin mengikuti upacara pemakaman sebaiknya Tuan mengganti pakaian anda dulu untuk menghormati mendiang dan keluarganya"
"Mengganti dengan pakaian apa?"
"Untuk pria mengenakan jas hitam dengan kemeja putih, dasi hitam dan tanpa pin. Sepatu, sabuk dan kaus kaki yang dikenakan pun harus hitam."
" Aku tidak akan sempat menggantinya. Baiklah saranmu akan ku pertimbangkan. Aku pergi sebentar. Kalau ada apa-apa, tolong hubungi aku di nomor ponselku"
"Baiklah Tuan. Tentu saja, kami akan menghubungi anda"
Setelah berpamitan pada petugas polisi itu, Geo bergegas melajukan kendaraannya ke rumah sakit Ikeda. Melalui pesan singkat, petugas rumah sakit Ikeda memberikan informasi secara berkala mengenai kemajuan proses pemakaman. Saat ini jenazah Nyonya Akane sedang dilakukan upacara menurut agama Budha di rumah duka rumah sakit. Dan setelahnya akan dilakukan proses kremasi.
24 menit kemudian Geo tiba di rumah sakit Ikeda, Geo meninggalkan mobilnya di parkiran. Ia menanyakan letak rumah duka rumah sakit pada seorang security yang sedang berjaga di sana. Setengah berlari, Geo menuju tempat itu yang berada di gedung bagian belakang. Saat tiba di rumah duka, Geo melangkahkan kakinya masuk ke ruang persemayaman. Di atas peti jenazah yang dihiasi rangkaian bunga krisan dan anggrek bulan putih itu ada sebuah foto. Geo terkejut melihat sosok yang ada di foto itu.
"Obaa-san ?" Tubuhnya seketika menegang. Hawa dingin menyerang membuat bulu kuduknya meremang. Kakinya seakan tidak memiliki pijakan.
"Ya Tuhan. Apakah mungkin ... ?"
Belum hilang rasa terkejutnya, seorang perawat mendekatinya.
"Tuan Geoffrey?"
"Ah.. I Iya aku sendiri" Pandangannya beralih ke arah datangnya suara dengan wajah pucat.
"Halo Tuan. Anda terlihat pucat. Apakah anda baik-baik saja? " Perawat itu terlihat khawatir dengan Geo yang terlihat kurang sehat.
"A .. Aku baik-baik saja. Maaf apakah ini pemakaman Nyonya Akane?"
"Iya benar Tuan. Aku Kairi Takara. Perawat yang mengurus Nyonya Akane. Tuan..." Perawat itu menunjuk dengan matanya penampilan Geo yang salah kostum itu.
Geo ikut melihat penampilan yang dia kenakan.
"Oh. Maafkan aku.. Aku baru dari rumah sakit Universitas Osaka dan tidak sempat mengganti pakaianku" Geo membungkukkan badannya di hadapan perawat.
"Tidak apa-apa Tuan. Anda mau memberi penghormatan dulu kepada Nyonya Akane? Sebelum kita lanjut proses kremasi?"
"Ya tentu. Tapi aku tidak tahu caranya. Bisakah kau mengajariku?"
"Ikuti gerakanku, Tuan."
"Baiklah"
Perawat itu melakukan gerakan-gerakan yang diikuti oleh Geo. Maju ke hadapan altar dan membungkuk dalam-dalam. Maju selangkah ke depan untuk mempersembahkan dupa. Setelah selesai, mempertemukan kedua tangan ke posisi berdoa, tundukkan kepala sedikit. Mundur satu langkah ke belakang dan membungkuk dalam-dalam sebelum kembali ke tempat semua.
"Setelah ini kita akan mengiring peti jenazah ke krematorium. Apakah bisa segera di mulai, Tuan"
"Lakukan saja"
"Baiklah. Ayo kita lakukan"
Mereka kemudian melakukan prosesi pengiringan peti ke krematorium (Shukkan), untuk dikremasi. Ketika peti dibawa, seluruh tamu yang terdiri dari para perawat dan dokter itu membungkuk untuk terakhir kalinya kepada jenazah Nyonya Akane.
Sebelum dimasukkan ke dalam oven, ada pembacaan kalimat-kalimat sutra terakhir untuk mengiring peti ke dalam oven. Setelah dikremasi, seharusnya seluruh anggota keluarga satu per satu akan mengutip serpihan tulang menggunakan sumpit khusus. Karena tidak ada keluarganya, petugas pemakamanlah yang akan mengambil serpihan dan sisa-sisa tulang bersama abu jenazah. Menghancurkan serpihan-serpihan itu menjadi abu lalu memasukkannya ke dalam pasu. Benda itu kemudian diberikan kepada Geo.
"Maaf. Aku tidak bisa menerima ini. Bisakah di bantu untuk memakamkan di samping kuburan Nona Cho?"
Petugas krematorium memandang perawat Kairi yang ada di sebelah Geo.
"Aku sedang berduka saat ini. Adikku dinihari tadi ditemukan tewas oleh polisi. Dan saat ini sedang dilakukan proses otopsi. Bisakah di antara kalian membantuku? Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku harus segera kembali ke rumah sakit. Soal biayanya, semua akan aku tanggung. Tolong kirim kan nomor rekeningmu. Aku akan melunasinya."
"Kami ikut berduka, Tuan. Baiklah Tuan. Kami akan bantu untuk mengurusnya. Nanti aku kirim kan nomor rekeningku. " Kata perawat Kairi.
Geo menyerahkan pasu kepada perawat Kairi.
"Aku harus pergi sekarang, Nona. Jangan lupa kirim kan nomor rekeningmu pada ku"
"Tentu Tuan. Mari aku antar Tuan ke parkiran"
"Baiklah, terimakasih Nona"
Geo berjalan ke luar ruang krematorium, diikuti perawat Kairi yang memeluk pasu Nyonya Akane. Sambil berjalan ke luar, Kairi menceritakan perihal Nyonya Akane pada Geo.
"Nyonya Akane, semenjak kematian Nona Cho, kondisi nya semakin menurun, Tuan"
"Hmm.. Untuk biaya perawatan rumah sakitnya, bagaimana?"
"Nona Cho telah melunasinya sampai bulan depan, Tuan"
"Sudah dibayar dimuka ya?"
"Iya, Tuan. Mendiang Nona Cho, dia wanita yang sangat baik. Sering sekali membawa makanan berlebih dan di bagi-bagikan pada pasien-pasien di sini. Bahkan Kami perawat-perawat juga diberi makanan olehnya" Kairi tersenyum simpul.
"Nona Cho dengan Neneknya sangat dekat?"
"Iya Tuan. Nyonya Akane banyak bercerita tentang cucunya. Beliau sangat bangga, cucunya bisa bekerja di perusahaan besar. Kalau tidak salah nama perusahaannya Fujitsu Corp."
"Mendiang juga bercerita kalau mendiang Nona Cho mencintai atasannya itu. Namun beliau menasehati cucunya itu agar tidak terlalu berharap kepada pria itu, mengingat keadaan mereka yang tidak sederajat dengan atasannya itu"
Geo menghentikan langkahnya. Ia memandang perawat yang ada di sebelahnya.
"Benarkah?" Tanya Geo yang tidak percaya bahwa Cho benar-benar mencintainya. Lamaran yang dia ajukan pada Cho waktu itu sesungguhnya cuma niat baiknya untuk mengangkat kehidupan Cho. Kenyataan bahwa Cho mencintainya dengan tulus merupakan hal yang tidak disangkanya.
"Ya benar Tuan. Kau terlihat tidak percaya. Apakah kau mengenal pria itu? Atau jangan-jangan kau lah pria itu?" Perawat itu pun ikut terkejut dengan perkataannya sendiri.
Geo melanjutkan langkahnya. Dia enggan menanggapi perkataan Kairi.
"Lalu alasan apa Cho memberikan nomor ponselku?"
"Oh soal itu. Aku tidak tahu Tuan. Nona Cho sengaja memberikannya padaku, mungkin sudah ada firasat."
Tanpa terasa mereka telah tiba di pintu depan rumah sakit.
"Nona, kita berpisah di sini. Pesanku tadi, tolong diingat-ingat"
"Baik, Tuan"
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit Universitas Osaka, hati dan pikiran Geo tidak menentu. Berbagai fakta yang baru terbuka hari ini, seakan bertubi-tubi menampar kesadarannya. Kenyataan yang dia ketahui dari perkataan perawat Kairi, tentang rasa cinta Cho yang dalam padanya.
"Aku tidak menyangka Cho sungguh-sungguh mencintaiku" Geo mengusap wajahnya dengan kasar.
Kenyataan tentang pertemuan dengan seorang nenek tua pagi tadi kembali berputar di ingatannya. Wajahnya sangat mirip dengan mendiang Nyonya Akane yang terpampang di foto jenazah. Waktu kematiannya pun sama dengan waktu ia bertemu nenek itu di lorong kantornya.
"Ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal bisa datang ke kantorku? Apakah aku salah lihat? Cctv. Ya rekaman cctv tadi pagi, bisa menjawab semua"
Geo menghubungi Andreas. Ia meminta Andreas mengirimkan rekaman cctv beberapa menit sebelum ia tiba di kantor ke email nya.
Geo menepikan mobilnya begitu notifikasi email masuk ke ponselnya. Dengan perasaan berdebar ia membuka email dari Andreas. Detik demi detik isi rekaman itu tidak luput dari pengamatannya. Tubuh Geo melemas begitu ia tidak mendapatkan apa yang dilihatnya tadi pagi. 2 orang anak-anak yang sedang berkejar-kejaran dan seorang tua yang sedang mengepel lantai di dekat pintu kantornya, tidak ada di rekaman cctv. Dia terlihat sedang berbicara sendiri tanpa ada lawan bicara.
"Ya Tuhan. Sebenarnya apa yang telah terjadi" Geo menundukkan wajahnya. Keningnya menyentuh stir mobil, kedua tangannya menggenggam benda itu dengan kuat. Sementara ponselnya tergeletak di pangkuannya. Kata-kata sang nenek pagi tadi terngiang-ngiang di telinganya. Memintanya untuk berubah dan tidak berputus asa dengan semua yang telah terjadi.
Cukup lama, Geo dalam posisi itu. Getaran ponsel yang menyadarkan dirinya yang dilanda shock.
Drttt... Drttt.. Drttt..
Tanpa melihat siapa yang menghubunginya , Geo menggeser tombol hijau itu..
"Ya. Halo.."
"Tuan Geo. Aku Takagi. Otopsi telah selesai. Anda sudah boleh melihat jenazah adik anda"
"Baiklah Detektif, aku segera ke sana"
Berusaha menyingkirkan segala emosi yang menyesakkan dadanya, Geo melajukan Mercy nya ke rumah sakit Universitas Osaka.
***
Memasuki ruang jenazah yang terasa dingin, Geo berusaha menguatkan hati. Sesosok tubuh terbujur kaku dengan di tutupi kain putih. Keiko tampak berdiri di sudut ruangan di dampingi oleh Takagi. Seorang wanita berpakaian serupa dengan Keiko menyingkap kain putih yang menutupi wajah jenazah. Wajah cantik itu terlihat pucat dan kaku.
" Oh mein Gott, das bist du Adriana (Ya Tuhan ini memang kau Adriana)
Geo seakan tidak percaya, bahwa sosok yang terbujur kaku itu adalah adiknya Adriana.
"wer würde dir das antun, Sis ?(Siapa yang tega melakukan ini padamu, dik?)"
Tangis Geo pecah. Ia menciumi setiap inchi wajah adiknya. Mengusap wajah kaku itu berharap itu cuma mimpi dan adiknya akan terbangun kembali.
"Adriana, öffne deine Augen. Ich frage...(Adriana bukalah matamu. aku mohon...)"
Geo memeluk tubuh kaku itu, membenamkan wajahnya di tubuh Adriana.
"Adriana.... Adriana... Hu.. Hu.. Hu.."
Hening. Tidak ada yang mencoba menginterupsi keadaan itu.
"Adriana, es tut mir leid, dass ich mich nicht um dich kümmern konnte (Adriana maafkan aku yang tidak bisa menjagamu)"
Keiko, Takagi dan Sora hanya bisa terdiam menyaksikan pemandangan itu. Sora mengusap sudut matanya yang mendadak basah. Keiko hanya tertunduk, sambil memejamkan matanya. Tidak ada keinginan dalam hati Keiko untuk menghibur mantan suaminya. Bukan kapasitasnya lagi untuk melakukan hal itu.
Takagi berlahan mendekati Geo. Ia mengusap punggung Geo mencoba memberikan kekuatan.
" Tuan, aku tau ini sangat menyakitkan dan kau pasti sangat kehilangan. Tapi, Tuan Kau harus kuat. Semua sudah terjadi. Kedua orang tuamu membutuhkanmu di sisi mereka untuk melewati semua ini"
Perlahan tangis Geo mereda. Dengan mata yang sembab, ia memandang sayu wajah adiknya. Mengusap wajah itu dengan kasih sayang.
"Apa penyebab kematian adikku, Detektif" Tanpa beralih dari wajah Adriana.
"Pendarahan hebat karena kekerasan seksual, Tuan" Jawab Takagi.
"Adikku di perkosa?"
"Iya Tuan"
"Ya Tuhan...!!."
Tubuh Geo ambruk ke lantai, dengan posisi berlutut di hadapan jenazah adiknya. Wajahnya tertunduk.
"Tuan Detektif, aku mohon tolong temukan pembunuh adikku" Kata Geo dengan penuh harap.
"Kami akan melakukan yang terbaik, Tuan. Bersabarlah"
***
Hari itu juga, jenazah Adriana di terbangkan ke Jerman dengan jet pribadi milik keluarga. Setelah proses pengawetan jenazah dan berkas-berkas keberangkatan jenazah selesai, Geo membawa Adriana kembali ke kampung halaman mereka di Cologne.