Seorang kakak miskin mendadak jadi sultan dengan satu syarat gila: Dia harus menghamburkan uang untuk memanjakan adik semata wayangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Roda Nasib di Monte Carlo
Suasana di ruang VIP Kasino Monte Carlo begitu sunyi hingga suara jarum jam tangan bisa terdengar. Ratusan pasang mata—para miliarder, bangsawan, dan mafia—tertuju pada meja Roulette di tengah ruangan.
Di satu sisi, Pangeran Rashid berdiri dengan angkuh, dikelilingi pengawal pribadinya. Di sisi lain, Atlas berdiri santai dengan satu tangan di saku celana, sementara tangan lainnya menggenggam tangan Orion yang dingin karena gugup.
"Aturannya sederhana," kata Rashid sambil meletakkan sebuah dokumen bertarta emas di atas meja. "Ini adalah sertifikat kepemilikan Ladang Minyak Al-Ghazali di Laut Utara. Nilainya sekitar 20 Triliun Rupiah. Jika bola jatuh di angka MERAH, aku menang. Kau kehilangan segalanya."
Rashid memilih warna Merah. Peluang menang: 48,6%. Pilihan yang aman dan cerdas.
"Dan jika bola jatuh di angka HITAM?" tanya dealer dengan suara bergetar.
"Maka dia menang," dengus Rashid.
Atlas tersenyum tipis. Dia maju selangkah.
"Aku tidak butuh Hitam," kata Atlas.
Dia mengambil seluruh tumpukan chip di depannya—yang merepresentasikan aset kekayaannya—dan meletakkannya di satu kotak kecil berwarna hijau di ujung meja.
ANGKA NOL (0).
Kerumunan terkesiap.
"Gila! Dia bertaruh di angka nol?!"
"Peluangnya cuma 2,7%! Itu bunuh diri!"
"Orang Asia ini sudah gila."
Rashid tertawa terbahak-bahak. "Kau benar-benar ingin kehilangan adikmu, ya? Memilih angka tunggal? Kau pikir ini film?"
Atlas tidak mempedulikan cemoohan itu. Di dalam benaknya, dia sedang bertransaksi dengan Tuhan-nya sendiri.
Sistem. Beli Skill: Absolute Luck (Level 1).
[SYSTEM SHOP ACCESSED]
Skill: Absolute Luck (Keberuntungan Mutlak - Durasi 10 Detik).
Efek: Memanipulasi probabilitas realita agar hasil sesuai keinginan pengguna.
Harga: 1.000 WP.
"BELI!"
[TRANSAKSI BERHASIL!]
[-1.000 WP]
[Sisa Saldo: 23.500 WP]
[SKILL AKTIF: 10... 9... 8...]
"Putar rodanya," perintah Atlas tenang.
Dealer memutar roda kayu mahoni itu dengan kencang, lalu menjentikkan bola gading putih berlawanan arah.
Drrrtttt....
Bola berputar cepat. Rashid tersenyum lebar, sudah membayangkan kemenangan. Orion memejamkan matanya, meremas tangan Atlas, berdoa dalam hati.
Bola mulai melambat. Gravitasi mulai bekerja.
Tak... tak... tak...
Bola itu jatuh. Memantul-mantul di antara sekat angka.
Jantung semua orang seakan berhenti.
Bola itu meluncur pelan dan... Jatuh di Angka 32 (MERAH).
"AKU MENANG!" teriak Rashid kegirangan. "MERAH! MERAH!"
Kerumunan bersorak. Atlas kalah. Tamat sudah.
Namun, Atlas tetap tenang. Waktu skill-nya masih tersisa 3 detik.
[REALITY BENDING: ACTIVE]
Tiba-tiba, entah dari mana, seorang pelayan yang membawa nampan minuman di pinggir meja tersandung kakinya sendiri. Siku pelayan itu menyenggol tepi meja roulette dengan keras.
DUK!
Guncangan itu sangat kecil, tapi cukup untuk membuat bola yang sudah diam di angka 32 itu melompat lagi.
Bola itu terpental ke udara, berputar liar, menabrak dinding roda, lalu jatuh kembali dengan lintasan yang tidak masuk akal secara fisika.
Bola itu masuk tepat ke slot hijau di sebelahnya.
ANGKA NOL (0).
Hening.
Keheningan yang mencekam melanda seluruh ruangan. Tidak ada yang bersorak. Semua orang melongo tak percaya.
"Tidak mungkin..." bisik Rashid, wajahnya memucat seketika. "Itu... itu curang! Meja ini miring!"
"Dealer," suara Atlas memecah keheningan. "Sebutkan hasilnya."
Dealer itu menelan ludah, menatap bola yang duduk manis di angka nol. "Nol... Hijau. Pemenangnya adalah... Tuan Atlas Wijaya."
Atlas menatap Rashid. "Terima kasih atas ladang minyaknya, Pangeran. Dan sesuai perjanjian, silakan angkat kaki dari pelelangan ini."
"KAU!" Rashid mencabut pistol dari balik jubahnya, dikuti oleh pengawalnya. Dia tidak terima dipermalukan. "Aku tidak akan menyerahkan asetku pada penipu!"
Orion menjerit ketakutan.
Atlas menghela napas panjang. "Sebastian."
Dari balik bayang-bayang ruangan, Sebastian muncul. Tidak sendirian. Di belakangnya, selusin anggota Black Watch yang menyamar sebagai tamu undangan serentak mengeluarkan senjata otomatis MP5K dari balik jas mereka.
Dalam hitungan detik, selusin titik laser merah sudah menempel di dahi dan dada Rashid.
"Satu gerakan bodoh, Pangeran," ucap Atlas dingin, matanya menyala dengan aura King's Presence. "Dan kepalamu akan menjadi dekorasi baru di kasino ini. Kau berada di wilayah netral, tapi pasukanku tidak netral."
Rashid gemetar. Dia melihat sekeliling. Dia kalah jumlah, kalah senjata, dan kalah nyali.
Dia menjatuhkan pistolnya.
"Kau akan menyesal, Wijaya..." desis Rashid, lalu berbalik pergi dengan ekor di antara kakinya, diikuti anak buahnya yang ketakutan.
Atlas mengambil dokumen ladang minyak itu, lalu kembali duduk di mejanya seolah tidak terjadi apa-apa.
"Lanjutkan lelangnya," perintah Atlas pada pembawa acara yang masih bengong di panggung.
Panggung Lelang - 5 Menit Kemudian
"Baiklah... item Angel's Tear Vial... jatuh kepada Tuan Atlas Wijaya dengan harga penawaran terakhir... $500 Juta."
Atlas menggesekkan kartu hitamnya.
7,5 Triliun Rupiah melayang. Tapi di tangannya kini ada kotak kaca berisi cairan emas itu.
Atlas tidak menunggu sampai pulang. Dia membuka segel kotak itu di sana, di depan semua orang.
"Rion, buka mulut," kata Atlas lembut.
"Hah? Sekarang, Kak? Di sini?"
"Iya. Kakak nggak mau nunggu sedetik pun."
Orion menurut. Atlas meneteskan cairan emas itu ke mulut adiknya.
Rasanya seperti madu hangat yang langsung mengalir ke seluruh pembuluh darah.
Seketika, reaksi ajaib terjadi.
Wajah Orion yang biasanya pucat pasi, perlahan-lahan mulai merona merah alami. Bibirnya yang sering kebiruan menjadi merah muda segar. Napasnya yang pendek-pendek menjadi panjang dan lega.
Cincin Ring of Vitality di jarinya bersinar terang sesaat, lalu meredup, seolah menyambut energi baru yang masuk.
[SYSTEM SCAN COMPLETE]
[Efek Angel's Tear: BERHASIL.]
[Kondisi Jantung: Stabil 100%.]
[Durasi Efektif: 5 Tahun (Degenerasi Dihentikan).]
[Stamina: Meningkat ke level Manusia Normal.]
Orion menyentuh dadanya. Dia menarik napas dalam-dalam. Tidak ada rasa sakit. Tidak ada rasa sesak.
"Kak..." mata Orion berkaca-kaca. "Aku... aku bisa napas lega. Rasanya enteng banget."
Atlas tersenyum, senyum paling tulus yang pernah ia berikan.
"Mulai sekarang, kamu bisa lari, bisa berenang, bisa naik gunung. Kamu bebas, Dek."
Orion melompat memeluk Atlas, menangis bahagia di bahu kakaknya. Tepuk tangan membahana di ruangan itu. Para miliarder dunia yang biasanya dingin, ikut terharu melihat pemandangan itu. Mereka tahu, pemuda itu baru saja menghabiskan triliunan bukan untuk kekuasaan, tapi untuk napas adiknya.