Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.
20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.
Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.
lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?
Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 pulang
Di depan pintu masuk gedung penjualan milik keluarga Raharja, tepatnya di halaman depan gedung penjualan itu, semua orang yang ada di sana masih belum sadar dari keterkejutannya. Rayan sudah bergerak kembali ke arah pria yang satunya lagi.
"Aku sudah mengatakan sebelumnya, tidak ada yang bisa membawa Maudy jika ia sedang bersamaku," ujar rayan, langsung menampar pria itu.
"Plak!"
Pemuda itu tidak sempat bereaksi karena tangan rayan begitu cepat mengenai wajahnya, hingga membuat pria itu tak jauh berbeda seperti rekannya sebelumnya. Ia berputar beberapa kali hingga pada akhirnya terjatuh menindih rekannya tak jauh dari sana, tak sadarkan diri.
Suasana pun kembali hening. Tidak ada yang menyangka bahwa pemuda yang tampak lemah dan lusuh itu ternyata begitu kuat. Bahkan di antara semua orang yang ada di sana, Tuan Danu lebih terkejut karena dirinya yang tahu bahwa kedua pengawalnya itu adalah seorang petarung di dunia bawah, juga seorang ahli beladiri tingkat Bawaan tahap ketiga.
"Kak, kamu memang terbaik!"
Maudy menatap pemuda itu dengan mata berbinar. Kali ini, ia merasa keputusannya untuk ikut dengan pemuda ini memang keputusan terbaik. Hati Maudy merasa menghangat. Suara rayan saat mengatakan ingin menjadikannya sebagai adik angkatnya kembali terngiang di benaknya.
"Pak perut buncit, sebaiknya kamu segera pergi dari sini dan jangan pernah datang untuk mencoba mengganggu Maudy lagi, karena aku telah mengangkatnya sebagai adikku sendiri. Jadi, mulai hari ini, siapapun orang yang ingin berniat tidak baik pada adikku akan berurusan denganku," kata rayan sembari menatap Danu dingin.
"Bagus, bocah. Pantas saja kamu begitu berani, ternyata kamu adalah seorang ahli beladiri, tapi jangan pikir kamu begitu tak terkalahkan. Tunggu saja, kamu akan menyesal karena telah menyinggungku."
Dengan penuh permusuhan, Danu menyeret kedua pengawalnya itu masuk ke dalam mobil, dan tak lama mereka pun pergi dari sana.
"Sebaiknya kita tidak bertemu lagi di masa depan," ucap rayan. Kemudian, rayan beralih menatap gadis bernama Alin itu dan berkata, "Dan untukmu, ke depannya bersikaplah selayaknya wanita baik dengan tutur kata yang baik, karena perkataan burukmu bisa mengubah jalan takdirmu."
Usai berkata, rayan langsung pergi mengajak Maudy dari sana. Karena mereka tidak diperbolehkan masuk ke dalam gedung pusat perbelanjaan itu, rayan memutuskan untuk mengajak Maudy berbelanja sekaligus mencari tempat makan di area toko-toko kecil di sana.
Alin menatap kepergian mereka dengan bodoh. Ia benar-benar telah salah menilai pemuda itu. Apalagi mendengar perkataan pemuda itu barusan, entah kenapa ia merasa sedikit getaran di hatinya. Baru saja ia dikejutkan oleh pemuda itu yang mengalahkan dua orang Tuan Danu hanya dengan sekali tamparan. Ia yang hanya seorang gadis biasa tak jauh berbeda dengan Maudy, tentu terdiam tanpa kata saat menyaksikan adegan barusan.
"Alin, sebaiknya kamu mulai sekarang jangan mengganggu gadis itu lagi," ujar pemuda yang sedang bersama Alin. Ia merasa beruntung karena sejak awal tidak ikut campur masalah pacar barunya itu.
Alin menatap pacar barunya itu. Ia baru tersadar bahwa pria yang baru satu minggu berpacaran dengannya ini begitu pengecut.
"Cih, menyebalkan sekali. Pergilah, kita tidak lagi memiliki hubungan dekat," dengus Alin. Ia sebenarnya mengajak pria itu berpacaran, karena sejak sekolah dirinya sudah sering sekali berganti pasangan sesuka hati. Apalagi, pacar barunya ini cukup tampan dan juga merupakan seorang tuan muda dari keluarga kaya menengah. Namun, Alin tidak tahu ternyata pemuda ini begitu idiot.
"Alin, apa yang kamu bicarakan? Kita baru saja satu minggu menjalin hubungan, dan aku juga sudah memberi tahu orang tuaku bahwa kali ini aku sudah memiliki pacar, dan mereka menyuruhku agar mengajakmu bertemu dengan mereka."
Dapat dengan jelas raut wajah pemuda itu tampak sedih, membuat Alin semakin menyalahkan dirinya sendiri karena telah salah memilih seorang pacar.
"Aku sudah memutuskannya. Ke depannya jangan menggangguku lagi."
Tanpa menunggu jawaban dari pemuda itu, Alin langsung berlalu pergi begitu saja.
"Alin, tapi apa salahku?"
Pemuda itu menjadi bingung, padahal ia jelas tidak melakukan kesalahan apapun menurutnya.
Alin terus berjalan meninggalkan pemuda itu tanpa menoleh sedikitpun.
"Sial! Jalang sialan, beraninya dia memutuskan aku begitu saja!"
Sembari menatap kepergian Alin, ekspresi wajah pemuda itu langsung berubah.
-----
"Salam hormat kepada Nona Muda."
Kedua penjaga gedung itu agak terkejut melihat Sherly datang, karena biasanya Nona Sherly tidak akan datang ke gedung itu kecuali ada hal yang penting.
"Apakah ada seorang pemuda bersama seorang gadis masuk ke dalam gedung penjualan ini?" tanya Sherly pada kedua penjaga itu, yang mana kedua penjaga tersebut langsung saling memandang. Pasalnya, terlalu banyak anak muda yang masuk ke dalam.
"Maksudku, mereka berdua berpakaian sedikit lusuh, terutama sang pria, pakaiannya terlihat seperti berasal dari sebuah pedalaman."
Sherly menjelaskan, kembali membuat kedua penjaga itu saling memandang. Jelas sekali mereka terpikirkan dengan pemuda yang telah mengejutkan mereka tadi.
"Kenapa kalian diam saja?"
Sherly geram melihat kedua penjaga gedung milik keluarganya ini malah saling pandang.
"Eh, itu, kami tidak tahu, Nona. Tapi memang sebelum Nona datang...?"
Kedua penjaga itu mulai menceritakan apa yang baru saja terjadi di sana, yang mana mereka juga sebelumnya tidak membiarkan kedua anak muda itu masuk karena sang pemuda tidak memiliki kartu identitas.
"Apa kalian yakin?" Mendengar cerita dari kedua penjaga itu, Sherly agak mengerutkan keningnya.
"Kami tidak terlalu yakin jika anak muda itu orang yang Nona cari, tetapi memang ada kejadian seperti itu baru saja terjadi," jawab salah satu dari kedua penjaga itu.
"Apakah kalian tahu nama anak muda itu?" Sherly masih belum bisa memercayai jika orang udik itu mampu mengalahkan dua orang ahli beladiri sekaligus hanya dengan satu tamparan.
"Kami tidak tahu nama pemuda itu, tetapi gadis yang bersamanya... Maudy, ya, kami mendengar gadis itu memanggil namanya Maudy," jawab penjaga itu.
"Lalu, ke mana mereka pergi?"
Meskipun Sherly masih tidak terlalu memercayai perkataan kedua penjaga itu, tetapi ia tetap harus menyusul rayan dan Maudy.
Beralih pada rayan dan Maudy,
Saat ini keduanya sudah berjalan untuk pulang, dengan membawa beberapa set pakaian yang dibelikan oleh rayan untuk gadis itu.
"Ada apa, kenapa kamu diam saja?" tanya rayan, karena sejak keluar dari area pusat perbelanjaan, Maudy tampak diam tanpa kata.
Maudy mendongakkan kepalanya, menatap wajah rayan dengan tatapan sayu dan berkata, "Kenapa kamu begitu baik padaku?"
rayan menoleh sekilas pada gadis itu. Ia sendiri tidak mengerti kenapa ia mau membantu gadis ini, tetapi melihat kedua bola mata gadis itu, rayan bisa merasakan bahwa gadis itu tampak begitu kesepian. "Lupakan. Kamu hanya perlu mengatakan padaku jika kamu ingin pulang."
Maudy kembali menundukkan kepalanya mendengar jawaban dari pemuda itu.
"Bagaimana kalau aku tidak ingin pulang?" ucapnya lirih sembari terus mengikuti rayan dari belakang.
"Semua tergantung padamu," ujar rayan, kemudian menghentikan sebuah taksi untuk mereka tumpangi menuju pulang.
"Hmph... sepertinya mereka sudah pulang?" lirih Sherly.
"Sebaiknya aku kembali saja dan memberi tahu Ayah tentang apa yang diceritakan oleh kedua penjaga itu," pikir Sherly. Menurutnya, ayahnya harus tahu. Mungkin saja memang pemuda itu adalah seorang ahli beladiri yang menggunakan sesuatu untuk menutupi aura beladirinya.
Jika benar pemuda itu ternyata seorang ahli beladiri, maka pemuda itu mungkin memiliki sedikit rahasia.