NovelToon NovelToon
Bukan Upik Abu

Bukan Upik Abu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Konglomerat berpura-pura miskin / Menyembunyikan Identitas / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:766
Nilai: 5
Nama Author: Ceriwis07

Mereka melihatnya sebagai Upik Abu. Mereka salah besar. Regina adalah CEO muda yang menyimpan rahasia besar. Di rumah mertua, ia menghadapi musuh yang tak terlihat dan cinta yang diuji. Mampukah ia mengungkap kebenaran sebelum terlambat? Ataukan ia akan kehilangan segalanya? Kisah tentang cinta, keluarga, dan rahasia yang bisa mengubah takdir seseorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Upik Abu 22

Kabar Duka

Regina baru saja bangun tidur dan terkejut melihat ponselnya bergetar. Ia segera mengusap layar dan menerima panggilan suara.

"Heh, menantu tidak tahu diri! Kamu nggak mau datang? Mertuamu sudah meninggal!" ucap Sandra, kakak ipar Regina yang berada di kampung.

Regina sempat terkejut, tapi ia tahu kalau Sandra tidak mungkin selamanya benar. "Oh ya?" ucap Regina, lalu mematikan panggilan tersebut.

Ia mengetik sesuatu di ponselnya dan menghubungi Bima. Sudah tiga kali panggilan diajukan, tapi Bima belum juga mengangkat ponselnya. Regina memilih menelepon sang ayah. Dalam deringan ketiga, Adhi mengangkat telepon.

"Ya, Sayang?" ucap Adhi dari seberang telepon.

"Ayah, aku baru saja mendapat telepon dari Indonesia, dari kakak iparku. Dia berkata jika mertuaku meninggal. Tolong carikan info yang akurat, Ayah," ucap Regina pada ayahnya.

Panggilan telepon terputus. Regina masih merenung, apakah ucapan Sandra itu benar.

Bima sudah lebih dulu berangkat ke perusahaan karena ia memilih untuk memegang perusahaan Regina. Ia tak ingin istrinya kelelahan, jadi Bima memegang dua perusahaan sekaligus, tapi masih tetap dibantu oleh Nathan dan Edward sebagai tangan kanan Bima.

Merasa pintu apartemennya diketuk, Regina segera bangkit dan membuka pintunya. Ia terkejut bukan kepalang mendapati Meghan sudah berada di depannya. Wanita yang sudah lama tidak mendampinginya, ya, Meghan. Meghan baru pulang dari arah selatan, dia mengurus anak perusahaan milik Regina.

Regina memeluk tubuh Meghan erat. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada tubuh Meghan, tapi dia enggan bertanya. Ia segera mengajak Meghan masuk untuk duduk ke ruang tamu. Perlahan, ia menuju ke dapur mencari sarapan yang dibuat oleh suaminya. Ada nasi goreng dan susu cokelat yang sudah mulai dingin. Ia membawa itu ke ruang tamu, ingin makan bersama dengan Meghan.

Tapi, saat nasi goreng dan susu itu baru saja terhidang di atas meja, Meghan seolah menahan sesuatu. "Uek!" ucap Megjan dan langsung berlarian ke kamar mandi yang berada di dapur.

Regina panik. Apa yang salah terhadap makanannya atau dirinya yang bau badan karena dia baru saja bangun tidur? Regina mencium keteknya. "Hmm, enggak bau, wangi," ucap Regina.

Tak berselang lama, Meghan sudah kembali. Wajahnya pucat. "Kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi? Apa kamu sakit?" tanya Regina pada Meghan.

Meghan hanya menggelengkan kepalanya lemas. Ia menyandarkan kepalanya ke bagian sandaran sofa.

Meghan baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mendapati Regina yang sudah berganti baju sedang memainkan ponsel, duduk di hadapannya.

"Hei, sudah bangun?" tanya Regina. "Mau diambilkan apa atau aku buatkan susu hangat ya?" ucap Regina.

Meghan hanya mengangguk. Regina berjalan ke arah dapur, merebus air dan meletakkan beberapa sendok susu ke dalam gelas. Setelah susunya tersaji, ia membawanya ke ruang tamu dan menyerahkannya pada Meghan.

Meghan mencium aroma susu tersebut, tapi tidak membuatnya mual. Ia mencoba menyeruput sedikit dari minuman itu. Susu tersebut dirasakan enak dan bisa diterima oleh tubuhnya. Ia pun langsung meneguknya hingga setengah.

Regina melotot. "Hei, pelan-pelan, itu masih panas!" ucap Regina. Tapi Meghan hanya tersenyum. "Akhirnya ada minuman yang bisa masuk ke dalam tubuhku. Aku sudah beberapa bulan ini nggak enak makan," ucap Meghan.

Regina berkerut, dengan hati-hati ia bertanya, "Meghan, maaf, kapan terakhir kamu datang bulan?" ucap Regina.

Meghan tertegun. Ia lupa kapan ia terakhir datang bulan. Sepertinya sudah 3 bulan ini dia nggak datang bulan.

"Maaf, Meghan, aku merasakan ada sesuatu yang aneh di tubuhmu. Dan lagi, saat aku menyajikan nasi goreng dan susu coklat biasa kamu mual. Tapi dengan susu yang ini, kamu tidak mual dan bahkan kamu bisa menghabiskannya hingga setengah. Ini susu hamilku," ucap Regina lirih. Ia takut menyakiti hati temannya ini.

Yah, Regina memang sudah siap dengan susu hamil rasa cokelat dan stroberi. Tapi sebelum ia bisa meminum susu hamil tersebut, malaikatnya sudah dipanggil duluan menghadap penciptanya. Jadi susu tersebut masih tersegel utuh.

Meghan sering merasakan perutnya berdenyut. Dengan ragu, ia bertanya pada Regina, "Apakah kamu masih punya tespek?" ucap Meghan.

Regina tersenyum. Ia mengangguk dan segera beranjak dari duduknya, beralih ke kamar dan mengambilkan tespek yang masih baru dan menyerahkannya pada Meghan. "Langsung bisa dipakai tanpa menunggu besok," ucap Regina pada Megan.

Meghan mengangguk. Ia pun langsung berlari ke arah kamar mandi dan mengeceknya. Tinggal menunggu hasilnya membuat Meghan bergetar. Apakah ia benar-benar hamil dan akan menjadi seorang ibu? Lalu apa yang harus ia katakan pada orang tuanya, terutama ayahnya?

satu menit berlalu, Meghan memberanikan diri mengambil tespek tersebut. Garis dua berwarna merah menyala menjadi hasil dari tespek tersebut. Tubuh Meghan lemas. Ia luruh ke lantai. Ia menangis histeris menjatuhkan tespek tersebut.

Regina yang menunggunya dari balik pintu kamar mandi segera membuka pintunya. "Meghan, kenapa? Apa yang terjadi?"

Meghan masih menangis, tapi di sebelah kaki Regina sudah ada tespek yang terjatuh dari tangan Meghan. Regina mengambil test pack tersebut. dua garis merah yang sangat jelas tertera di test pack tersebut. Regina pun ikut menangis. Ia mengira Meghan menangis tangisan bahagia, tanpa ia tahu bahkan Meghan sendiri pun takut mengucapkan kenyataan ini.

Setelah pulang dari apartemen Regina, Meghan hanya terus mengurung diri di kamar hingga akhirnya ponselnya bergetar menampilkan sang penelpon Dio. Ya, memang Meghan dan Dio sudah pernah bertukar nomor ponsel, tapi mereka belum pernah saling sapa ataupun menghubungi. Mungkin Dio juga punya firasat, jadi Dio yang mencoba menghubungi Meghan lebih dulu.

Meghan menerima panggilan tersebut. "Hai, apa kau baik-baik saja?" tanya Dio to the point.

Air mata Meghan meluruh. Dia menggeleng. "Tidak, aku tidak baik-baik saja," ucap Meghan.

"Hei, kenapa kau menangis? Ada apa denganmu? Ceritalah padaku," bujuk Dio.

"Aku hamil," pecah Meghan lirih di seberang.

Dio terpaku, antara senang dan khawatir jadi satu. Ia senang karena akan menjadi seorang ayah, tapi ia teringat ucapan Abinya bahwa keluarga Ruelle tidak menerima kesalahan sedikit pun.

"Bisakah kita bertemu?" ajak Dio. Meghan mengangguk seolah Dio melihatnya. "Di restoran A di jalan F. Kau bisa ke sana?"

Meghan mengangguk lagi. "Jam berapa?" tanya Megan.

"Jam 3 sore, tunggu aku di sana, oke?" ucap Dio. "Jaga dirimu baik-baik, terutama anak kita."

Ucapan terakhir Dio membuat Meghan kembali menangis. Entah mengapa, seperti ada arti dalam ucapan terakhir yang diucapkan Dio sebelum memutuskan sambungan telepon.

Di Belahan Bumi lain

Setelah memutuskan panggilan, Dio turun menuju ke kamar abi dan umminya, mengetuk pintu dan memanggil kedua orang tuanya, "Abi, Umi."

Abi dan Umi keluar. "Ya, kenapa?" tanya Umi.

"Umi akan menjadi nenek," ucap Dio semangat.

Ahmed, sang ayah, sebenarnya sudah mengetahui semuanya sebelum Dio mengetahuinya. Namun, Ahmed memilih bungkam. Ia membiarkan anaknya bertanggung jawab atas kesalahan yang ia perbuat sendiri.

"Apa? Siapa yang sudah kau hamili?" tanya Umi.

"Megan, Umi, kekasihku. Dia di London, barusan aku menghubunginya dan dia berkata dia hamil," ucap Dio.

"Kau yakin dia hanya melakukannya denganmu?" tanya Umi, waswas.

"Yakin Umi, aku yang menikmati kesuciannya," ucap Dio.

Umi menggeleng, lalu tangannya mengeplak kepala Dio. "Plak!"

"Aduh, aduh, sakit Umi," jerit Dio.

"Dasar anak kurang ajar, cepat berangkat jemput menantuku ke sini!" ucap Umi.

Dio segera berangkat menuju bandara dari Jeddah ke London. Ia menggunakan rute yang paling simpel, meskipun 14 jam perjalanan tapi hanya sekali transit. Sepertinya semesta mendukungnya mendatangi calon istri dan anaknya itu, sehingga cuaca dan lintas udara sangat aman untuk segera terbang ke London.

1
🚨🌹maly20🌹🏵️
Bagus banget nih novel, author terus berkarya ya!
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 terimakasih ❤️
total 1 replies
Azure
Endingnya puas. 🎉
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 kalau kakak puas 😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!