NovelToon NovelToon
DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

Status: tamat
Genre:Identitas Tersembunyi / One Night Stand / Dark Romance / Cintapertama / Beda Usia / Misteri / Tamat
Popularitas:123.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.

Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.

Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Antara Mimpi dan Nyata

Belum sempat Kevia meraih gagang pintu, pria itu menahan pergelangan tangannya dengan cepat. Genggamannya kuat, panas, membuat Kevia menoleh dengan wajah merah padam.

“Lepaskan!” sergahnya.

“Kalau aku lepas, kau akan lari. Dan aku benci kalau kau lari dariku.” Suaranya rendah, dalam, seperti geraman yang menggetarkan udara di antara mereka.

Kevia menelan ludah, hatinya berdebar tak karuan. “Kau… kau benar-benar sinting!”

Pria itu mendekat perlahan, jarak wajah mereka hanya sejengkal. Aroma parfumnya, napasnya yang teratur, membuat Kevia semakin salah tingkah.

“Sinting, ya? Kalau itu artinya aku gila karena hanya ingin memilikimu… maka aku tidak keberatan disebut sinting.”

Kevia terdiam, tubuhnya menegang. Tangannya berusaha mendorong dada pria itu, tapi sekali lagi tak bergerak, sekeras tembok.

Pria misterius menunduk, bibirnya hampir menyentuh telinga Kevia.

“Kau boleh marah, boleh membenciku… tapi katakan, Kevia. Saat kau bersembunyi di dadaku tadi… apa benar kau hanya takut Kevin salah paham? Atau sebenarnya… kau merasa aman dalam pelukanku?”

Kevia membeku. Napasnya tercekat. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam dari yang ia kira.

“Aku… aku tidak—” suaranya bergetar, namun pria itu menempelkan telunjuknya ke bibir Kevia, membungkamnya dengan lembut tapi tegas.

“Jangan bohongi aku. Matamu sudah lebih dulu mengaku.”

Kevia menatapnya, campuran marah, takut, dan rasa yang tak mau ia akui.

Di balik masker hitamnya, pria itu tersenyum samar. “Cepat atau lambat, Kevia… kau akan berhenti melawanku, dan kau akan sadar… bahwa hanya aku yang berhak mendekapmu.”

Keheningan kembali mengisi mobil, hanya suara detak jantung Kevia yang terasa terlalu keras di dadanya.

Pria itu meraih botol air. Ia membukanya perlahan, lalu menyodorkannya ke arah Kevia.

“Minumlah,” ucapnya datar, suaranya berat seperti biasa. “Tenggorokanmu pasti kering setelah berdebat denganku.”

Kevia mendengus, wajahnya masam. Dengan kesal ia meraih botol itu, menenggaknya tanpa basa-basi hingga tersisa separuh. Setelahnya ia menyodorkannya kembali, enggan menoleh ke arah pria itu.

"Berdebat dengannya benar-benar bikin haus…" batinnya, mendengus pelan.

Pria itu menerima botol tersebut, menutupnya kembali, lalu meletakkannya di tempat semula. Ia tak menambahkan kata lain, hanya meraih sabuk pengamannya kembali. Mobil pun melaju dengan tenang di jalanan.

Namun tak lama, kepala Kevia mendadak terasa berat. Pandangannya mulai berkunang, dunia sekelilingnya berputar. Napasnya tersengal, lidahnya kelu.

“A-apa yang…” suaranya lirih, hampir tak terdengar.

Sabuk pengamannya perlahan terlepas. Samar, di antara kesadarannya yang menipis, ia mendengar suara pria itu.

“Ayo turun…”

“…mulai hari ini, apapun milikku… akan menjadi milikmu.”

“Kau… seutuhnya milikku.”

Suara itu berat dan bergema, seperti datang dari jauh.

Langkah-langkah kaki terdengar. Lengan kekar itu menuntunnya keluar mobil. Kevia berusaha melawan, tapi tubuhnya terasa ringan, tak berdaya.

Siluet bangunan besar menyambut pandangannya yang buram. Cahaya lampu menyilaukan mata setengah terpejamnya. Daun pintu terbuka, udara dalam ruangan terasa dingin menusuk kulit.

Meja panjang kayu, berkas-berkas kertas, suara pena menggores, semua terdengar terputus-putus di telinganya. Orang-orang berseragam formal bergerak, suara mereka samar bagai dengung lebah.

Dunia berputar makin cepat, hingga yang tersisa hanyalah genggaman erat pria itu di tangannya. Genggaman yang terasa mengekang sekaligus menyeretnya pada sesuatu yang tak mampu ia hindari.

“Bersiaplah… mereka sudah datang,” suara pria itu bergema, samar.

Kevia dibawa duduk di sebuah kursi. Cahaya lampu mengguyur matanya, membuat pandangannya makin buram. Di hadapannya, seorang pria lain, mungkin pejabat, mungkin hanya bayangan. Pria itu bertanya dengan suara yang terdengar seperti gema jauh di gua.

“Apakah… Anda… setuju…?”

Kevia ingin berteriak, ingin berkata tidak, tapi mulutnya hanya bisa bergetar tanpa suara. Tangan hangat yang kokoh menggenggam jemarinya, lalu mengarahkan ke selembar kertas.

“Ini hanya mimpi…” batin Kevia berusaha meyakinkan diri, meski bulir dingin keringat merembes dari pelipisnya.

Tangannya dipaksa menggenggam pena. Suara samar berulang lagi, menekan telinganya, menusuk.

“Tanda tangan… sekarang…”

Dengan kesadaran yang nyaris putus, Kevia melihat dirinya menorehkan tanda tangan di atas kertas. Garis goyah, seperti dicoret tangan asing.

Seketika, ruangan hening. Pejabat itu, wajahnya tetap kabur, mengangguk, menyerahkan berkas pada pria di sampingnya.

Pria itu menunduk, mendekat ke telinganya. Napasnya panas, suaranya berat, penuh kemenangan.

“Mulai sekarang, kau milikku… selamanya.”

Gelap.

Kesadaran Kevia terputus seketika, meninggalkan dirinya dalam jeratan mimpi buruk yang baru saja menjadi kenyataan.

***

Riri melangkah tergesa ke dalam rumah, sepatunya beradu lantai keramik dengan bunyi cepat. Napasnya masih tersengal saat suaranya pecah, “Bu… ibu!”

Dari dapur, Rima muncul sambil membawa cangkir teh, ekspresinya datar setengah terganggu. “Ada apa sih, Ri? Pulang-pulang teriak-teriak.”

Riri merunduk sejenak, lalu melesat menghampiri meja makan. Wajahnya masih memerah, matanya menyala karena amarah. “Bu, coba tebak siapa yang aku lihat di kampus tadi?”

Rima mendengus kecil, menaruh cangkirnya. “Siapa?”

Riri menarik kursi dengan kasar, bunyinya berderit nyaring menusuk telinga.

“Anak sialan itu…” desisnya, lalu ia menjatuhkan diri ke dudukannya, seolah melampiaskan amarah yang membara di dadanya.

Seulas senyum licik merekah di wajah Rima. “Dia kuliah di sana, ya? Sudah seminggu kamu kuliah di sana, kenapa baru ketemu sekarang?” suaranya menyingkap tipis rasa penasaran yang dibumbui kegirangan licik.

Riri mendesah. “Kampus itu luas, Bu. Banyak jurusan, banyak kelas. Tapi tadi aku sengaja keliling, dan tiba-tiba aku lihat dia. Aku rasa dia udah jadi simpanan om-om di sana.”

Mata Rima menyipit, menilai. “Kenapa kau berpikir begitu?”

Riri mengingat penampilan Kevia tadi, senyum sinis terbit. “Dari penampilannya, Bu. Pakaian branded, ponsel mahal, wajah bersih. Dari mana uangnya? Suami ibu yang kere mana mungkin sanggup belikan itu untuk anak sialan itu.”

Rima terdiam sejenak, menoleh pada putrinya dengan tatapan penuh tanda tanya. Seketika matanya menyipit. “Pipimu… kenapa?”

Riri mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras, dadanya naik turun cepat ketika ingatan di kampus tadi kembali menghantam. Ia meraba pipinya sendiri, menunjukkan bekas kemerahan samar dengan jelas, cap lima jari yang masih terasa panas.

“Dia… dia mempermalukan aku di depan umum, Bu,” suara Riri bergetar tapi sarat amarah. “Bahkan… dia menampar aku. Di hadapan banyak orang!” Nada suaranya meninggi, seperti menuntut ibunya untuk menyetujui bahwa penghinaan itu tak bisa dibiarkan begitu saja.

Tatapan Rima langsung membeku. Ia menatap bekas merah di pipi anaknya dengan dingin, lalu wajahnya berubah, amarah tertahan memancar.

“Beraninya dia…” gumamnya rendah, tapi nada suaranya bagai belati yang diseret perlahan.

Ia berdiri, melangkah ke jendela sejenak, menatap keluar seolah sedang mengatur strategi di balik pikirannya. Lalu ia berbalik, sorot matanya penuh perhitungan, bibirnya melengkung tipis, tapi dingin.

“Baik,” ucapnya tegas. “Kita cari alamatnya. Aku ingin tahu persis di mana mereka tinggal. Tamparan itu… akan dibayar lunas.”

Riri menegakkan tubuh, matanya berbinar-binar meski masih dibakar amarah. Senyum tipis tersungging di wajahnya. “Iya, Bu. Aku ingin balas. Aku tidak akan tenang sebelum dia menerima akibatnya.”

Rima menggebrak meja dengan telapak tangannya, suara kayu bergetar mengisi ruangan. “Janto! Joni!”

Suara langkah berat bergema dari koridor. Tak lama, dua pria bertubuh kekar muncul, menundukkan kepala dengan hormat. Wajah mereka separuh tenggelam dalam bayangan, tapi postur dan tatapan tajam mereka sudah cukup menunjukkan, mereka siap menjalankan perintah tanpa banyak tanya.

Rima menatap keduanya dengan sorot penuh wibawa. “Temukan gadis sialan itu. Dia kuliah di universitas yang sama dengan Riri. Aku mau alamat rumahnya, jadwalnya, siapa saja yang bersamanya. Jangan ada kesalahan. Semua harus jelas.”

Janto dan Joni saling bertukar pandang singkat, lalu menjawab serempak dengan suara mantap. “Siap, Nyonya. Kami segera bergerak.”

Riri mengusap pipinya yang masih berdenyut, tapi kali ini senyum puas merekah di bibirnya. Ia sudah bisa membayangkan hari pembalasan itu. Sementara di wajah Rima, senyum kecil tersungging. Senyum seorang perencana, manis namun berbahaya.

Dan rumah yang tadinya hanya berisi percakapan ibu dan anak, kini berubah atmosfernya. Udara seolah lebih dingin, tembok seakan menyerap dendam yang baru saja lahir. Dari balik dinding rapi itu, sebuah rencana kelam sedang digelar. Dunia luar mungkin belum tahu, tapi badai yang akan mengguncang kehidupan Kevia… baru saja mulai terkumpul.

...🌸❤️🌸...

Next chapter...

Kevia tersentak. Matanya terbuka lebar, mendapati hanya remang cahaya rembulan yang menembus celah gorden, menyingkap siluet tubuh di atasnya. Jantungnya seolah berhenti berdetak sesaat.

“Kau…?!?” suaranya tercekat, panik bercampur takut.

Refleks ia mendorong dada pria itu.

To be continued

1
Kyky ANi
akhirnya pa Ardi tahu,, tentang Yoga,, semoga pa Ardi tidak marah, dan mengerti semuanya,,,
Kyky ANi
masih belum jera juga ya,, kalian Popy dan Riri,, masih mau jahatin Kevia,,,
Kyky ANi
akhirnya, Kevia mau mema'afkan Yoga,, semoga tidak ada lagi rahasia yg disembunyikan,,
Kyky ANi
Kevia,, dengarin dulu dong, penjelasan Yoga,, agar kamu tahu cerita sebenarnya,, jangan lama2 ngambeknya,,,
Kyky ANi
ayo,, Yoga,, siapkan jurus rayuanmu,, supaya Kevia, tidak marah lagi,,
Kyky ANi
semoga Yoga, bisa membuat Kevia mengerti dan mau me ma'afkan Yoga,, dengan penjelasannya nanti,,,
Kyky ANi
sekarang,, Yoga, saatnya kamu jujur sama Kevia
Kyky ANi
Yoga,,,, cemburu,an banget sih sama Kevin,,,
Kyky ANi
ngak disangka,, Yoga,, pernah jadi penyelamat Kevin,,,
Kyky ANi
semoga pernikahan,, berjalan lancar,,, dan tidak ada lagi rahasia,, diantara Yoga dan Kevia,,,
Kyky ANi
gimana ya,, reaksi Kevia nanti, saat dia tahu Yoga,, adalah pria misterius itu,,,
Kyky ANi
kalau Kevia tahu dia sedang hamil,, pasti dian akan menghindari Yoga,,, karna dia mengandung anak pria misterius,, ayo,, pa Ardi,,, yakin kan Kevia,, supaya mau menikah dengan Yoga,,,
Kyky ANi
pa Ardi, sebenarnya ingin marah pada Yoga,, tapi,, melihat Yoga yg selama ini membanru hidup mereka, terpaksa diam dan menerima ini semua,,,
Kyky ANi
ayo Yoga,, jelaskan semuanya pada pa Ardi,,
Kyky ANi
untung,, Yoga, datang tepat waktu,, jadi ibu Kemala,, bisa diselamatkan,,,
Kyky ANi
tuh kan, Kevia hamil,, jadi siapa,, yang akan berterus terang,, ngomong jujur,,, apakah Yoga,, akan jujur sama Kevia,,,
Kyky ANi
Kevia semakin curiga pada sosok pria misterius yang mirip Yoga,,
Kyky ANi
ayo Yoga,, kapan kamu jujur pada Kevia,, kalau kamu adalah pria misterius itu,,,
Kyky ANi
pasti,, itu kak Yoga yang jemput,,,
Kyky ANi
ya,, ampun,,loe berdua,, masih ngak jera ya,, masih mau,, jahatin Kevia,,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!