Zee dan Zia adalah saudara kembar tak identik yang bersekolah di tempat berbeda. Zia, sang adik, bersekolah di asrama milik keluarganya, namun identitasnya sebagai pemilik asrama dirahasiakan. Sementara Zee, si kakak, bersekolah di sekolah internasional yang juga dikelola keluarganya.
Suatu hari, Zee menerima kabar bahwa Zia meninggal dunia setelah jatuh dari rooftop. Kabar itu menghancurkan dunianya. Namun, kematian Zia menyimpan misteri yang perlahan terungkap...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rey dan Air Mineral
Malam itu, Zee duduk di meja belajarnya, kembali mencatat poin-poin yang ia gali dari Raden—sambil mengumpulkan sisa tenaga dan fokus yang mulai melemah.
Dugaan awalnya terbukti—Raden memang punya hubungan dengan Zia. Tapi Raden tidak menjelaskan seperti apa hubungan itu.
"Pacaran? Atau sahabatan?" gumam Zee sambil memejamkan mata. Ia mencoba menyusun kembali potongan-potongan puzzle yang berserakan di kepalanya.
Raden tidak bicara banyak. Justru semakin membuat semuanya membingungkan.
"Katanya Zia suka cowok populer... jadi kenapa dia bisa dekat dengan Raden?"
Zee menghela napas pelan. Dalam suratnya, Zia menyebut suka pada cowok populer berinisial R. Apakah itu Raden? Tapi Raden bukan anak populer, hanya murid beasiswa biasa. Atau Rey? Dia memang populer, tapi Zee belum menemukan cara untuk bisa mendekatinya.
Lalu Radit—cowok tenang yang seperti tak punya keterkaitan apa pun.
"Arghhhh!" Zee menggeram pelan, tangannya mencengkram rambutnya sendiri. Semuanya berputar di kepalanya—semakin rumit dan tak masuk akal.
"Andai aja mereka sewa detektif waktu itu, gue gak harus setengah mati mikirin sendiri... Arghh!!" gerutunya.
Tatapannya kembali tajam, rahangnya mengeras, dan jemarinya menggenggam meja kuat-kuat. Ingatan tentang kedua orang tuanya yang memilih bungkam dalam kasus Zia kembali menghantui. Anak mereka sendiri... ditinggal begitu saja.
Keesokan paginya, Zee duduk di bangkunya dengan tatapan kosong.
Lingkaran gelap menghiasi bawah matanya, menandakan kurang tidur parah. Bibirnya pucat, rambutnya pun sedikit acak-acakan. Semalam dia baru bisa tidur pukul empat pagi. Artinya, dia hanya tidur satu jam.
Viola yang melihat kondisinya ingin menghampiri, tapi niat itu surut karena aura Zee membuatnya ragu. Ia pun duduk diam di tempatnya.
"Zee kayak mayat hidup," bisik Leo ke Raka saat mereka baru saja masuk ke kelas bersama dengan inti serigala lainnya.
"Tapi tetap cantik sih," balas Raka, membuat Leo mengangguk setuju.
"Hari ini gue pengin gombal dia, tapi auranya bikin ciut nyali," ucap Leo sambil terkekeh.
Dari sisi lain, Rey juga memperhatikan Zee. Ada yang berbeda dari gadis itu pagi ini. Ia menyimpan tasnya, lalu keluar kelas.
"Mau ke mana, Pak Ketua?" tanya Leo.
"Kantin," jawab Rey singkat dan dingin.
"Mungkin dia belum sarapan," kata Raka sembari mengeluarkan buku dan mencatat sesuatu.
Leo, si paling penasaran, mendekat dan tiba-tiba matanya membelalak. "OMJ... gue lupa ngerjain tugas!" serunya, menepuk kening.
"Makanya, jangan main game mulu," sahut Raka dengan senyum menyudut.
Leo langsung sibuk membuka bukunya dan mulai menulis cepat-cepat.
Tak lama kemudian, Rey kembali dengan sebotol air mineral di tangan. Ia berjalan ke arah bangkunya dan meletakkan botol itu di meja Zee.
Zee menoleh, menatapnya datar.
"Lo butuh air putih. Buat cegah dehidrasi," ucap Rey singkat lalu kembali ke tempat duduk dan membuka bukunya.
Zee menatap botol itu lama. Masih tersegel, dingin, dan entah kenapa terasa sangat berati. Ia membuka tutupnya, lalu meneguk perlahan—hingga habis, seolah itu satu-satunya yang masuk akal hari ini.
"Thanks," ucap Zee pelan. Tapi suara itu masih terdengar jelas di telinga Rey.
Rey membalas dengan anggukan kepala.
Perlakuan Rey pada Zee tak luput dari perhatian seluruh kelas. Termasuk Radit—yang tersenyum tipis menatap sahabatnya itu.
••
Miss Sarah melangkah masuk ke kelas.
Hari ini adalah jadwalnya mengajar kelas wali asuhannya. Seperti biasa, cara bicaranya tegas tapi tetap terdengar lembut dan penuh wibawa.
Saat menerangkan materi di depan kelas, pandangannya sempat tertuju pada Zee. Dahi Miss Sarah sedikit mengernyit melihat siswi itu duduk tanpa fokus—tatapan kosong, wajah pucat, dan penampilan yang terlihat berbeda dari biasanya.
“Zee...” panggil Miss Sarah.
“Zee...” ulangnya lagi, kali ini sedikit lebih lantang.
“Zee...”
“Zee!”
Beberapa kali ia memanggil, namun tak ada respon dari gadis itu.
Rey yang duduk di sebelah Zee ikut menoleh. Hari ini, gadis sebangkunya itu tampak sangat berbeda.
“Zee,” panggil Rey dengan nada datarnya.
Zee masih tidak bergeming.
“Zee.” Suara Rey kini terdengar lebih menekan.
Akhirnya, Zee tersentak pelan. Ia menoleh ke arah Rey dengan ekspresi kosong, menaikkan alisnya pelan.
Rey mengisyaratkan sesuatu melalui tatapan matanya—menunjuk ke arah Miss Sarah yang tengah berdiri di depan kelas.
Zee langsung tersadar. Miss Sarah kini berdiri di depan kelas, tatapannya khawatir pada Zee yang masih menatap kosong ke depan, tak menyadari papan tulis sudah penuh dengan catatan.
“Zee, kalau kamu merasa kurang sehat, silakan ke ruang UKS ya, Nak."ucap Miss Sarah lembut, namun jelas khawatir.
Zee hanya mengangguk pelan, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas tanpa mengucap sepatah kata pun.
Rey menatap kepergian gadis itu dalam diam.
“Ada yang gak beres sama dia,” gumam Rey dalam hati.