Mendadak Papa

Bengkel Flashline malam itu benar-benar berubah jadi Magic Kingdom. Bukan karena peralatan berubah jadi ajaib, tapi karena para pekerjanya yang biasanya tampan dan berkarisma kini menjelma jadi para putri Disney… atas titah satu-satunya ratu kecil di ruangan itu, Cala.

Cala yang tadinya mulai menangis karena rindu pada Mamanya. Cakra dan ke empat Om keren yang kebingungan karena tidak pernah berurusan dengan anak kecil, kelabakan saat gadis imut itu mulai rewel dan merengek. Mungkin karena dia terlalu lama tidak bertemu Papa dan Mamanya. Sejak sore tadi Hail menitipkan Cala pada Cakra, Cakra diminta menjemput Cala di tikungan dengan perumahan. Sementara Hail pergi mengikuti wanita yang ia klaim sebagai istrinya.

Ini juga alasan kenapa Hail memerintahkan ke empat montir kepercayaannya untuk standby di bengkel utama sejak sore tadi. Apa lagi kalau bukan untuk ikut menjaga sang puteri kecil. Entah apa yang Hail pikirkan, hingga meminta empat laki-laki dewasa yang biasa memegang mobil dan seorang mahasiswa teknik menjaga seorang princess.

“Om Dilga jadi Elca, nyanyi Leti Go ... leti go .....ya!” perintah Cala sambil menunjuk dengan tongkat bintangnya yang berkelap-kelip

Dirga mengangguk dengan wajah datar tapi penuh penderitaan batin, mengenakan jubah biru transparan dengan wig pirang yang menyapu lantai. Sumpah demi apapun, lebih baik dia lembur mengerjakan porsche dengan kerusakan berat dari pada diposisinya sekarang. Harga dirinya sudah hilang saat wig dan mahkota nangkring di atas kepalanya.

“Kalau ada kamera dari netizen TikTok, gue pensiun dini,” gumamnya sambil berdiri kaku.

“Let it gooo~ let it gooo~” nyanyian yang berasal dari Abi dengan suara cempreng menirukan Elsa, bikin semuanya tertawa kecuali Dirga, yang mukanya udah kaya Frozen betulan—beku.

“Om Dalang, jadi Belle. Coalnya tanan Om ada dambal mawal!” Cala memberikan wig cokelat bergelombang dan gaun kuning yang agak sempit ke Galang.

Galang menatap langit-langit bengkel. “Tuhan… kenapa gua?”

Lalu ia mengenakannya juga, karena Cala tersenyum manis sambil bilang, “Om tantik deh...”

Galang mengulum bibirnya dengan mata berkaca-kaca, entah harus salting apa salto di bilang cantikoleh putri kecil bosnya.

“Om Bim dadi Alil!” seru Cala dengan penuh semangat mengambil wig warna merah dari kantong plastik.

Kaki mungilnya berlari kecil menghampri Bima. Pria bertato itu kehilangan kata, menata gumpalan rambut palsu merah merona yang Cala taruh dipangkuannya.

“Yang putri duyung?" tanya Bima datar.

"Iya Om, yang bisa puna tati itu!" ucap Cala dengan anggukan bersemangat.

“Oke, Mungkin abis ini om alih profesi jadi mekanik kapal," tuturnya pasrah.

Bima pun mulai memakai baju dan wignya. Pasrah, pasrah, pasrah, dari ada Cala nangis kayak tadi.

Dan akhirnya Bima pun duduk di atas karpet, mengenakan wig merah menyala dan selimut hijau yang dilingkarkan seperti ekor.

“Ini mah gua kayak ikan pindang, bukan duyung.”

Dan yang terakhir Abi. Dia jadi Cinderela.

Karena hanya tersisa rok warna biru terlalu kecil, tapi dia tetap pakai.

“Ih cocok nih kaau rambutnya di kuncit, comelnya,” ujarnya bangga, walau wajahnya makin semberi karena harus ngiket rambut palsu cokelat ke atas.

Cala, di tengah semua itu, duduk di kursi lipat dengan bangga.

“Cekalang kita pesta teh. Di kelajaan puti Cala." Cala berlari mengambil gelas kertas di samping dispenser, lalu membagi-bagikan pada semua om-om baik hati yang sudah beralih profesi jadi perinces.

Gelas plastik, kue bolu sisa sore tadi, dan secangkir teh manis botolan jadi hidangan. Musik dari HP Cakra memutar lagu “How Far I’ll Go” dari Moana, disambung “A Whole New World” dari Aladdin.

Cakra, sebagai fotografer istana, tak berhenti tertawa. Sementara Bima. Galang dan Dirga mendelik tajam pada pemuda yang punya ide gila ini. Berbeda dengan Abi yang sedang tos gelas sambil tertawa-tawa centil dengan Cala, sungguh menjiwai peran sekali.

“Eh, ini kalau gue nolak jadi gianian, Boss Hail gimana ya?" celetuk galang tiba-tiba.

"Paling nggak dikasih gaji bulan depan, soalnya lo bikin anaknya nangis,” celetuk Bima.

“Tapi kita bikin Cala ketawa sampai segini... gaji bukan masalah,” sahut Dirga dengan suara pelan.

"Hem." Dua perinces lainnya mengangguk bersamaan

"Yo-Ayo hadap sini kita foto dulu." Keempat perinces pun menoleh kearah Cakra.

Cakra tertawa puas melihat hasil fotonya. Tidak sia-sia perjuangan Cakra mengetuk tempat sewa kostum di tak jauh dari bengkelnya. Selain bisa buat Cala nggak nangis, dapat bonus foto aib bujang-bujang Flashline.

"Semoga anak gue cowok, semoga anak gue cowok," gumam Galang berdoa sepenuh hati, dia benar-benar trauma dengan pesta teh kerajaan Cala.

"Semoga anak Galang cowok, gue nggak amu jadi tumbal lagi Tuhan." Dirga merapatkan tangan turut berdoa

"Tuhan tolong kabulkan doa kami yang teraniaya ini," Imbuh Bima dengan tulus.

Dirga dan Galang menoleh pada Bima, mereka bertiga mengangguk pelan. Seolah isyarat untuk berdoa lebih keras. Sungguh trauma ini sangat membekas bagi mereka, entah untuk Abi. Kalau dilihat dia yang paling nyaman.

Hasil foto Cakra