Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Alex terdiam, menyadari kesalahannya di masa lalu. Ya, ia memang pernah berencana untuk menyingkirkan Irene dari dunia ini, tapi ia tidak bersungguh-sungguh akan melakukan hal tersebut. Ia berniat akan memaafkan wanita itu apabila Irene menerima cintanya dan bersedia ia nikahi. Namun, Alex William sama sekali tidak menyangka bahwa David, orang yang sangat ia percaya akan mengatakan semua itu kepada Irene.
Mata Alex berkaca-kaca, meraih dan menggenggam telapak tangan Irene. "Sa-saya minta maaf, Irene. Saya gak bersungguh-sungguh saat mengatakan hal itu, saya--"
"Cukup, Tuan Alex," sela Irene, bahkan sebelum Alex menyelesaikan apa yang hendak ia ucapkan. "Lebih baik Anda pergi dan jangan pernah berani menemui si kembar lagi. Ingat, dia anakku, bukan anak Anda. Meskipun mereka--" Irene tidak kuasa meneruskan ucapannya, dadanya terasa sesak, matanya memerah dan berair, melepaskan genggam tangan Alex William dengan kasar.
"Meskipun mereka darah daging saya, begitu?" ucap Alex, meneruskan apa yang hendak diucapkan oleh Irene. "Saya mohon maafin saya, Irene. Saya tau kesalahan saya terlalu besar untuk dimaafkan, tapi berilah saya kesempatan kedua. Saya berjanji akan bertanggung jawab dan menikahi kamu. Memberikan kehidupan yang layak buat kamu dan si kembar."
Irene tersenyum sinis. "Menggunakan uang haram Anda, begitu? Maaf, aku gak akan membiarkan anak-anakku memakan uang haram Anda, Tuan Alex."
"Astaga, Irene!" decak Alex, mengusap wajahnya kasar dengan mata terpejam, lalu kembali memandang wajah Irene. "Saya harus gimana biar kamu mau maafin semua kesalahan saya?"
"Gak ada ... Anda gak perlu ngelakuin apa-apa, Tuan Alex. Anggap aja Anda gak pernah ketemu sama aku dan si kembar!" tegas Irene penuh penekanan.
"Gak bisa ... gak bisa, Irene. Saya gak akan pernah bisa melupakan si kembar. Dia darah daging saya dan kamu ..." Alex menahan ucapannya, memandang wajah Irene dengan sayu dan penuh kerinduan. "Kamu wanita yang sangat saya cintai. Jadi, saya mohon beri saya kesempatan kedua. Saya janji akan--"
"Cukup!" Lagi-lagi Irene menyela ucapan Alex William. "Aku gak mau berurusan sama Anda dan aku gak akan pernah memberi Anda kesempatan kedua. Si kembar anak-anakku, bukan darah daging Anda, paham?"
"Maksud Ibu apa?" tiba-tiba terdengar suara William, berdiri di belakang Alex bersama Wilona. "Tadi Ibu bilang apa?"
Irene terkejut, matanya membulat, mengalihkan pandangan mata kepada si kembar. "Ya Tuhan, aku harus ngomong apa sama mereka? Apa mereka denger semuanya?"
"Jawab pertanyaan Willi, Bu. Om Alex siapa?" teriak Wilona dengan mata memerah.
Irene melangkah menghampiri, berjongkok di depan si kembar. "Eu ... kita pulang sekarang, ya. Ibu masih harus kerja soalnya," ucapnya dengan senyum paksa.
"Jawab dulu pertanyaan aku, Bu. Om Alex ini sebenarnya siapa? Apa dia A-Ayahku?" tanya William, menahan isakan.
Irene terdiam, matanya terpejam dengan perasaan berkecamuk. Ia menyesalkan mengapa mereka harus mendengar apa yang sedang ia bicarakan bersama Alex William. Jika sudah seperti ini, tidak ada gunanya lagi mengelak. Menyembunyikan kebenaran pun percuma saja ia rasa. Toh, William dan Wilona sudah mendengar semuanya.
Sementara Alex, ia tidak dapat menahan emosinya. Ia semula memunggungi si kembar, perlahan mulai memutar badan. Memandang wajah si kembar dengan mata memerah dan berair.
"I-iya, Willi, Om Ayah kamu," ucapnya, lemah dan bergetar. Berjongkok tepat di samping Irene seraya merentangkan kedua tangannya.
William seketika terisak, bahunya nampak berguncang, air matanya bergulir deras diiringi dengan suara tangisan yang terdengar nyaring. Rasanya seperti mimpi, ada seorang laki-laki yang mengaku sebagai Ayahnya, ia bahkan merasakan getaran aneh saat pertama kali bertemu dengan Alex William, dan kini semuanya terjawab, getaran itu adalah feeling seorang anak kepada ayahnya.
"A-Ayah?" gumamnya, seraya menangis sesenggukan, memeluk tubuh Alex penuh kerinduan.
Alex mendekap erat tubuh William, tangisnya pun kembali pecah tidak mampu ia tahan. "Maafin Ayah, Nak. Ayah minta maaf," ucapnya penuh penyesalan. "Maaf karena Ayah baru dateng sekarang, maaf karena Ayah gak pernah mencari kalian. Ayah menyesal, Ayah janji gak akan pernah ninggalin kalian lagi. Sekali lagi maafin Ayah, William!"
Keduanya benar-benar menangis sesenggukan, memuntahkan kesedihan, rasa bahagia dan rasa haru. Kerinduan William akan sosok sang ayah akhirnya terobati, keinginannya untuk bertemu dan merasakan hangatnya pelukan seorang ayah akhirnya terwujud. William benar-benar bahagia karena Tuhan akhirnya mengabulkan doa-doanya selama ini.
Apa yang dirasakan oleh William berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Wilona saat ini. Kedua matanya memang memuntahkan air mata, tapi bukan air mata bahagia, melainkan air mata kecewa. Ia sama sekali tidak mensyukuri pertemuannya dengan Alex, dirinya justru membenci pria itu karena menelantarkan mereka dan membiarkan sang ibu hidup menderita dengan membesarkan sepasang anak kembar tanpa didampingi seorang suami.
Wilona tiba-tiba berlari meninggalkan restoran membuat Irene seketika terkejut dan segera mengejar. "Kamu mau ke mana, Wilo?" serunya, segera meraih pergelangan tangan Wilona dan memaksanya berhenti di area parkir restoran. "Kamu kenapa, Sayang? Kenapa kamu pergi gitu aja? Apa kamu marah sama Ibu?"
Wilona menggelengkan kepala seraya menyeka kedua matanya yang membanjir.
"Terus, kenapa kamu lari, Sayang?"
Wilona menunduk, dadanya nampak naik turun karena isakan. Tidak ada kata yang mampu ia ucapkan, gadis kecil itu hanya terdiam menahan berbagai rasa yang sulit ia ucapkan.
Irene menghela napas panjang lalu memeluk tubuh putrinya erat, mengusap punggungnya dengan lembut mencoba untuk menenangkan. "Udah jangan nangis, nanti cantiknya ilang lho," lemahnya dengan candaan.
"Aku benci sama Om Alex, Bu," ucap Wilona seraya menahan isakan. "Kalau dia emang Ayah kami, ke mana aja dia selama ini, heuh? Kalau dia emang sayang dan cinta sama Ibu, kenapa dia ninggalin aku, Willi dan Ibu? Aku benci sama dia, Bu. Benci!"
Irene menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskan kepada putri kesayangannya itu. Meski Alex ayah kandung si kembar, tapi ia tidak akan memaksa mereka untuk mengakuinya. Sikap yang ditunjukkan Wilona kepada Alex, adalah bentuk kekecewaan seorang anak kepada ayahnya.
"Ibu gak akan memaksa kamu buat mengakui Om Alex sebagai Ayahmu, Wilo. Kalau kamu gak mau, kamu boleh gak ngakui dia. Ibu juga gak akan ngelarang kamu buat ngebenci Ayah kamu sendiri, Wilo, tapi ingat ... dia tetap Ayah kamu, Sayang," ucapnya dengan lembut.
Wilona mengurai pelukan, menyeka air matanya lalu memandang wajah sang ibu. "Pokoknya, sampai kapan pun aku gak akan pernah ngakui Om Alex sebagai Ayahku. Aku juga gak mau Ibu sama Om Alex sampe nikah dan tinggal sama kami, aku gak mau titik! Aku benci sama Om Alex, benci!"
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅