Arin adalah perempuan sederhana, manis tapi cerdas. Arin saat ini adalah salah satu mahasiswi jurusan tehnik kimia di fakultas tehnik negeri di Bandung. Orang tua Arin hanyalah seorang petani sayuran di lembang.
Gilang adalah anak orang terpandang di kotanya di Bogor, ia juga seorang mahasiswa di tempat yang sama dimana Arin kuliah, hanya Gilang di jurusan elektro fakultas tehnik negeri Bandung.
Mereka berdua berpacaran sampai akhirnya mereka kebablasan.
Arin meminta pertanggung jawaban dari Gilang namun hanya bertepuk sebelah tangan.
Apakah keputusan Arin menjadi single mom sudah tepat? dan seperti apakah sikap Gilang ketika bertemu putrinya nanti?
Yuuk kita ikuti alur ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yance 2631, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ABEGE Tua
Gilang dan Arin baru selesai mandi dan berganti pakaian, lalu Arin tampak melipat baju-baju kotornya.. terlihat Gilang masih dengan balutan handuknya sehabis mandi, dan si 'junior' pun masih tampak berdiri tegak memberi hormat, tak lama kemudian...
"Ambu... eneng boleh makan mie goreng?, ambuuu, kok lama banget sih du kamar?" teriak Alina kesal dari luar kamar.
"Sebentar nak, ini ambu masih beresin baju kotor dulu, "ujar Arin, tidak lama Arin pun keluar menghampiri Alina yang rewelnya kumat.
"Eneng pengen mie goreng ambu, boleh?" tanya Alina.
"Boleh.. tapi jangan pedes ya.." ujar Arin. "Mie gorengnya beli online ya ambu, ambu yang bayarin.. ini soalnya cod" ujar Alina tersenyum.
"iya sok, pesan aja.." ujar Arin.
Sementara Gilang sedang mandi di kamar, rasanya Arin mau mandi berdua suaminya.. tapi ada Alina dan ibu juga.
Mie goreng pesanan Alina pun datang, Arin lalu membayarnya.
Tampak Alina makan dengan lahapnya, Arin pun hanya mencicipi saja. Gilang lalu keluar dari kamarnya dan bergabung..
"Ayah, mau cobain mie goreng?" tanya Alina, "mana coba.. "ujar Gilang, lalu Alina menyuapi 1 sendok mie goreng ke ayahnya.
Gilang pun menatap Alina, "kenapa ayah liatin eneng terus gitu?" tanya Alina.
"Ayah bangga sama eneng, kamu cantik makin besar, cerdas, sholehah nak.. "ujar Gilang. Alina pun tersenyum mendengar ayahnya.
Terdengar suara mobil datang, ternyata taksi online bersama pak Ahmad datang menjemput ibu Siti di rumah Gilang..
Tak lama setelah itu pak Ahmad membawa bu Siti pulang ke lembang, mereka pun berpamitan. Arin lalu menghampiri sopir taksi online.. dan membayarnya,
"Pak, jangan ngebut ya.. dan hati-hati di jalan" ujar Arin. Sopir itu pun mengangguk.
"Neng, udah ngantuk?" tanya Gilang melihat Alina masih membaca beberapa diktatnya.
"Belum ayah.. tanggung sedikit lagi" ujar Alina sambil membaca.
"Sebaiknya kamu coba tidur, istirahat kan katanya eneng kurang enak badan, ya.. anak cantik" ujar Gilang yang ingin supaya Alina tidak mengganggu misinya bersama Arin.
"Ya udah eneng udahan.. mau tidur aja" ujar Alina sambil berjalan ke kamarnya, "Ambu kemana ayah?" tanyanya lagi.
"Ambu di kamar.. "ujar Gilang.
"Ambu.. temenin eneng tidur dulu, jangan sama ayah terus" ujar Alina yang masih manja.
Arin pun keluar dari kamarnya, lalu menghampiri putrinya.. "Mm, kamu tuh ya udah mau 17 tahun tapi tidur masih mau di kelonin aja" ujar Arin.
Gilang pun tersenyum.
Tanpa di sadari Arin pun akhirnya terlelap bersama Alina, lalu Gilang mencoba membangunkan istrinya..
"Sstttt.. Rin, Rin bangun.. bangun.. yuuk pindah" ujar Gilang sambil menggoyang badan Arin. Arin pun membuka matanya, lalu menyelimuti Alina yang sudah terlelap.
"Tega ya malah tidur disini... "ujar Gilang, langsung membopong tubuh Arin membawanya dan menidurkannya di ranjang kamar mereka.
Gilang lalu mulai mendekati Arin yang tampak masih mengantuk, "kamu tadi tidur lelap sekali sama eneng.. "ujar Gilang.
Gilang dengan lembut menyentuh bibir Arin yang masih soft dan hangat itu, Arin pun merespon Gilang dengan gairahnya.
Hening sesaat, bukan canggung.. tapi lebih seperti dua hati yang masih menyesuaikan diri dalam kebersamaan,
"Rin .. pernah kamu tahu besarnya cintaku?" ujar Gilang menatap istrinya sambil menyentuh belahan dada Arin yang putih mulus dan terasa hangat.
"Mm .. aku tahu sayang" ujar Arin sambil menarik Gilang tenggelam dalam dekapannya, bukan rayuan tapi hanya perasaan jujur yang biasanya begitu sulit memperlihatkan kelemahannya.
Gilang lalu membelai lembut pipi Arin, memastikan apa yang dia rasakan itu nyata dan mulai mencumbui setiap lekuk tubuh Arin yang membuatnya candu..
Dan malam itu dunia hanya milik mereka berdua.
------------
POV DEVI
Hampir rasanya tidak percaya, aku melihat jelas papaku menggandeng perempuan muda cantik.. jantungku rasanya mau lepas.
Aku coba lagi memperjelas mataku sendiri melihat mereka berdua berjalan.. dan ternyata penglihatanku masih normal,
Yang keluar dari mobil itu adalah benar papaku sendiri bersama perempuan cantik berambut panjang.. Aku langsung mengabadikan momen ini dan membuat video singkat mereka diam-diam.
Seingatku mama tadi bilang, kalau ayah atau papaku sedang dinas luar ke Bogor, lalu siapa perempuan muda ini yang bersama papa sekarang ini?, mereka seperti terlihat mesra..
"Apa hubungan perempuan itu dengan papa, apa aku samperin aja ya?" gumamku.
Hari ini aku benar-benar double sial!, pertama gagal menteror Arin.. dan kedua aku melihat jelas papaku sendiri dengan perempuan lain selain mama yang setia.
Aku segera menghabiskan sisa kopi dan cemilanku dan menuju resto kecil yang berada tepat di sebelah coffee shop tempat aku beristirahat tadi.. dan mencari keberadaan mereka di dalam resto,
"Mas, tempat makannya cuma lantai 1 ini atau ada di lantai 2?" tanyaku pada pelayan.
"Oh, ada di lantai 2 juga mbak.." ujar waitress tersebut. Aku bergegas menuju lantai 2, dan benar .. aku melihat papa bersama perempuan itu sedang berbincang bermesraan, aku pun langsung menghampiri papa...
"Papa..!?!?" ujarku menatap papa yang terlihat panik, langsung menjauh sedikit dari perempuan yang bersamanya tadi.
"Papa tega ya, menghianati mama di rumah, jadi selama ini papa selingkuh, iya?, pantas saja aku juga diselingkuhi suamiku sendiri.." ujarku sambil menangis, dan aku pun refleks menampar perempuan muda di sebelah ayah.
"Dasar jablay Lo!, cewek nggak bener Lo ya?!" ujarku marah sekali.
"Sudah Dev.. sudah, nggak seburuk yang kamu kira, cukup!" ujar ayahku.
Perempuan yang bersama papa tadi tampak malu dan memegang pipinya yang merah bekas tamparanku tadi..
"Heh!!, perempuan gatel.. Lo cewek matre ya?, ngapain coba sama bandot tua kayak gini, Lo cuma pengen duit bokap gue kan?" ujarku tanpa sadar ada di tempat umum.
"Om, om aku mau pulang aja.. "ujar perempuan tadi merengek sama papaku.
Lalu aku menatap papaku yang hanya diam,
"Awas ya pah, kalau sampai papa antar perempuan pelakor sialan ini.. Devi akan obrak abrik rahasia papa yang lain!!" ujarku sambil menunjuk-nunjuk perempuan ini.
Dan sepertinya perempuan tadi begitu berniat membuatku marah,
"Om, aku.. aku udah telat 4 bulan nggak datang bulan, aku.. nggak mau begini, "ujar perempuan tadi yang sukses membuat mataku terbelalak.
"Papa.. jadi papa juga sudah tidur sama perempuan sialan ini??" ujarku terkejut dan marah sekali. Papa hanya terdiam, mungkin malu.
Entah benar atau tidak.. pernyataan perempuan muda tadi, yang jelas kata-katanya membuat semakin marah dan bikin aku tambah pusing, dadaku terasa sesak.. sesak karena aku harus melihat kejadian ini dan ambisiku yang masih berharap Gilang menikahiku lagi.
Karena rasa kesalku yang sudah sampai ubun-ubun dan mulai mendidih lagi, lalu aku menampar lagi dengan keras perempuan itu.. setelah itu tanpa aku sadari, papa juga menamparku keras.. 'plakk!!', aku langsung memegang pipiku..
"Silahkan kamu ikut papaku, tapi kalau terjadi sesuatu sama papaku... aku nggak akan urus lagi!!" ujarku sambil meninggalkan papaku dan selingkuhannya.
Sakit sekali rasanya hatiku, aku terus berjalan ke arah parkiran rest area.. ditambah tatapan orang-orang yang melihatku emosi tadi membuatku malu, segera aku pergi dengan mobilku melanjutkan perjalanan menuju Jakarta.
Tiba di rumah, aku menceritakan semua kejadian yang aku lihat tadi dengan mamaku.. Mamaku juga tidak bisa berbuat banyak tapi ia cukup punya alasan untuk mencari perempuan itu.
Aku pun juga sakit hati dengan perbuatan papaku di tambah lagi dengan Gilang yang tidak mau mengikuti keinginanku..
****