Aini dan Brandon saling mencintai. Cinta mereka bersemi di pesantren tempat mereka menuntut ilmu. Akan tetapi, perbedaan kasta di antara keduanya membuat hubungan mereka menjadi rumit. Bapak Aini yang matre, sengaja menjodohkan Aini yang statusnya merupakan kembang desa, dengan anak juragan tanah setempat. Padahal, sebenarnya Brandon anak orang kaya. Orang tua Brandon yang memiliki pesantren Brandon dan Aini menuntut ilmu.
Hingga setelah sederet kesalahpahaman yang terjadi, dan delapan tahun telah berlalu, takdir kembali menemukan mereka dalam status berbeda. Aini yang hijrah ke Jakarta menjadi ART, justru bekerja di rumah orang tua Brandon. Selain mengetahui fakta bahwa ternyata Brandon merupakan anak dari orang kaya raya, Aini juga mengetahui bahwa pemuda yang statusnya masih menjadi kekasihnya itu akan menikah dengan wanita lain.
Sementara yang Brandon tahu, Aini sudah menikah, hingga akhirnya Brandon juga menyerah dan mau-mau saja dijodohkan dengan seorang perempuan cantik dari kerabat orang tuanya. Namun kini, di hadapannya, Aini justru mendadak hadir sebagai pembantu baru di rumahnya.
Kisah mereka memang belum usai. Namun masalahnya, selain bibit, bebet, sekaligus bobot mereka sangat berbeda, Tuan Muda yang dulu dianggap miskin juga sedang menjalani persiapan pernikahan di tahap akhir.
Lantas, bagaimana akhir dari kisah mereka? Akankah Brandon mengambil keputusan sulit yaitu meninggalkan persiapan pernikahannya untuk Aini yang masih sangat ia cintai? Atau, justru Aini yang akan diam-diam pergi mengakhiri kisah mereka yang terhalang kasta?
💗Merupakan bagian dari novel : Mempelai Pengganti Ketua Mafia Buta yang 💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22 : Tiga Hari Berlalu
Tiga hari berlalu, Boy sudah menghapus tuntas cacar palsunya. Namun, tahi lalat di atas bibir atasnya juga tak perlu ia tutupi karena demi menyamar menjadi Brandon, Boy sengaja menghapusnya secara permanen.
Senyum hangat sudah langsung Lentera berikan kepada Boy, ketika pria yang mulai mau memakai warna selain warna hitam itu akhirnya datang.
Hari ini Lentera sudah diizinkan pulang. Ibu Elena masih terjaga di sana karena Boy tidak bisa melakukannya selama dua puluh empat jam. Namun setiap sepulang kerja, Boy akan langsung datang ke rumah sakit menjaga Lentera. Barulah kala pagi tiba, Boy akan berangkat kerja, tapi sebelum itu Boy selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama Lentera lebih dulu.
“Enggak apa-apa dadaku enggak pernah berdebar, yang penting waktunya benar-benar hanya buat aku. Dia perhatian, bahkan dia juga jadi manis. Semua ini beneran sudah lebih dari cukup,” batin Lentera membiarkan Boy menyalami ibu Elena lebih dahulu.
“Macet parah ...,” ucap Boy ketika ia duduk di sofa persis di hadapan Lentera.
Lentera yang duduk menyamping di pinggir ranjang rawat, membiarkan kedua lututnya langsung dipijit-pijit oleh Boy. Ia menggunakan kedua tangannya untuk membingkai gemas kedua pipi Boy. Hanya agar bisa pulang bersama pemuda itu dan sampai sekarang ia kira sebagai Brandon, ia yang dijadwalkan pulang dari sebelum jam makan siang, rela menunggu hingga petang.
“Mau istirahat dulu, apa langsung pulang?” lembut ibu Elena yang makin merasa bahagia di setiap ia menyaksikan interaksi romantis antara Lentera dan Boy. Meski ketika ada pak Rayyan, keromantisan itu akan terganggu lantaran sampai detik ini, pak Rayyan belum rela membiarkan Lentera menikah dengan keturunan dari pak Helios.
Ibu Elena hendak memberi Boy satu botol air mineral, tapi nyatanya Lentera sudah lebih dulu melakukannya. Lebih tepatnya, Boy yang meminta minum dan itu bekasnya Lentera.
“Alhamdulillah ya Allah, ini berkah dari kecelakaan putri hamba. Brandon jadi seperhatian bahkan manja begitu ke Tera. Tentu Tera makin bahagia,” batin ibu Elena yang memilih meminum air minu. di tangan kanannya. Ia tak jadi memberikan satu botol air mineral baru itu kepada Brandon.
“Langsung pulang saja yah, biar kamu bisa istirahat dengan leluasa. Ah, ... jalan-jalan ke salon, terus nonton bioskop. Sepertinya itu jauh lebih kamu butuhkan ketimbang istirahat tiduran terus di kamar. Tiduran terus di rumah sakit saja sudah bikin kamu bosan banget, kan?” sergah Boy. Kedua matanya berbinar-binar menatap antusias kedua mata Lentera yang menatapnya sendu, tapi kedua tangannya bekerjasama menutup botol air mineral.
“Kalau kalian mau jalan-jalan, berarti Mamah pulang duluan ya,” ucap ibu Elena yang siap memboyong barang-barang di meja sebelahnya.
Boy yang berangsur berdiri menyarankan ibu Elena ikut. “Mamah sekalian saja, biar Tera juga ada temen. Nanti kabari papah, kalau memang mau ikut, papah nyusul saja,” yakin Boy. “Jaga orang sakit juga enggak kalah suntuk, kan?” lanjutnya yang sudah langsung memboyong setiap barang yang memenuhi meja di sebelah ibu Elena.
Boy memboyong sebagian barang-barang dan tentu milik Lentera maupun ibu Elena, ke mobilnya.
“Mamah ikut bantu, ya.” Ibu Elena sengaja menawarkan bantuan. Terlebih yang ia tahu, seharian ini Boy sibuk kerja dan tadi pun sampai terjebak macet parah. Bisa ia pastikan, itu sangat membuat calon menantunya lelah.
“Enggak apa-apa, Mah. Mamah temenin Tera saja. Ini sekali jalan, habis itu, kita bareng-bareng!” yakin Boy sudah langsung pergi.
Senyum cerah ibu Elena berikan kepada sang putri yang ia pergoki tak hentinya memandangi Boy penuh rasa syukur. Lentera langsung tersipu ketika akhirnya tatapan mereka bertemu. Terlebih ketika Boy kembali dan pemuda itu tak mengizinkan Lentera jalan atau pun memakai jasa jemputan kursi roda dari petugas rumah sakit.
Boy sengaja membopong Lentera. Petugas rumah sakit hanya membantu mereka membawa sebagian barang-barang yang belum diangkut dan sebagiannya sudah dibawa ibu Elena maupun sang ajudan.
Keyakinan ibu Elena bahwa Boy sudah sangat lelah, terbukti ketika akhirnya pemuda itu ketiduran di salon. Padahal baik ibu Elena maupun Lentera belum lama memulai acara creambath mereka.
Lentera yang memang jadi pendiam semenjak kecelakaan, sengaja izin untuk menghampiri Brandon, tak lama setelah kepalanya dibungkus menggunakan handuk. Lentera membimbing Boy yang ketiduran sambil duduk, meringkuk di tempat duduk tunggu.
Kebetulan, di waktu yang sama, pak Rayyan datang. Pak Rayyan langsung bengong menyaksikan pemandangan tersebut. Boy yang sempat terbangun sempat menolak ditidurkan oleh Lentera.
“Ini masih agak lama. Enggak apa-apa, Sayang tidur saja dulu,” lembut Lentera sambil mengelus-elus pipi kiri Boy menggunakan tangan kanannya.
“Anaknya si Helios jadi bucin ke anakku. Jadi, wajib ada kecelakaan dulu, otaknya baru geser ke posisi semestinya?” sinis pak Rayyan yang juga melirik sinis Boy. Boy sudah langsung tidur dan bahkan tampaknya tak tahu jika ia datang. Karenanya, ia sengaja menghampiri sang istri. Karena meski mereka sudah tidak muda, ia memang telanjur bucin kepada ibu Elena.
Saat akhirnya mereka masuk bioskop, pak Rayyan yang masih menjaga interaksi Boy dan Lentera meski Boy sudah tidak pura-pura cacar, sengaja duduk di antara keduanya.
“Pah, itu sebelah istrimu pria keren. Astaga, niat hati jaga anak, istri malah dibawa pria lain!” goda Boy yang tak segan menertawakan pak Rayyan.
Pak Rayyan yang awalnya belum tahu, sudah langsung mendelik dan buru-buru tukar posisi. Membuat Lentera dan ibu Elena duduk di tengah mereka. Ibu Elena disebelah pak Rayyan, sementara Lentera yang persis di sebelahnya sudah langsung bersandar sambil mendekap sebelah tangan Boy menggunakan kedua tangan.
Berbeda dari biasanya, kali ini Boy sudah langsung balas mendekap Lentera. Ibu Elena refleks menitikkan air mata hanya karena kenyataan tersebut. Ibu Elena memilih meniru gaya Lentera, melakukannya kepada pak Rayyan yang memang tak hanya protektif kepadanya. Sebab suaminya itu masih saja posesif meski mereka sudah memiliki tiga orang anak.
Tentu saja kenyataan kini akan selalu terjadi lantaran yang bersama mereka itu Boy, si pemuda hangat. Bukan Brandon yang hanya akan begitu kepada wanita yang dicintai yaitu Aini.
“S-sayang,” lembut Lentera terdengar merengek.
Setelah sepanjang kebersamaan cenderung diam, dan malah Boy yang berisik, suara Lentera barusan refleks membuat Boy tersenyum sambil menoleh sekaligus menatap kedua mata Lentera. Kedua mata itu masih menatapnya dengan sangat sendu.
“Makasih banyak buat semuanya,” ucap Lentera sambil tersenyum lembut. Ia sengaja mengec*up pipi Boy. Pemuda itu langsung bengong. Ekspresi yang benar-benar sulit untuk Lentera pahami.
bahasanya juga mudah dicerna ada kesalahan dikit² dalam menyebut kan tokoh sih dimaklumi karena aku sendiri kalau suruh ngarang tulisan bahasanya juga masih nggak bisa berurutan