Juminten dan Bambang dari namanya sudah sangat khas dengan orang desa.
Kisah percintaan orang desa tidak ada bedanya dengan orang kota dari kalangan atas hingga bawah.
Juminten, gadis yang ceria dan supel menaruh hati kepada Bambang kakak kelasnya di sekolah.
Gayung bersambut, Juminten dan Bambang dijodohkan oleh kedua orangtua mereka.
Pernikahan yang Juminten impikan seperti di negeri dongeng karena dapat bersanding dengan pria yang dia cintai hancur berkeping-keping. Disaat Juminten berbadan dua, Bambang lebih memilih menemui cinta pertamanya dibandingkan menemaninya.
Apakah Juminten akan mempertahankan rumah tangganya atau pergi jauh meninggalkan Bambang dan segala lukanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa Mulachela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Sepulang dari Mall, terjadi kegiatan mengheningkan cipta selama 2 minggu oleh Juminten. Dan perbuatan itu dilakukan Juminten hanya pada tersangka utama, yaitu Suaminya Bambang dan Sahabatnya Mala. Membuat mereka kelabakan menghadapinya.
Juminten tetap menjadi istri solehah untuk Bambang. Tetap melakukan kegiatan wajibnya setiap hari. Dari membangunkan Bambang, menyiapkan seragam, memasak, juga bekal untuk sekolah. Tapi tetap dengan posisi DIAM.
Bambang bersyukur, setidaknya Juminten lebih baik mendiamkannya daripada kembali pulang ke rumahnya. Baju-baju yang di kemas Juminten kapan hari, sudah di kembalikan semula ke dalam lemari.
Brum!
Terdengar suara mobil berhenti di halaman rumah Bambang. Ternyata, Rohaya dan Suami yang turun dari mobil membawa oleh-oleh untuk anak semata wayang juga mantunya.
Tok!
Tok!
"Assalamualaikum!" Emak dan Bapak memasuki pintu rumah menantunya.
"Waalaikumsalam!" Juminten yang sedang mencuci piring di belakang, segera berlari mendengar suara kedua orang tuanya.
"Bapak, Emak!" Teriak histeris Juminten melihat kedua orang tua nya yang datang. Bambang yang ada di dalam kamar segera berlari menghampiri istrinya.
Terlihat Juminten memeluk erat kedua orang tuanya. Juminten menangis keras-keras, mencurahkan rasa sedihnya pada kedua orangtuanya. Melihat anaknya yang biasanya ceria, dan nyablak tiba-tiba begini, membuat hati mereka tersayat, apakah anaknya tidak betah selama tinggal disini?
"Mak! Bu!" Bambang mencium tangan kedua mertuanya.
" Kalian nggak ada masalah kan?" Selidik Udin.
Mereka berdua serempak menggelengkan kepala.
"Kalau memang nggak ada masalah, ayo duduk depan. Kita ngobrol disana bareng-bareng!" ajak Udin pada anak dan menantunya.
Mereka pun duduk di ruang tamu, terlihat Juminten yang duduk menjauh dengan suaminya. Dan memilih duduk dengan kursi orang tuanya. Membuat Udin dan Rohaya curiga.
"Lu napa sih, masih mewek aja! " ucap Emak.
"Kan, Jumi kangen Emak!" Juminten sambil memeluk erat Emaknya.
"Gelay Emak, Jum. Denger omongan lu! Asal lu tau, Emak gini-gini juga pernah rasain manten baru. Manten baru tuh nggak mungkin renggang gini duduknya. Lu disini, suami lu disana! Emak dulu ya, kalo ada Eyang lu ke rumah malah nunjukin kemesraan. Bukan kayak gini! Makin curiga gue!" Rohaya menatap horor pasangan pengantin baru.
"Bambang, Jumi. Bapak dan Emak nggak mau tau masalah kalian berdua apa. Tapi, kami ingin Bambang sebagai suami menjadi pribadi yang lebih dewasa lagi. Juminten juga, tugasnya mengerti keadaan suami. Sama-sama saling perhatian juga pengertian. Dan satu lagi saling TERBUKA. "
Bambang di buat salah tingkah dengan ucapan mertuanya.
"Eh, Juminten lupa belum hidangin tamu minum. Juminten buatin es dulu ya, biar adem. Pengap nih tiba-tiba pas ada Emak sama Bapak dateng. Oksigen nya mulai berkurang!" ucap Juminten sambil lari ke dapur menghindari kedua orang tuanya.
"Noh, makin curiga gua!" Emak sambil melirik Bambang di depannya. Keringat di dahi Bambang mulai keluar banyak, mulai was-was akan di interogasi mertuanya.
"Maaf ganggu, Juminten kasi minum air putih dulu. Takut-takut Bapak Jumi lagi khilaf. Daripada lempar meja kursi mending siram nih air!" Juminten menyajikan air putih lalu kabur ke dalam dapur. Aura di ruang tamu tiba-tiba terasa mencekam. Tatapan mata keda orang Juminten semakin horor pada mantunya.
Tubuh Bambang pun ikut melemas mendengar pernyataan Juminten. Bambang pun menundukkan pandangannya, menghilangkan rasa canggungnya.
"Nak, Bambang." Bambang pun mengangkat kepalanya, mendengar suara Bapak mertuanya dengan nada serius.
"Juminten belum pernah pacaran. Juminten juga kuper anaknya. Bukan karena kami yang nggak ijinin Juminten bisa bebas keluar dengan teman-temannya. Tapi, memang Emak sama Bapak pengen Juminten jadi perempuan yang baik bisa menjaga kehormatan khususnya perawannya. Itu juga untuk nak Bambang!"
"Keputusan pernikahan kalian kemarin memang sangat mendadak. Apa nak Bambang lupa bagaimana perjuangan mama menghadapi sakaratul maut?" tanya Udin.
Bambang menggelengkan kepalanya.
"Pernikahan kalian masih sa..ngat muda. Kalian masih sama-sama sekolah. Masih sama-sama memiliki egois yang tinggi, Emak sama Bapak juga tidak menuntut segera punya cucu dari kalian. Tapi, kita minta kalian belajar menjadi pribadi yang dewasa lagi. Saling mengalah ya, banyak yang sabar menghadapi Juminten ya, nak." Bapak mengelus bahu Bambang.
"Yasudah dilanjut lagi, yuk makan dulu. Pasti nak bambang makin lemes habis denger siraman qolbu dari Bapak. Ayo ke dapur. Emak bibirnya mulai gatel, nih!" Ucap Emak sambil bangun dari duduknya.
Rohaya pun berlari dulu masuk ke dapur. Niat hati menjewer telinga Juminten karena meninggalkan suaminya yang sedang di sidang tanpa ada niatan membantunya. Malah di suguhkan Juminten yang sedang duduk merenung diatas meja. Bahkan air di teko tiup berbunyi, Juminten masih belum sadar.
"Astaghfirullah! Astaghfirullah! ya Allah! Nyebut, nak!" Teriak Rohaya sambil mematikan kompor.
"Siang-siang gini ngelamun! dari pada kamu ngelamun, sono cari rujak buah sama es doger. Emak ngidam, nih! "
Juminten pun menoleh ke Emaknya.
"Bilang aja Emak lagi pengen itu, pake alesan Juminten ngelamun. Mana duitnya?" Juminten menengadahkan tangannya.
"Astaghfirullah pelit amat sama Emakk lu dewe, itu makanan yang Mak bawa kalo Mak total sama rujak ma es doger yang Mak suruh totalnya bisa 5 kali lipatnya!"
"Emak kok perhitungan. Kan itu emang jatah Juminten nggak makan 3minggu di rumah Jumi. Jadi ya wajarlah kalo Jum—"
Omongan mereka terputus ketika Bambang dan Udin menghampiri mereka.
"Noh, Mbang. Bini lu pelit amat sama Maknya. Cuman minta es doger sam rujak buah aja peritungan!"
"Udah, biar saya yang belikan, Mak. Saya siap-siap dulu." Bambang pun meninggalkan dapur.
"Jumi ikut, Mas. Sebentar Jumi ambil jaket dulu!"
Grep!
Tangan Juminten di cekal Rohaya, "Eh, apa ini.. Pake ikut segala, dirumah aja. Emak masih kangen!"
"Nah, ini alesan Jumi ikut sama Mas Bambang, pasti di rumah di interogasi Emak sama Bapak!"
"Nah, lu kasi alesan kayak gini semakin Emak curiga ada masalah sama kalian!"
Juminten pun kabur dari dapur agar tidak keceplosan lagi.
"Udah, Mak. Biarin mereka keluar. Yok kita liat tv di ruang tengah. Kapan lagi kita liat tv tipis!" ajak Udin pada istrinya.
Bambang dan Juminten segera bersiap. Bambang yang melihat muka sembab sang istri mendekatinya, menghapus sisa air matanya. Juminten yang di tatap dekat dengan Bambang, masih berdebar seperti biasanya.
"Muka kamu sembab, pakai bedak ma lipstik gih, biar segeran." Bambang mengelus wajah istrinya.
Bambang mengira, Juminten sudah mau diajak ngobrol ternyata masih sama. Juminten kembali ke mode mengheningkan ciptanya. Menganggap Bambang tak ada di dekatnya.
Bambang pun segera keluar dari kamar dan menunggu istrinya di depan rumah saja. Juminten yang melihat Bambang keluar pintu kamar segera memakai bedak dan lipstik seperti perintah suaminya.
Bambang jgn galau gitu,noh Rena sdh siap jd masa depanmu. tinggal kedipkan matamu buat othor. biar bisa dpt daun muda😁✌️🏃🏃🏃💨💨💨💨