Sosok gadis manja dan ceria berubah menjadi gadis yang bersikap sangat dingin saat ayah yang begitu dia sayangi menyakiti hati ibunda tercinta. Ara menjadi gadis yang dewasa, bertanggung jawab pada keluarga dan sangat menyayangi keluarganya. Itu sebabnya Ara berusaha melakukan apapun untuk membahagiakan ibu dan kedua adiknya, termasuk menjadi wanita simpanan dari seorang bule tajir.
Seorang Bule yang Ara sendiri tidak tahu siapa namanya, karena yang Ara tahu hanya nama panggilan pria itu, yaitu Al.
"Jangan tanya namaku! Dan jangan mencoba mencari tahu siapa aku! Hubungan antara kita hanya sebatas ranjang, selebihnya aku tidak mengenalmu dan kau tidak mengenalku."
Ucapan bule tajir itu saat dulu membuat kesepakatan dengan Ara, menjadi hal yang selalu Ara ingat untuk membentengi hatinya.
Bagaimana kelanjutan kisah Ara?
Masukan buku ini ke rak baca kalian, ikuti ceritanya dan dukung selalu authornya. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Fi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bule 22
Meski pun merasa terkejut dengan telepon masuk dari Al, tapi tak dipungkiri Ara juga merasa sangat senang saat pria itu menghubunginya. Biasanya Al sangat jarang menghubunginya apalagi setelah mereka baru saja bertemu, butuh beberapa hari atau mungkin beberapa minggu untuk Al kembali menghubungi Ara, dan sekarang Ara jelas saja tidak dapat menyembunyikan senyumnya.
"Kamu di mana?"
"Aku masih di salon sekarang," kata Ara ketika Al mempertanyakan di mana dirinya saat ini.
Wanita itu naik ke lantai atas, di mana terdapat salah satu ruangan untuknya beristirahat selama berada di salon. Telepon dari Al membuat moodnya menjadi baik setelah seharian ini dalam kondisi yang buruk.
Ara mendekati ranjang, dan menjatuhkan tubuhnya kasar di sana. Dia berbaring dengan setengah kaki tertekuk masih menapak lantai.
"Apa kamu sudah sampai di tempat tujuan? Kuharap waktumu luang agar bisa menemaniku tidur malam ini," kata Ara lagi, setelah mendengar sambungan telepon itu begitu sunyi karena Al tak lagi bersuara.
"Al, kamu masih ada sana, kan?" tanya Ara kembali memanggil kekasih rahasianya itu.
"Aku akan menelponmu lagi nanti, Ara, sampai jumpa." Tapi, balasan Al begitu singkat. Lelaki itu bahkan tak mengucapkan kata-kata manis untuk berpamitan dan langsung mematikan telepon begitu saja.
Hal ini membuat mood Ara kembali hancur. "Kalau masih sibuk, seharusnya tak usah menelpon. Tidak tahu apa kalau itu hanya menambah rindu saja!" decak Ara bergumam.
Embusan napas panjang keluar dari bibir Ara, dia melemparkan telepon genggamnya begitu saja dan langsung bangun untuk duduk di tepian ranjang. "Kira-kira, apa yang sedang dilakukan Al saat ini? Di mana dia sekarang?" gumam Ara bertanya-tanya.
Ara sangat ingin tahu kegiatan lelaki itu saat tak bersamanya. Tetapi, lelaki itu tak pernah memberi tahunya sama sekali. Bahkan suatu ketika Ara pernah bertanya, Al malah marah dan langsung menutup teleponnya begitu saja.
"Hah...!" decak Ara mendesah kasar. "Aku tidak boleh memikirkan hal itu. Al tidak suka jika aku ingin tahu tentang kehidupannya!" imbuhnya bergumam sendiri.
Ara mengabaikan pikirkan itu, kini tubuhnya yang terasa gerah memaksanya untuk minta dimandikan. Wanita itu mulai membuka blouse-nya, dan tepat ketika dia ingin melepaskan celananya, betapa terkejutnya dia menemukan pelanggan rese-nya tadi sudah membuatnya kesal, tengah berdiri di pintu yang mengarah ke tangga.
"Aaa! Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Ara panik, mengambil lagi bajunya untuk dipakai. Ara merapikan penampilannya, dan benar-benar memastikan tubuhnya tertutup sebelum menatap Saka dengan tajam.
Saka sendiri tak merasa bersalah sama sekali, hanya meringis dengan tatapan tanpa dosa. "Maaf, hanya saja aku mau minta tolong padamu. Melihatmu menghilang saat naik tangga membuatku segera mengikuti. Tapi tenang saja, aku tadi langsung berbalik saat kamu membuka baju. Aku tak melihatnya, sumpah!" ucapnya beruntun dengan polos.
Hal ini membuat Ara berdecak kesal, lalu mendorong Saka untuk turun lagi ke lantai bawah. Setelahnya dia mulai bertanya, "Mau minta tolong apa?"
"Karena aku memutuskan untuk tidak pulang, aku tidak mempunyai tempat tinggal untuk malam ini. Apa kamu tahu hotel terdekat dari sini?" tanya Saka sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sikapnya terlihat canggung saat ini.
"Ada, tapi jaraknya lima ratus kilometer. Jika malam seperti ini tidak ada taksi, jadi kamu harus jalan kaki untuk ke sana," kata Ara acuh. Dia beranjak mendekati lemari pendingin untuk mengambil botol air minum.
"Astaga, itu terlalu jauh. Yang ada kakiku akan pegal nantinya," kata Saka mendramatisir. Tiba-tiba, dia tersenyum sumringah. "Kulihat di atas tadi ada dua ruangan, apa aku boleh meminjam satu ruangan yang lain untukku tidur?"
"Tidak!" jawab Ara menolak tegas. Ruangan satunya adalah ruang yang biasa digunakan pegawai salonnya untuk beristirahat. Dan dia tidak ingin menyerahkan ruangan itu ke sembarang orang.
"Aku tidak menerima penginapan! Jadi pergilah, cari tempat tidurmu sendiri!" imbuh Ara mengusir.
"Kamu benar-benar ingin aku pergi? Bagaimana jika aku kabur dan tak mau bertanggung jawab lagi menjadi satpam salonmu?" tanya Saka lagi, sambil menaikkan sebelah alisnya.
Hal ini membuat mata Ara menyipit, dia terlihat memikirkan ucapan Saka barusan. Jika memang benar lelaki itu akan kabur, bukankah dia tak bisa melakukan balas dendamnya untuk membuat lelaki itu sengsara?
"Baiklah, kalau begitu tidurlah di sofa sana!" Ini adalah pemikiran gila yang terlintas tiba-tiba di benak Ara. Dia tak menyangka jika mulutnya akan berkata hal demikian.
Dia ingin menarik lagi kata-katanya, ketika Saka sudah mengucapkan terima kasih padanya dan langsung merebahkan diri di kursi sofa panjang. Hal ini membuat kepala Ara langsung pusing seketika.
Bagaimana reaksi para pegawainya besok jika dia ketahuan memberikan tempat tidur gratis pada seorang lelaki?
Astaga, Ara benar-benar tak bisa memikirkan hal ini. Kepalanya sudah sangat pusing, dan hal yang dia butuhkan saat ini hanyalah tidur.
Sudahlah, semoga keputusanku tidak menambah masalah. Batinnya.