Revan adalah pria tampan dan pengusaha muda yang sukses. Namun di balik pencapaiannya, hidup Revan selalu berada dalam kendali sang mama, termasuk urusan memilih pendamping hidup. Ketika hari pertunangan semakin dekat, calon tunangan pilihan mamanya justru menghilang tanpa jejak.
Untuk pertama kalinya, Revan melihat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri. Bukan sekadar mencari pengganti, ia menginginkan seseorang yang benar-benar ingin ia perjuangkan.
Hingga ia teringat pada seorang gadis yang pernah ia lihat… sosok sederhana namun mencuri perhatiannya tanpa ia pahami alasannya.
Kini, Revan harus menemukan gadis itu. Namun mencari keberadaannya hanyalah langkah pertama. Yang lebih sulit adalah membuatnya percaya bahwa dirinya datang bukan sebagai lelaki yang membutuhkan pengganti, tetapi sebagai lelaki yang sungguh-sungguh ingin membangun masa depan.
Apa yang Revan lakukan untuk meyakinkan wanita pilihannya?Rahasia apa saja yang terkuak setelah bersatu nya mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Memilih Gaun
Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian ketika Eliana dan Nadia berhasil mengerjai orang yang mengaku sebagai utusan pelanggan. Yang membuat mereka lebih tenang, tidak ada tanda-tanda kemunculan Celin ataupun Miranda, dan justru itu yang membuat mereka harus lebih berhati-hati.
Hari ini, Nenek Sonya berencana membawa Eliana ke butik langganannya untuk memesan gaun pesta sekaligus bertemu wedding organizer. Sedangkan Revan akan menyusul siang nanti setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan butik Eliana. Dari dalam, turunlah Nenek Sonya dengan langkah anggun, ditemani sopir yang selalu setia mengikuti nya.
Eliana yang baru selesai menyusun perlengkapan menjahitnya langsung tersenyum dan menyapanya. “Nek, kenapa nenek harus repot-repot menjemput El? harusnya El saja yang menjemput nenek.”
Nenek Sonya menepuk pelan tangan Eliana. “Tidak apa-apa, Sayang. Nenek memang sengaja datang. Selain mau menjemputmu, nenek juga ingin melihat kebaya yang kamu buat untuk akad nanti.”
Eliana sedikit gugup namun senang. “Kalau begitu, sini Nek, El tunjukkan.”
Eliana membuka penutup manekin dan memperlihatkan kebaya yang hampir selesai. Kebaya itu lembut, detailnya halus, dan warnanya anggun.
Nenek Sonya ersenyum, ia terkesan. “Cantik sekali… ini hasil kerja kamu semua?”
Eliana mengangguk. “Masih ada sedikit bagian yang perlu El rapikan, Nek.”
“Kamu benar-benar berbakat, El. Revan beruntung sekali mendapatmu,” ucap Nenek Sonya sambil tersenyum bangga.
Pipi Eliana memerah. “Nenek bisa saja…”
Setelah memastikan semua rapi, Eliana berpamitan pada Nadia.
“Nad, aku berangkat dulu ya.”
Nadia mengacungkan jempol. “Siap. Tenang aja, semua aman. Jangan lupa kabarin kalau sudah mau pulang.”
Eliana mengangguk dan mengikuti Nenek Sonya ke mobil.
Dalam perjalanan, mereka berbincang ringan tentang persiapan pernikahan. Sesekali Nenek Sonya memberi tips-tips kecil, membuat Eliana merasa semakin dekat dengannya.
Begitu tiba, mereka langsung disambut ramah oleh pegawai butik. Butik itu besar, elegan, dan penuh gaun-gaun cantik yang dipajang seperti karya seni.
Eliana terpukau. “Masya Allah… indah sekali, Nek,” bisiknya kagum.
Nenek Sonya tersenyum maklum. “Dulu waktu nenek pertama kali ke sini juga merasa begitu.”
Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya berwajah ramah berjalan cepat menghampiri. “Nyonya Sonya! Sudah lama sekali tidak ke sini,” sapa Lita, pemilik butik, sambil memeluk Nenek Sonya hangat.
“Lita, seperti biasa… aku datang untuk urusan penting,” jawab Nenek Sonya.
Lita menoleh pada Eliana. “Ini pasti calon menantu yang pernah Nyonya Sonya ceritakan.”
Eliana menunduk sopan. “Iya, Bu. Saya Eliana.”
“Cantik sekali. Ayo, silakan masuk.”
Baru beberapa menit mereka duduk dan berbincang, pintu butik terbuka. Revan muncul.
“Maaf agak telat,” ucap Revan sambil menghampiri mereka.
“Kami juga baru sampai juga, Re.” Jawab Eliana, sedikit gugup, membuat Revan menahan senyum.
“Bagus, jadi kita bisa mulai sekarang,” ujar Revan, duduk di samping Eliana.
Mereka pun berpindah ke ruang khusus untuk diskusi. Berbagai katalog, contoh dekorasi, dan mood board tertata rapi.
“El, untuk pernikahanmu nanti, kamu mau tema apa?” tanya Nenek Sonya lembut.
Eliana menoleh pada Revan. “Sebenarnya… El masih bingung, Nek.”
Lita yang mendengar itu segera tanggap. “Tidak apa-apa. Coba lihat beberapa contoh dulu, ya.” Ia mengambil dua album besar dan meletakkannya di meja. “Ini dekorasi untuk dalam gedung. Ada yang klasik, rustic, modern, sampai royal elegance.”
Revan dan Eliana melihat satu per satu. Sesekali mereka berdiskusi kecil, atau Eliana bertanya apakah warna tertentu cocok dengan suasana acara.
Akhirnya, mereka sepakat memilih dekorasi elegan modern dengan sentuhan warna ivory dan peach lembut. Namun Eliana meminta beberapa detail bunga diganti.
"Nyonya Lita, untuk bunganya… El ingin diganti dengan bunga lili putih dan peony. Lebih lembut dilihat,” ucap Eliana.
Lita tersenyum. “Tentu, Nak. Semua bisa diatur. Yang penting kalian nyaman dan suka.”
Revan mengangguk. “Terima kasih, Nyonya Lita.”
Lita membalas. “Ini hari kalian. Tugas saya membuatnya sempurna.”
Setelah urusan dekorasi selesai, Nenek Sonya kembali membuka pembicaraan.
“Sekarang tinggal memilih gaun pestanya,” ucap Nenek Sonya.
Lita mengangguk, lalu mengajak Eliana dan Revan menuju ruang khusus berisi koleksi berbagai gaun. Begitu pintu dibuka, Eliana langsung tertegun. Ruangan itu dipenuhi deretan gaun indah dari berbagai model, mulai dari gaun mewah bertabur payet, gaun simple satin yang elegan, gaun anggun berpotongan A-line, hingga gaun tertutup khas modest fashion. Ada juga beberapa gaun terbuka dengan punggung rendah dan belahan dada yang cukup terlihat yang tentu hanya untuk koleksi butik.
Revan yang berdiri di samping Eliana tidak sengaja berhenti memandang sebuah gaun berpotongan punggung rendah. Entah kenapa, pikirannya langsung melayang membayangkan Eliana mengenakan gaun seperti itu, tentunya hanya di depannya. Revan tidak rela. Jika milik nya jadi tontonan. Ia menggelengkan kepala dan tersenyum kecil pada dirinya sendiri.
Nenek Sonya yang memperhatikan tingkah cucunya langsung menegur. “Revan, kamu senyum-senyum sendiri, ada apa?”
Revan langsung tersentak. “Hah? Mana ada Revan senyum, Nek.”
Nenek Sonya terkekeh. “Sudahlah, sana kamu coba jas yang akan kamu kenakan nanti.”
“Baik, Nek,” jawab Revan cepat, lalu buru-buru masuk ke ruang ganti.
Beberapa menit kemudian, Revan keluar dengan jas warna navy elegan yang pas di tubuhnya. Ia duduk kembali di samping Nenek Sonya sambil menunggu Eliana yang sedang mencoba gaun pilihannya.
Tak lama setelah itu, tirai ruang ganti bergerak perlahan. Eliana keluar dengan langkah pelan. Ia mengenakan gaun pesta berpotongan seperti gaun Barbie, rok mengembang sempurna potongan pinggang yang manis, detail payet halus di bagian atas, dan desain khusus yang tetap sopan untuk wanita berhijab. Sebuah veil tipis disematkan di kepala, membuatnya tampak anggun seperti putri negeri dongeng.
Nenek Sonya menahan napas. “Masya Allah… kamu cantik sekali, Sayang.”
Eliana tersenyum malu, menunduk sedikit.
Revan tidak bisa berkata apa-apa. Pandangannya terpaku pada Eliana. “Sungguh… cantik,” gumamnya pelan, namun cukup jelas terdengar ditelinga Nenek nya.
Nenek Sonya menyikut lengan cucunya pelan. “Jangan terlalu lama memandangnya. Jaga pandangan mu.” godanya.
Revan refleks memalingkan wajah, sementara Eliana semakin salah tingkah.
“Eliana pikir… El suka sekali gaun ini,” ucap Eliana jujur. “Rasanya pas dan nyaman.”
“Kalau begitu, pilih saja itu, Sayang,” sahut Lita. “Gaun ini memang cocok untukmu.”
Setelah semua urusan gaun dan jas selesai, mereka pun bersiap pulang. Lita menjanjikan bahwa seluruh pesanan akan selesai tepat waktu dan akan disiapkan dengan detail terbaik.
Lita mengantar mereka sampai ke depan butik. Sebelum melangkah pergi, Nenek Sonya sempat memberi pesan tegas namun sopan.
“Lita, tolong pastikan tidak ada kesalahan sedikit pun. Ini hari yang sangat penting.”
Lita tersenyum yakin. “Tentu, Nyonya Sonya. Saya akan pastikan semuanya sempurna.”