Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Keesokan harinya, udara di istana Ardelia masih membawa sisa kemeriahan pesta semalam namun di balik dinding-dinding megah itu, suasana sudah berubah. Para pelayan bergerak hati-hati, seolah udara pagi mengandung rahasia yang bisa meledak kapan saja.
Meriel duduk di depan meja riasnya. Cahaya matahari pagi memantul di permukaan cermin, menyoroti wajahnya yang tampak lelah tapi tetap cantik sempurna.
Felix muncul di ambang pintu, mengetuk dua kali sebelum bicara. Lalu, Meriel langsung menyuruh para pelayan nya untuk keluar dari kamar ny denga isyarat tangannya.
“Lady Meriel,” kata Count Felix pelan, “aku sudah melakukan apa yang Anda perintahkan. Semalam utusan mereka langsung menemuiku.”
“Bagus.” Meriel berdiri perlahan, berjalan menghampirinya. “Mereka marah padaku, bukan?” tanyanya sambil menatap lurus ke mata Felix.
Felix menelan ludah. “Mereka ... kecewa. Mereka bilang, kalau informasi yang Anda berikan salah lagi, mereka tidak akan menutupinya dari Kaisar.”
Meriel tersenyum dingin. “Mereka pikir bisa menakutiku dengan ancaman seperti itu?” Ia berbalik, membuka tirai besar di kamarnya, menatap halaman istana yang basah oleh embun.
Felix menatap Meriel. “Dan kalau rencana kita gagal? dan Brione benar-benar memberitahu Yang Mulia Kaisar?”
Meriel menoleh dengan tatapan tajam, menapak perlahan ke arahnya. “Kalau aku gagal, kau yang akan jadi kambing hitam, Count Felix. Jadi, pastikan kamu tidak gagal. Selidiki lagi dengan benar kapan wilayah utara lengah dari pengawasan para prajurit.”
Felix memperhatikan Meriel yang semakin hari semakin berambisi. “Saya mengerti.”
Meriel tersenyum lagi, lembut tapi penuh racun. Ia menyentuh bahu Felix, seolah memberi kasih sayang, padahal hanya menegaskan kendali.
“Bagus. Sekarang pergilah. Curi setempel Ratu dan pastikan tak ada satu pun pelayan bodoh di istana ratu yang bisa mencium bau dari rencana kita.”
Saat Felix pergi, Meriel menatap bayangannya di cermin sekali lagi. Tatapannya tajam, berkilat dengan keyakinan yang dingin.
“Ratu Corvina,” bisiknya, “kali ini ... kau tidak akan selamat.”
Setelah Felix pergi, Meriel kembali memanggil pelayannya.
"Ada kabar apa dari istana ratu?" tanya nya kepada pelayan setia nya itu.
"Yang aku dengar, Nyonya. Semalam setelah pesta usai Grand Duke mengantar Yang Mulia Ratu sampai ke istana nya. Mereka sepertinya berbincang terlalu lama di istana Ratu karena Grand Duke tak kunjung keluar dari istana Ratu."
"Ah! jadi begitu? Ratu kembali membawa seorang pria ke istana nya?" tanya Meriel seperti terkejut, saat pelayan lain masuk untuk menata rambut Meriel. "Ya ampun, kasian Yang Mulia Kaisar pasti sedih kalau tahu Yang Mulia Ratu masih suka membawa masuk pria di malam hari."
Meriel sambil tersenyum samar pada pantulan dirinya di cermin. Tangannya bergerak pelan, memainkan untaian rambutnya yang baru disisir pelayan.
Pelayan yang menata rambutnya menelan ludah, ragu apakah sebaiknya ikut tertawa atau pura-pura tuli. Meriel melihat reaksi itu dari pantulan cermin dan terkekeh pelan.
“Tenang saja. Aku tidak akan menghukummu hanya karena mendengar kebenaran,” katanya dingin, membuat pelayan itu justru semakin tegang.
Pelayan yang tadi membawa kabar menunduk dalam. “Nyonya … apakah berita itu benar?” tanya pelayan itu takut-takut,.
Meriel langsung memasang wajah panik. “Ups! kamu jadi mendengarnya," Meriel pura-pura menyesal atas perkataannya. "Tapi aku percaya pada Ratu, kalau dia tidak seperti yang di rumorkan orang-orang, ” lanjutnya lembut, tapi setiap katanya menusuk seperti pisau yang dilapisi madu. “Kita tidak mau terlihat seperti penghasut, kan? Biarkan rumor itu, nanti juga akan menghilang sendiri.”
"Betapa mulianya hati Anda, Nyonya. Anda tidak mau menyebarkan rumor meskipun Anda adalah saingan cinta nya Yang Mulia ratu." kata pelayan itu.
Meriel tersenyum samar. "Aku hanya tidak ingin rumor itu sampai ke telinga Yang Mulia Kaisar, karena pasti akan membuatnya sedih." Ia berdiri dari kursi riasnya, gaun yang dikenakannya bergeser lembut di lantai. “ Apalagi aku mendengar berita bahwa Grand Duke tidak tidur di kediaman militernya tadi malam. Aku jadi penasaran, apa benar Grand Duke menginap di istana Ratu? apa kamu bisa mencari tahu kebenarannya?" tanya Meriel kepada pelayan itu.
Pelayan itu menunduk. “Baik, Nyonya. Aku akan mencari tahu.”
Meriel menatap bayangan dirinya di cermin sekali lagi. Tatapannya tajam, penuh rencana.
“Pastikan kamu bertanya dengan benar. Ceritakan apa yang barusan kamu dengar sebelum bertanya agar tidak terkesan menuduh, ” katanya pelan, suaranya penuh ke pura-puraan.
Meriel tahu persis bagaimana para pelayan di istana ini, karena dulu ia pernah jadi pelayan istana juga. Mereka para pelayan sangat senang dengan gosip.
Di luar, cahaya pagi menembus tirai, jatuh di wajah Meriel yang tersenyum kecil.
*
Sementara itu di Istana Ratu.
Corvina bangun lebih pagi dari biasanya. Langit masih berwarna abu lembut, dan embun menempel di kaca jendela kamarnya. Ia duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke luar, ke taman istana yang tampak tenang, tapi entah kenapa hatinya justru merasa gelisah.
Cesie masuk pelan sambil membawa baki berisi teh hangat dan camilan. “Yang Mulia sudah bangun?” sapanya lembut.
Corvina menoleh sekilas. “Aku tidak bisa tidur tadi malam.”
Pelayan itu menaruh baki di meja kecil. “Pesta semalam membuat semua orang kelelahan, Anda juga pasti merasa begitu, Yang Mulia.”
Corvina tersenyum tipis. “Pesta semalam memang melelahkan ... tapi aku tidak bisa tidur bukan karena itu.” Ia mengambil cangkir, menghirup aromanya, lalu menatap uap teh yang menari pelan. “Ada sesuatu yang tidak beres, Cesie. Aku bisa merasakannya.”
Cesie tampak khawatir. “Apakah ini tentang Lady Meriel?”
Corvina mengangguk pelan. “Dia terlalu tenang setelah malam tadi. Biasanya, orang yang sedang kalah akan gelisah. Tapi dia ... tidak. Itu berarti dia sedang menyiapkan sesuatu.”
Cesie menatap tuannya dengan cemas. “Apakah Yang Mulia ingin saya selidiki lagi?”
Corvina menatap langit di luar jendela. “Tidak sekarang. Aku ingin dia merasa aman dulu. Biarkan dia percaya kalau aku tidak curiga.”
Hening sejenak. Lalu Corvina menatap pantulan dirinya di permukaan teh, seolah melihat bayangan masa lalunya sendiri. Dulu aku memang bodoh karena selalu bertindak tanpa berpikir dahulu. Sekarang ... aku tidak akan jatuh dua kali di lubang yang sama, batin nya.
Cesie menunduk. “Saya akan memastikan semuanya aman di sekitar Anda, Yang Mulia.”
“Pastikan juga para penjaga tetap waspada,” lanjut Corvina. “Dan kalau ada satu orang asing pun yang berkeliaran di sayap timur istana ... langsung tangkap saja tanpa bertanya.”
“Baik, Yang Mulia.”
Setelah Cesie pergi, Corvina berdiri dan berjalan ke balkon. Angin pagi menerpa rambutnya, dingin tapi menenangkan. Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya. Namun di balik tenang itu, sebenarnya ada perasaan gelisah.
Kalau Meriel berpikir bisa menjebakku lagi, batinnya, maka kali ini ... dia yang akan jatuh.
bertele2