Di desa kandri yang tenang, kedamaian terusik oleh dendam yang membara di hati Riani. karena dikhianati dan ditinggalkan oleh Anton, yang semula adalah sekutunya dalam membalas dendam pada keluarga Rahman, Riani kini merencanakan pembalasan yang lebih kejam dan licik.
Anton, yang terobsesi untuk menguasai keluarga Rahman melalui pernikahan dengan Dinda, putri mereka, diam-diam bekerja sama dengan Ki Sentanu, seorang dukun yang terkenal dengan ilmu hitamnya. Namun, Anton tidak menyadari bahwa Riani telah mengetahui pengkhianatannya dan kini bertekad untuk menghancurkan semua yang telah ia bangun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jaring Kebohongan
Ruang interogasi itu dingin dan tanpa ampun. Lampu neon di langit-langit berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding. Gita duduk di kursi besi, kedua tangannya terlipat di pangkuan. Wajahnya pucat, namun ia berusaha untuk tetap tenang dan mengendalikan diri.
Di seberang meja, Ardi menatapnya dengan tatapan tajam dan menyelidik. Ia adalah seorang polisi yang berpengalaman dan terlatih untuk membaca kebohongan. Ia tahu bahwa Gita menyembunyikan sesuatu, dan ia bertekad untuk mengungkap kebenaran.
"Nyonya Gita," kata Ardi, suaranya tenang namun tegas. "Kami ingin menanyakan beberapa pertanyaan mengenai kejadian yang menimpa Bapak Bima."
Gita mengangguk pelan. "Saya sudah mengatakan semua yang saya tahu," jawabnya, suaranya sedikit bergetar. "Saya tidak tahu apa-apa tentang kejadian itu. Saya sangat terkejut dan sedih mendengar berita tersebut."
Ardi tersenyum tipis. "Benarkah? Tapi kenapa Anda berada di sekitar lokasi kejadian pada malam itu?"
Gita terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia berusaha untuk tidak panik, namun jantungnya berdegup kencang. "Saya... saya hanya sedang berjalan-jalan," jawabnya, berusaha meyakinkan. "Saya tidak bisa tidur, jadi saya memutuskan untuk keluar dan mencari udara segar."
"Berjalan-jalan jam dua pagi? Sendirian? Di daerah yang sepi dan berbahaya?" tanya Ardi, mengangkat sebelah alisnya. "Itu terdengar tidak masuk akal, Nyonya Gita."
Gita semakin terpojok. Ia tahu bahwa ia harus berhati-hati dengan setiap kata yang ia ucapkan. "Saya... saya memang sering berjalan-jalan di malam hari," jawabnya, berusaha untuk tetap tenang. "Itu adalah cara saya untuk menghilangkan stres."
Ardi mencondongkan tubuhnya ke depan. "Apakah Anda tahu bahwa Bapak Bima pernah memiliki hubungan asmara dengan Anda?" tanyanya, menatap langsung ke mata Gita.
Gita terdiam sejenak. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menyangkal fakta itu. "Ya," jawabnya akhirnya. "Kami pernah memiliki hubungan di masa lalu. Tapi itu sudah lama sekali. Saya sudah melupakannya."
"Benarkah? Tapi kenapa Anda masih menyimpan foto-foto Bapak Bima di ponsel Anda?" tanya Ardi, menunjukkan ponsel Gita yang telah disita.
Gita merasa seperti tersambar petir. Ia lupa menghapus foto-foto itu. "Itu... itu hanya kenangan," jawabnya, berusaha untuk berkilah. "Saya tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Bapak Bima lagi."
Ardi tersenyum sinis. "Apakah Anda tahu bahwa Bapak Bima akan menikah dengan wanita lain?" tanyanya.
Gita mengepalkan tangannya erat-erat. Ia tidak bisa menyembunyikan amarahnya lagi. "Ya, saya tahu," jawabnya dengan suara yang lebih tinggi. "Dan itu adalah kesalahan terbesarnya."
Sementara itu, di tempat lain, Mbak Riani sedang sibuk menggunakan koneksinya untuk menghalangi penyelidikan. Ia menghubungi teman-temannya di kepolisian, memberikan suap kepada mereka, dan meminta mereka untuk mengalihkan perhatian dari Gita. Ia juga menyebarkan desas-desus tentang kemungkinan pelaku lain, dengan tujuan untuk menyesatkan penyelidikan dan melindungi Gita dan dirinya sendiri.
Mbak Riani tahu bahwa jika Gita tertangkap, ia juga akan terseret dalam masalah ini. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Ia harus melindungi Gita dengan segala cara, meskipun itu berarti ia harus melanggar hukum dan mengkhianati orang-orang yang mempercayainya.
Di rumah sakit, Maya sedang duduk di sisi ranjang Bima, menggenggam erat tangannya. Ia merasa khawatir dan cemas. Ia mendengar kabar bahwa polisi sedang menginterogasi Gita, dan ia takut bahwa Gita akan lolos dari hukuman
"Aku harap keadilan akan ditegakkan," bisik Maya, air mata mengalir deras di pipinya, membasahi tangannya yang menggenggam erat tangan Bima. Ia berharap polisi segera menemukan pelaku dan memberikan hukuman yang setimpal. Ia juga berharap Bima segera pulih dan bisa kembali menjalani hidup seperti dulu. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia merasa pesimis. Ia tahu bahwa uang dan kekuasaan bisa memutarbalikkan fakta dan membebaskan orang yang bersalah.
Ia teringat pada Mbak Riani, wanita licik dan berpengaruh yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Ia curiga bahwa Mbak Riani terlibat dalam kejadian ini, entah secara langsung atau tidak langsung. Ia tahu bahwa Mbak Riani sangat membenci Bima karena telah menolak cintanya dan memilih Maya. Ia juga tahu bahwa Mbak Riani memiliki banyak koneksi di kepolisian dan pemerintahan.
"Aku tidak akan membiarkan mereka lolos," gumam Maya, matanya berkilat marah. "Aku akan melakukan segala cara untuk mengungkap kebenaran, meskipun itu berarti aku harus menghadapi mereka sendirian."
Kembali ke ruang interogasi, Ardi terus menekan Gita dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak. Ia menunjukkan bukti-bukti yang memberatkan Gita, seperti rekaman CCTV, foto-foto di ponsel, dan keterangan saksi yang melihat Gita di sekitar lokasi kejadian.
Gita semakin panik dan bingung. Ia merasa seperti terperangkap dalam jaring laba-laba yang semakin lama semakin mengikatnya. Ia berusaha untuk menyangkal semua tuduhan, namun suaranya semakin kecil dan tidak meyakinkan.
"Nyonya Gita, kami tahu bahwa Anda berbohong," kata Ardi, suaranya semakin tegas. "Kami memiliki bukti yang cukup untuk menahan Anda. Jika Anda bersedia untuk bekerja sama dan mengakui perbuatan Anda, kami akan mempertimbangkan untuk memberikan hukuman yang lebih ringan."
Gita terdiam sejenak. Ia mempertimbangkan pilihannya. Ia tahu bahwa jika ia terus menyangkal, ia akan menghadapi hukuman yang berat. Namun, jika ia mengakui perbuatannya, ia akan mengkhianati Mbak Riani dan menghadapi kemarahan wanita itu.
"Saya... saya tidak bisa mengatakan apa-apa," jawab Gita akhirnya, air mata mulai membasahi pipinya. "Saya sudah berjanji untuk tidak mengatakan apa-apa."
Ardi menghela napas. Ia tahu bahwa Gita tidak akan berbicara tanpa tekanan yang lebih besar. Ia memutuskan untuk menggunakan taktik yang berbeda.
"Baiklah, Nyonya Gita," kata Ardi, berdiri dari kursinya. "Jika Anda tidak bersedia untuk bekerja sama, kami akan menahan Anda dan melanjutkan penyelidikan. Kami akan mencari tahu siapa yang membantu Anda dan mengapa Anda melakukan semua ini."
Ardi kemudian memberikan isyarat kepada dua orang polisi yang berdiri di dekat pintu. Kedua polisi itu mendekati Gita dan memborgol tangannya.
"Anda ditahan atas dugaan percobaan pembunuhan," kata Ardi, membacakan hak-hak Gita. "Anda memiliki hak untuk diam dan hak untuk didampingi oleh pengacara."
Gita menangis histeris saat digiring keluar dari ruang interogasi. Ia tahu bahwa hidupnya telah hancur.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*