Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 Apakah Ini Karma?
Sepeninggal Razan, Berry tidak bisa tinggal diam. Dia langsung menghubungi Roni agar asistennya itu melacak keberadaan anaknya dan terus mengikuti kemana pun Razan pergi.
"Tuan, Razan berhenti di sekumpulan kelompok anak-anak punk di lampu merah Cidehem. Gimana saya ke sana atau..."
"Tidak usah. Cukup pantau dari jauh. Kalau ada hal yang mencurigakan baru bertindak."
Berry terpaku, tidak pernah menduga anaknya akan bergaul dengan sekelompok anak-anak punk juga. Dia jadi teringat masa lalu yang menjadikannya seorang ketua punk yang berhasil menjebloskan preman ke dalam penjara karena kasus penculikan.
"Baik Tuan. Sepertinya Razan hanya mampir sebentar. Apa mungkin Razan termasuk kelompok mereka ya Tuan?"
"Entahlah. Tolong pantau ke mana pun Razan berada. Saya ada tugas lain!"
Belum dapat jawaban dari Roni, Berry sudah menutup ponselnya secara sepihak. Seraya menghela nafas panjang. Ternyata sisi kelamnya kembali menyapa. Kini ia seolah sedang bercermin pada diri sendiri. Dahulu ia selalu menentang kedua orang tuanya karena selalu berbeda pendapat. Kurangnya perhatian dari orang tua pun pernah dialami Berry saat itu.
Berry mengusap wajahnya dengan kasar. Baru menyadari kelakuannya di masa lalu seolah datang kembali dengan wujud anak kandungnya sendiri.
Dreeet!
Dreeet!
Dreeet!
Kembali ponselnya berbunyi dari orang yang sama, Roni. Berry langsung mengusap tombol hijau dengan cemas.
"Iya Ron, ada apa?"
"Razan berada di rumah Mbak Erina, Tuan." lapor Roni dari seberang sana.
Roni berhasil mengikuti Razan sampai ke rumah Erina yang baru, setelah Razan bertanya ke beberapa orang yang duduk di warung terdekat dengan rumah Erina yang lama.
"Apa! Oke tolong kamu pantau terus dia, jangan sampai lengah. Saya mau dia pulang dengan selamat!" titah Berry merasa lega namun ia penasaran mengapa Razan justru menuju rumah Erina? Apa hanya Erina yang membuatnya merasa nyaman sekarang?
"Baik Tuan," jawab Roni menutup teleponnya.
Berry tampak tercenung sesaat namun pada akhirnya Berry bisa bernafas lega mendengar laporan dari Roni. Ternyata Erina bisa diandalkan. Kini ia sangat yakin, Erina memang orang yang tepat untuk dijadikan ibu sambung bagi Razan.
Harapan untuk mendapatkan cinta Erina kembali bermekaran setelah sekian lama memutuskan untuk melanjutkan kasus Wangsa ke pihak berwajib.
Beberapa hari yang lalu Wangsa datang lagi untuk meyakinkan Berry bahwa Erina sudah resmi bercerai dengan suaminya karena suaminya selingkuh dengan adik sepupunya. Karena hal itulah Berry akan berusaha untuk bisa dekat dengan Erina demi anak semata wayangnya.
"Raz, Papa janji akan membuatmu bahagia," monolognya dalam hati.
Berry teringat dengan ucapan Razan yang memiliki masalah di sekolahnya. Dia langsung memeriksa CCTV yang ada di sekolah milik almarhum istrinya melalui laptopnya. Ada beberapa kasus yang sudah ia ketahui dari CCTV tersebut, sampai kasus yang mengenai anaknya. Di beberapa titik, hasil CCTV tidak terlihat, sepertinya CCTV tersebut dirusak pelaku. Dia langsung konfirmasi ke Pak Umar sebagai kepala sekolah.
"Maaf Tuan. Ini atas permintaan Razan untuk tidak memberi tahu hal ini pada Tuan. Sepertinya dia takut," ujar pak Umar dari seberang sana.
"Pak Umar....Pak Umar. Ini masalah besar lho. Kenapa harus mengikuti kemauan Razan? Razan itu hanya butuh diarahkan. Jangan malah mengikuti kemauan anak. Pokoknya bapak harus bertindak tegas mengusut tuntas pelaku narkoba yang sebenarnya! Jangan sampai anak saya yang menjadi korban dijadikan kambing hitam oleh mereka," ujar Berry tidak terima.
"Maaf Tuan. Memang kasus ini sedang ditangani oleh guru BK, bu Erina. Bahkan dia mau melaporkan kasus ini pada kepolisian, namun saya cegah."
"Kenapa dicegah? Biarkan saja Bu Erina melakukan tugasnya."
"Khawatir polisi datang kemudian langsung menangkap Razan. Ini bisa mempengaruhi psikologinya, Tuan."
"Pak Umar ini bagaimana sih, kan sebelum penangkapan biasanya ada penyelidikan dulu, tidak langsung menangkap pelaku."
"Iya Tuan saya paham. Namun barang bukti sudah mengarah pada Razan. Video pun memperlihatkan punggung seorang lelaki yang berpakaian persis dengan pakaian milik Razan.," jelas Pak Umar masih melalui ponselnya.
"Itu kan baru dugaan sementara. Belum tentu Razan pelakunya. Biarkan Bu Erina yang menangani kasus ini. Saya ingin tahu sampai sejauh mana dia mampu menanganinya,"
"Baik Tuan,"
"Pak Umar pantau terus kinerja bu Erina. Ingatkan bu Erina agar tidak gegabah dalam menangani kasus ini. Karena kasus ini sangat berat. Nanti kalau ternyata belum terlihat hasilnya, maka saya yang akan turun tangan,"
Bagaimana pun Berry harus turun tangan menghadapi masalah kompleks ini. Dia tidak ingin dua orang yang dicintainya masuk perangkap penjahat kelas teri. Baginya tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Siapa pun yang berani menantangnya dengan mengusik keluarganya maka ia akan pasang badan.
Berry masih berusaha tenang menanggapinya. Baginya dunia hitam yang pernah ia selami di masa lalu sudah cukup membuatnya tertantang untuk mengetahui dalang yang sebenarnya. Dia mulai mengingat-ingat tentang masa lalunya yang kelam. Khawatir masalah yang dialami anaknya memiliki keterkaitan dengan kejadian masa lalu yang pernah ia lakukan saat menjebloskan ketua preman yang meresahkan masyarakat.
"Kalau memang benar kamu dalangnya, aku tidak akan tinggal diam!" Berry mengepalkan kedua tangannya, giginya bergemeletuk.
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan