Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 UNDANGAN BUAT KAKAK BERADIK
Maria berjalan menuju ke kamar tamu bersama Matthijs, mereka bermaksud mengantarkan makan malam buat Rexton Brox Mackenzie.
"Kenapa tamu kita tidak ikut makan malam dengan kita, Maria ?" tanya Matthijs mengulangi pertanyaannya lagi.
"Kenapa kau bertanya seperti itu lagi, Matthijs ?" balas Maria bertanya.
"Ya, kupikir dia seharusnya makan malam bersama kita, memang kita harus menghormati tamu tapi dia juga harus menghormati kita sebagai tuan rumah disini", sahut Matthijs yang pikirannya lebih dewasa daripada usianya.
"Jangan berkata seperti itu, dia tamu kehormatan kita, tidak sopan membuat tamu kecewa selagi dia menginap disini", kata Maria.
"Aku jadi penasaran dengannya", kata Matthijs.
"Sebentar lagi kau juga akan melihatnya dan mengenal Rexton", kata Maria.
Maria masih ingat saat seluruh keluarganya dikepung oleh tentara Belanda, Matthijs membatu dirinya kabur melalui pintu belakang dan adik laki-lakinya itu yang menjadi tameng untuknya.
Di kehidupan kedua ini, Maria bertekad akan melindungi adik laki-lakinya itu sebagai balasan rasa terimakasihnya pada Matthijs dan mencegah peristiwa naas itu terjadi.
"Jangan banyak bicara lagi, Matthijs. Kita antarkan saja makan malam ini buat Rexton lalu segera pergi", kata Maria.
"Ya, terserah padamu saja, Maria", kata Matthijs.
"Tolong ketuk pintunya karena aku kesulitan melakukannya", pinta Maria.
"Ya, Maria", jawab Matthijs patuh lalu dia berjalan mendekati pintu kamar tamu.
"Terimakasih...", kata Maria sembari mengedipkan salah satu matanya kepada Matthijs.
Matthijs berdiri di depan pintu kamar tamu sembari mengetuk daun pintu.
"TOK... ! TOK... ! TOK... !" Sebanyak tiga kali pintu diketuk oleh Matthijs, mereka berdua menunggu pintu dibuka.
"Kenapa tidak ada respon darinya ?" tanya Matthijs.
"Mungkin dia tidak mendengarnya", sahut Maria. "Coba kau ulangi lagi, tolong kau ketuk pintunya, Matthijs !"
''Ya, baik, Maria", sahut Matthijs.
Matthijs mengetuk pintu kamar tamu kembali namun Rexton masih belum membukakan pintu buat mereka berdua.
"Apa kau tidak salah kamar, Maria ?" tanyanya sembari menoleh ke arah kakak perempuannya.
"Tidak, ini kamarnya, aku baru tadi siang kesini, mungkin dia sudah tertidur", sahut Maria.
"Aku tidak ingin membuka paksa kamar tamu ini, coba lah kau yang memeriksanya", kata Matthijs.
"Kau pikir aku hantu yang bisa menembus pintu", kata Maria.
"Tapi kita harus menyerahkan makan malam ini untuknya", kata Matthijs.
"Coba kau ketuk lagi pintunya !" perintah Maria.
"Baiklah, aku akan mencobanya", sahut Matthijs.
Matthijs mengetuk pintu kamar tamu di hadapannya sekali lagi, terdengar bunyi suara ketukan sebanyak lima kali, lebih banyak dari ketukan pintu yang tadi.
"TOK... ! TOK... ! TOK... ! TOK... ! TOK... !"
Kemudian dari arah kamar seperti ada yang membuka kunci pintu.
"KLEK !" pintu terdorong keluar, tampak Rexton berdiri disana.
"Selamat malam, tuan Rexton", sapa Maria.
Rexton melirik cepat ke arah dua orang di hadapannya itu lalu menoleh kepada Maria yang sedang membawa baki perak berisi makanan.
"Kami mengantarkan makan malam untukmu", kata Maria sembari menyodorkan baki perak di tangannya kepada Rexton.
"Ya, terimakasih. Tapi, kenapa tidak mengajakku makan malam bersama kalian ?" tanya Rexton seraya menerima baki berisi makanan dari Maria.
"Disini kami biasa menjamu tamu dengan mengirimkan makan malam, makan siang dan sarapan ke kamar tamu, tidak menyuruh tamu di rumah ini untuk ikut serta bersama kami karena menurut tradisi keluarga kami hal itu tidak lah sopan", kata Maria.
"Keluarga yang pengertian", kata Rexton.
Matthijs menyela pembicaraan, dia mengulurkan tangannya lurus kepada Rexton Brox Mackenzie.
"Matthijs...", ucapnya sembari memperkenalkan dirinya.
"Rexton..., siapa kamu ?" tanya Rexton lalu membalas uluran tangan Matthijs.
"Dia adik laki-lakiku, Matthijs Van Benjamin Hoven", kata Maria.
"Kalian sangat mirip", ucap Rexton.
"Terimakasih, tuan Rexton", sahut Matthijs. "Apa kau baru pertama kalinya ke Land-en Volkenkunde ?" tanyanya.
"Ya, benar, ini pertama kalinya aku datang ke sini", sahut Rexton.
"Bagus lah, kita bisa jalan-jalan bersama mengelilingi Land-en Volkenkunde kalau ada kesempatan", kata Matthijs.
"Baiklah, jika kau menginginkannya", kata Rexton.
"Tapi kau ingin liburan sekolah ke Leiden, untuk menemui grootvader Hoven disana. Bagaimana mungkin kau akan berkeliling Land-en Volkenkunde bersama tuan Rexton", kata Maria.
"Nanti aku pikirkan lagi soal itu", ucap Matthijs.
"Jangan ganggu, tuan Rexton", kata Maria.
Maria menarik collar kemeja milik Matthijs, menjauh dari Rexton.
Namun Rexton buru-buru mencegah mereka berdua pergi sambil berkata pada Maria dan Matthijs.
"Jangan pergi dulu, kalian masuk lah dulu ke kamarku, kita berbincang-bincang sebentar", ucapnya.
Maria dan Matthijs saling berpandangan, terdiam sejenak lalu Maria menganggukkan kepalanya.
Matthijs terlihat senang, dia segera berjalan cepat ke kamar tamu, memenuhi permintaan Rexton supaya masuk ke kamarnya.
"Terimakasih atas undangannya, tuan Rexton", ucap Matthijs menyapa perwira tinggi militer itu sembari melewati Rexton yang berdiri didekat pintu masuk kamar tamu.
"Selamat datang, Matthijs", sapa Rexton sembari tersenyum sumringah.
Maria masih berdiri dengan sikap anggunnya diluar kamar tamu, dia agak ragu-ragu untuk masuk ke kamar tamu jika teringat sikap Rexton tadi siang.
"Kenapa masih diluar, tidak masuk atau aku harus menggendongmu ?" tanya Rexton.
"Mmm... ???" gumam Maria sambil mengerling cepat lalu tersenyum simpul. "Kau tidak mungkin bisa menggendongku sebab kedua tanganmu sedang memegang baki makanan", sambungnya.
Maria melirik ke arah baki perak di tangan Rexton, dan laki-laki tampan itu segera memalingkan mukanya ke arah baki yang dipegangnya itu.
"Yah, kau benar, tanganku penuh dengan baki berisi makanan, tapi aku bisa memenuhi permintaanmu itu", kata Rexton.
"Mana bisa ?" tanya Maria sembari tertawa pelan lalu menolehkan kepalanya ke arah samping kanan. "Tidak mungkin bisa", ejeknya.
"Sebentar..., tunggu lah disana !" perintah Rexton kepada Maria.
"Ya, baiklah, aku akan menunggumu disini", sahut Maria tanpa merasakan curiga sama sekali terhadap Rexton.
Rexton melangkah masuk ke dalam kamar tamu lalu kembali lagi keluar kamar, tapi kali ini, dia tidak membawa apa-apa di tangannya.
Melihat Rexton mendekat ke arahnya, dia langsung berubah panik.
"Tu-tunggu sebentar !" tahannya pada Rexton yang terus mendekati dirinya.
Maria berjalan mundur sambil mengulurkan tangannya ke arah Rexton, seperti berusaha mencegah laki-laki itu mendekat padanya.
"Tu-tunggu, Rexton ! Berhenti disana ! Jangan melangkah maju lagi !" teriak Maria mulai dilanda rasa cemas berlebihan.
Namun Rexton sama sekali tidak mendengarkan kata-kata Maria, sontak saja hal itu membuat keyakinan Maria runtuh seketika. Dan dia berusaha melarikan diri dari Rexton.
"Kau mau kemana, Maria", kejar Rexton.
"Apa ?!" sahut Maria panik.
Untungnya Rexton berhasil mencegah Maria pergi darinya, dia menangkap pergelangan tangan Maria dengan cepatnya lalu menggendong Maria.
"Apa yang kau lakukan ini ???" tanya Maria panik saat dirinya digendong oleh Rexton.
Maria semakin gelisah dengan sikap Rexton yang terlalu terang-terangan kepadanya, dan dia teringat pada Matthijs yang menunggu mereka di dalam kamar tamu.
"Ada Matthijs, dia akan melihat kita, Rexton", ucapnya namun Rexton, laki-laki dari Inggris itu tidak memperdulikan ucapannya. Dan dia terus membawa Maria masuk ke kamar tamu, dengan cara menggendong Maria.
Pada saat mereka berdua di dalam kamar tamu, tampak Matthijs sedang duduk di sofa yang letaknya membelakangi jalan masuk.
"Ce-cepat, turunkan aku, Rexton !" bisik Maria gelagapan.
Maria terlihat kebingungan seraya meminta pada Rexton segera menurunkan dirinya dari gendongan Rexton.
"Bersabar lah sebentar, jangan terburu-buru bernafsu padaku, masih ada waktu", goda Rexton saat Maria memintanya menurunkan dirinya cepat-cepat.
"A-apa yang kau katakan itu, aku tidak mengerti, Rexton ???" tanya Maria berbisik lalu menatap kesal pada Rexton.
"Kau memintaku segera membaringkanmu ke tempat peraduan kita, tapi aku masih ingin kita tetap seperti ini", sahut Rexton dengan suara pelan dan ekspresi datar.
"Jangan berpikir yang aneh-aneh, itu tidak benar, jangan bercanda yang tidak-tidak, Rexton !" kata Maria.
"Maria, kaukah itu ?" Terdengar suara Matthijs berbicara dari balik sofa panjang di ruangan kamar tidur tamu.
Maria semakin panik seraya memberi isyarat kepada Rexton supaya segera menurunkan dirinya karena Matthijs akan melihat mereka.