Satu malam yang seharusnya hanya menjadi pelarian, justru mengikat mereka dalam takdir yang penuh gairah sekaligus luka.
Sejak malam itu, ia tak bisa lagi melepaskannya tubuh, hati, dan napasnya hanyalah miliknya......
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blumoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telat minjae
Beralih ke Minjae
Minjae menatap layar ponselnya yang redup, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah. “Biasanya wanita itu gak pernah marah selama ini,” gumamnya kesal.
Sudah berhari-hari Soojin tak memberi kabar. Tidak ada pesan. Tidak ada panggilan. Tidak ada apa pun.
“Minjae, kenapa wajahmu muram begitu?” tanya seorang wanita yang duduk di sebelahnya, suaranya lembut tapi matanya penuh rasa ingin tahu. Tangannya yang halus mulai bergerak nakal menyentuh dada pria itu.
“Tidak ada apa-apa, teary,” jawab Minjae datar. “Cuma heran aja. Biasanya Soojin itu gak akan diam lebih dari satu hari. Kalau pun marah, paling pagi-pagi sudah nelpon lagi.”
NOTED : Teary adalah seorang wanita sewaan yang biasa di sewa minjae karna sudah terjamin kesehatan nya , dulu saat minjae menyewa Teary di sebuah rumah prostitusi Teary sudah menjalani tes kesehatan , selama Teary masih di sewa minjae ia di larang melayani tamu lain selain minjae
Ia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. “Tapi ini sudah berhari-hari, satu pesan pun gak ada.”
Teary wanita yang bersamanya malam itu menatap wajah Minjae lama. Kemudian ia berdiri, mendekat dan duduk di pangkuannya dengan ekspresi setengah manja, setengah serius.
“Jujur, kamu khawatir sama dia, kan?” tanyanya lirih.
Minjae diam, tapi pandangan matanya cukup menjawab.
“Kalau begitu,” lanjut Teary, berdiri sambil merapikan pakaiannya yang berantakan, “pergilah ke dia. Aku gak akan ganggu. Aku tahu kapan harus pergi.”
Ia menunduk sejenak, lalu mengambil sebuah lipstik baru dari meja riasnya. Warna merah muda lembut, belum pernah dipakai.
“Beri ini pada pacarmu,” katanya dengan senyum tipis. “Dia pasti suka. Aku pergi dulu, dan kalau kamu butuh aku, kamu tahu harus mencariku di mana.”
Suaranya menurun menjadi bisikan yang menggoda.
“Sampai jumpa lagi, sayang.”
Brak...
Pintu tertutup sedikit keras.
Minjae mendesah panjang. Ia tahu Teary marah, tapi ia tak peduli. Baginya, Teary hanya lah wanita yang ia bayar sebagai pelarian nya.
Yang mengisi pikirannya sekarang hanyalah Soojin.
Ia mencoba lagi menekan nomor itu nomor yang sama yang dulu selalu menjawab dengan tawa hangat dan suara lembut. Tapi kini...
“Maaf, nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi...”
Tut... Tut...
Minjae membanting ponselnya ke sofa.
“Ahhh! Sialan! Ke mana sih wanita itu?!” teriaknya, memukul meja dengan marah.
“Nomornya gak bisa dihubungi terus... " ujar minjae kesal kemudian fikiran nya tertuju ke apartemen " dia pasti di apartemen. Menangis, meringkuk, menunggu aku!”
Senyum miring muncul di bibirnya yang pucat. “Iya... tunggu aku, sayang. Aku datang.”
Ia mengambil jaketnya dengan cepat dan melangkah keluar dari kamar hotel. Ia tidak tahu bahwa dunia sudah berubah bagi Soojin wanita itu bukan lagi miliknya.
Di Rumah Keluarga Kang, Kota Gyeonhwa
Soojin mondar-mandir di ruang keluarga, wajahnya panik.
“Kak Soojin cari apa?” tanya Yura yang baru keluar dari dapur, membawa segelas jus.
“Handphone-ku hilang, Ra... perasaan tadi aku taruh di meja sini.”
Soojin mengacak rambutnya dengan kesal, terus menatap ke sekeliling.
“Coba tanya para maid, Kak. Siapa tahu mereka simpan, takut jatuh atau ke tendang.”
“Udah! Aku udah tanya semuanya, mereka bilang gak lihat.” Soojin terduduk di lantai, wajahnya putus asa. “Haduh, cuma satu-satunya handphone itu...”
Yura duduk di sampingnya, menepuk pundak kakaknya. “Tenang aja. Nanti minta Oppa Hyunwoo beliin yang baru! Gampang, kan?”
“Enggak... gak perlu.” Soojin menggeleng cepat. “Aku malu. Masih baru di rumah ini, masa udah minta barang mahal.”
Suaranya mengecil, lirih.
“Padahal itu hadiah dari Eunhee...” matanya mulai berkaca-kaca.
Tanpa ia sadari, seseorang sudah duduk di sebelahnya.
“Aaaa!” Soojin menjerit kecil dan menepuk dada. “Astaga, Hyunwoo! Hampir copot jantungku!”
Hyunwoo tertawa kecil. Di belakang mereka, Yura ikut tergelak, tapi tatapan tajam dari hyunwoo membuatnya buru-buru menutup mulut.
“Opss... aku gak lihat apa-apa,” bisiknya, lalu kabur dari ruang tamu.
Hyunwoo tersenyum lembut. “Ada apa istriku sampai hampir menangis begini? Suaminya datang aja gak sadar.”
Soojin menunduk. “Handphone-ku hilang...” jawabnya lirih.
“Cuma itu?” tanyanya lembut.
Soojin mengangguk pelan, meringkuk seperti anak kecil yang kehilangan bonekanya.
Hyunwoo tersenyum, lalu menarik tubuh Soojin agar lebih dekat.
“Ish! Kamu ini kebiasaan banget sih, main tarik aja!” protes Soojin, wajahnya memerah.
“Iya, maaf...” ucap Hyunwoo dengan senyum hangat. “Tapi aku bawa sesuatu buat kamu.”
Ia mengulurkan sebuah paper bag berwarna putih elegan. “Gift kecil... karena kamu sudah mau berusaha jadi istri seorang Kang Hyunwoo.”
“Tapi...,” Soojin tampak ragu.
“Tapi apa, sayang?”
Hyunwoo menatapnya lembut sambil memberikan kotak kecil di dalamnya.
Soojin terdiam.
“Ini... handphone?” tanyanya tak percaya.
Hyunwoo mengangguk. “Aku lihat yang lama udah ketinggalan zaman, jadi aku belikan yang baru. Nomor Yura, Mama, Papa, Eunhee, dan aku sudah kusimpan di dalam. Termasuk asistenku, Hanuel dan Haneul.”
“Untukku?” suaranya hampir berbisik.
“Iya, untukmu. Atau kamu gak suka?” tanya Hyunwoo manja, menatapnya dengan tatapan memelas yang membuat Soojin tak bisa menahan senyum.
“Suka... tapi... handphone lamaku di mana?”
Hyunwoo menghela napas panjang. “Aku buang. Di situ banyak nomor yang gak perlu, termasuk nomor mantanmu.”
Soojin tertegun.
“Hyunwoo...”
“Cuma memikirkannya saja aku udah kesal,” katanya, separuh bercanda separuh serius. “Kalau dia sampai menghubungimu lagi, aku bisa mati kejang.”
Soojin tertawa kecil. Ia menatap wajah suaminya yang terlihat cemburu tapi manis.
“Handphone itu memang hadiah dari Eunhee,” katanya pelan. “Tapi gak apa-apa... aku suka yang ini.”
Hyunwoo mengangguk. “Aku sudah bilang ke sahabatmu. Katanya, ‘Buang aja, nanti aku beliin yang baru buat Soojin.’”
“Benarkah?” Mata Soojin langsung berbinar. “Berarti Eunhee mau datang?”
“Hmm...” Hyunwoo tersenyum, “Gimana? Happy?”
“Happy!” jawab Soojin spontan, lalu memeluk Hyunwoo erat-erat.
“Terima kasih...” bisiknya, dan tanpa sadar bibirnya mendarat di pipi Hyunwoo.
Dari balik tembok besar, Yura langsung menjerit kecil. “Aaaa! Ma, lihat tuh! Kak Soojin nyium Oppa Hyunwoo!”
Nyonya Kang hanya tersenyum sambil mengangguk bangga.
Toel. Toel.
Yura merasakan pundaknya disentuh. Ia menoleh
“Papa!” serunya, cepat-cepat menutup mulut ayahnya. “Ssstt! Papa jangan berisik, nanti ketahuan! Lihat tuh, Hyunwoo udah senyum-senyum sendiri!”
Sementara itu, Soojin masih mematung, baru sadar dengan tindakannya.
“Maaf,” katanya pelan, pipinya merah.
“Kenapa minta maaf? Kan suaminya sendiri,” ucap Hyunwoo lembut, mengangkat Soojin duduk di atas sofa.
“Duduk di lantai dingin, nanti masuk angin,” tambahnya, penuh perhatian.
Soojin hanya bisa menatapnya, bibirnya membentuk senyum kecil yang hangat.
Hyunwoo tertawa, mengacak rambutnya lembut.
“Aaah! Rambutku berantakan!” protes Soojin, menepuk tangan suaminya.
“Iya, iya, maaf,” jawab Hyunwoo cepat, masih tertawa. “Mainlah ke taman belakang, ajak Yura. Aku harus selesaikan sedikit pekerjaan.”
Ia mengecup kening Soojin sekilas sebelum pergi ke ruang kerja.
Cup.
Soojin masih memandangi punggung Hyunwoo yang menjauh.
Senyum lembut terukir di wajahnya.
Dari kejauhan, Yura, Nyonya Kang, dan Tuan Kang menatap pemandangan itu bersama.
“Lihatlah,” bisik Nyonya Kang pelan, “akhirnya putra kita menemukan potongan hatinya yang telah lama hilang”
Bersambung......
belum juga sedih karena penghianatan udah jadi istri orang aja🤣