When Our Night Began
Namaku Han Soojin. Hari ini aku baru saja mendapat kabar yang membuat seluruh isi kepalaku berputar bagai badai. Katanya… malam ini pacarku, minjae, akan check-in dengan selingkuhannya di sebuah hotel mewah di pusat Kota Gwangcheon.
Tidak penting aku tahu dari mana kabar itu berasal, yang jelas rasa sesak ini membuatku hampir gila. Bagaimana kalau itu benar? Bagaimana kalau minjae yang selama ini kuanggap pria paling setia, ternyata menyimpan wajah lain yang penuh pengkhianatan?
“Ah, sialan! Kenapa pikiranku jadi nggak tenang begini?! Cepatlah muncul, wahai bulan… aku sudah tidak sabar membuktikan kalau semua itu hanya gosip murahan!” teriak Soojin sambil mengacak-ngacak rambut panjangnya. Kini, rambut hitam itu sudah berantakan seperti surai singa.
“Aku akan buktikan… minjae bukan tipe pria seperti itu. Dia pasti setia,” gumamnya lagi, kali ini lebih pelan, seolah menenangkan diri sendiri. Tubuhnya ia hempaskan ke atas kasur empuk. “Hhh…” Soojin menghela napas panjang, dadanya naik turun tak beraturan.
Belum sempat pikirannya tenang, suara ponsel tiba-tiba berdering nyaring di samping bantal. Nada dering itu adalah lagu favoritnya—lagu solo “Stigma” dari V BTS—lagu yang selalu ia pasang ketika ingin merasa dekat dengan biasnya.
🎶 “You left me, you left me broken…” 🎶
Soojing mengerutkan kening. Dengan malas ia meraih ponsel dan menggesek layar.
“Siapa?” ucap Soojin dengan nada kasar, emosinya masih terbawa.
“Haiissshhh! Masa kau lupa sama sahabatmu sendiri? Ini aku, Cha Eunhee!” suara seorang wanita terdengar kesal dari seberang telepon.
Soojing mendengus kecil. “Ah, Eunhee… sorry, sorry. Aku lagi bad mood. Bulan belum muncul juga, padahal hari sudah sore.” Sambil berbicara, ia menggigit kuku jempolnya—kebiasaan buruk yang selalu muncul ketika ia sedang gugup atau kesal.
“Ya ampun, Soojin… sabarlah sedikit. Lagi pula sebentar lagi juga gelap. Aku punya ide, bagaimana kalau kau mandi dulu lalu berdandan cantik? Kalau ternyata kabar yang kubawa ini salah, kau bisa langsung ajak minjae nonton. Tenang saja, aku sudah siapkan dua tiket untukmu sebagai kompensasi.” Suara Eunhee terdengar lembut, menenangkan, seakan ia tahu persis cara meredakan amarah sahabatnya.
Soojing mendadak terdiam, lalu terkekeh kecil. “Benar juga sih… waait tapi kau nggak akan minta ganti uang tiket kan?” tanyanya dengan nada manja.
“Hahaha, dasar kau! Tentu saja tidak!” sahut Eunhee sambil tertawa lepas.
Soojing ikut tertawa kecil, rasa sesaknya sedikit berkurang. “Syukurlah. Oke deh, aku mau mandi dulu. Bye bye… muachhhh!” ucap Soojin, lalu buru-buru menutup telepon bahkan sebelum Eunhee sempat membalas.
Ponselnya ia lempar begitu saja ke kasur. Gadis itu pun bangkit, menatap bayangan dirinya di cermin. Rambut berantakan, wajah kusut, dan mata berkantung akibat terlalu banyak berpikir.
“Han Soojin… kau harus terlihat cantik malam ini. Apa pun yang terjadi, kau harus kuat,” bisiknya pada diri sendiri, sebelum akhirnya melangkah ke kamar mandi dengan langkah cepat.
Soojin berjalan gontai menuju kamar mandi sambil menyambar handuk putih yang menggantung di balik pintu.
CLEK!
Gagang pintu kamar mandi diputar, pintu pun terbuka.
BRAK!
Soojin menutup pintu dengan sedikit keras, lalu terdengar suara gemericik air memenuhi ruangan. Segera saja ia mulai membasahi rambut panjangnya, membiarkan air hangat meruntuhkan sisa amarah yang sejak tadi memenuhi dadanya.
Tak lama, suara riangnya ikut terdengar. Soojin mulai bernyanyi—kali ini lagu “Euphoria” Jungkook BTS menggema dari kamar mandi.
🎶 “When I’m with you, I’m in utopia…” 🎶
Suara itu terdengar fals di beberapa bagian, tapi bagi Soojin, bernyanyi adalah caranya melupakan keresahan.
Beberapa menit kemudian, suara senandung berhenti.
CLEK!
Pintu kamar mandi terbuka perlahan.
“Ahhh…” Soojin menghela napas panjang sambil mengusap wajah dengan handuk. “Segarrr!” teriaknya, merasa lebih ringan. Rambutnya masih basah, menetes hingga membasahi kaos tidur tipis yang menempel di tubuhnya.
Ia melangkah ke arah jendela, menyingkap tirai, dan terperanjat. “Wah, udah gelap aja…” gumamnya. Rasa gugupnya kembali menyeruak.
Dengan cepat ia meraih ponsel di kasur. Layar menyala, menampilkan satu pesan suara dari Eunhee.
> “Soojin, cepatlah kemari! Minjae sedang makan malam dengan perempuan itu. Aku sudah share location, hurry up!”
📍 Shared Location
Jantung Soojin seakan berhenti berdetak sejenak. Tangannya bergetar saat meletakkan ponsel itu kembali di kasur, lalu ia menghempaskan tubuhnya.
“Sial…” gerutunya.
Tanpa pikir panjang, ia langsung meraih pakaian yang pertama kali terlihat: jeans biru kesayangannya dan kaos oversize berwarna abu-abu. Pakaian itu membuat tubuh mungilnya tampak semakin kecil. Tak ada waktu untuk berdandan, tak ada waktu untuk memoles wajah. Yang penting dia harus segera sampai di sana.
Ia menyambar tas selempang, memasukkan ponsel ke dalamnya, lalu buru-buru mengenakan sneakers putih yang ada di dekat pintu. Dengan gerakan cepat ia mengunci pintu apartemen, dan berlari kecil menuruni tangga.
Beberapa menit kemudian, Soojin sampai di lokasi yang Eunhee kirimkan. Restoran itu terletak di jalan utama Kota Gwangcheon, dipenuhi cahaya lampu neon yang memantul di jendela kaca besar. Dari kejauhan, ia bisa melihat sosok Minjae yang duduk di meja pojok—bersama seorang wanita asing yang tersenyum manis.
Baru saja ia hendak melangkah lebih dekat, tiba-tiba sesuatu menutup mulutnya dari belakang.
“Emmmm…!” Soojin terperanjat, meronta panik.
“Diamlah, ini aku!” suara familier terdengar. Bekapan itu langsung dilepas, memperlihatkan wajah Eunhee yang berdiri dengan wajah kesal.
“APAAAN sih! Kenapa lo tiba-tiba ngebekap gue? Sialan, bikin jantung gue copot!” Soojin mendesis sambil memukul lengan sahabatnya.
“Haaissshhh… Lo bego apa gimana? Berdiri di situ sama aja kayak lu nge-expose diri lo sendiri, goblok!” Eunhee mendengus, matanya melotot sambil melirik ke arah restoran.
Soojin terdiam sejenak, lalu menyeringai cengengesan. “Eh… iya juga, ya. Kalau Minjae noleh ke arah gue pas lagi nelpon, ketahuan deh.”
Eunhee hanya menepuk dahinya keras-keras. “Astaga, Soojin… kadang gue heran gimana Ling Tian atau Minjae tahan sama kelakuan lo.”
Soojin nyengir lebar, meski hatinya sebenarnya masih bergemuruh.
Soojin dan Eunhee menunduk di balik mobil yang terparkir tak jauh dari restoran. Dari celah jendela besar, mereka bisa melihat Minjae duduk berhadapan dengan seorang wanita bergaun merah.
Soojin menggigit bibirnya. “Itu… itu kan Minjae. Liat tuh cara dia senyum…! Aaaaaa, Eunhee, hatiku sakit banget!” bisiknya sambil memegangi dada.
Eunhee menepuk kepalanya pelan. “Ssstt! Jangan teriak, bodoh. Mereka bisa denger kalau lo lebay gitu.”
“Lebay gimana? Lo liat sendiri ‘kan? Dia bahkan menuang wine ke gelas cewek itu! Gue nggak pernah tuh dituangin wine sama dia, selalu gue yang tuangin sendiri,” Soojin merengek dengan nada iri.
“Ya ampun, masalah tuang wine aja dibawa-bawa,” Eunhee mendesah panjang. “Fokus, Soojin, fokus. Kita harus pastiin dulu siapa cewek itu. Jangan langsung nge-judge.”
“Gue nggak nge-judge. Mata gue jelas liat kok. Itu flirting level dewa namanya!” Soojin membelalakkan mata, lalu menunduk lagi begitu Minjae menoleh sebentar ke arah pintu masuk.
“Tenang, mungkin itu… hmm… rekan kerja?” Eunhee mencoba menenangkan.
“Rekan kerja kepala lo! Rekan kerja nggak mungkin pake dress ketat warna merah menyala gitu. Gue tau banget kode warna cewek. Merah itu artinya take me, baby!” Soojin berbisik sambil mendramatisir gaya bahunya.
Eunhee nyaris ngakak, tapi buru-buru menutup mulut. “Sialan, lo masih sempet bercanda juga.”
“Aku nggak bercanda! Liat tuh… mereka ketawa bareng. Aaaaa, Minjaeee! Apa salahku, haaa?” Soojin memukul-mukul pahanya sendiri.
Eunhee langsung menarik tangan sahabatnya. “Yaelah jangan mukul diri lo, sakit tau! Nih, pegang tanganku aja kalo panik.”
Soojin melotot. “Apaan sih? Gue panik, bukan mau nikah sama lo.”
“Dasar! Udah diem, liat lagi.”
Keduanya menunduk lebih dalam. Dari dalam restoran, Minjae tampak menyodorkan ponselnya pada wanita itu, lalu mereka berdua tertawa kecil sambil menunduk ke layar.
Soojin mengerang pelan. “Astaga, mereka bahkan tukeran meme sekarang?! Gue aja nggak pernah ditunjukin meme sama dia…”
“Yaa mungkin karena meme lo receh semua, Jin.” Eunhee mengedikkan bahu.
Soojin mendengus. “Lo sahabat gue apa musuh gue sih?”
“Sahabat lo. Justru itu gue harus netral.”
“Netral kepala lo, Eunhee! Kalo dia beneran selingkuh, gue nggak akan tinggal diam. Gue bakal—”
“Shhh! Turun! Turun!” Eunhee buru-buru menekan kepala Soojin ke bawah.
“Apa-apaan sih! Gue bukan ninja!”
“Bukan ninja apaan. Tuh, Minjae baru nengok ke arah sini!” Eunhee membalas dengan nada panik.
Mereka berdua menunduk sampai jongkok di belakang ban mobil. Jantung Soojin berdetak kencang.
“Eunhee…” bisiknya.
“Apa?”
“Lo rasa dia liat gue nggak?”
“Gue rasa nggak, dia cuma nyari pelayan. Tapi kalo lo terus teriak-teriak, bisa-bisa dia nyadar kita ngintilin.”
Soojin menghela napas panjang. “Oke, oke. Gue diem… tapi serius, Eunhee. Lo yakin bukan gue yang salah lihat? Itu jelas-jelas selingkuh kan?”
Eunhee mengangkat bahu. “Entahlah. Dari sini sih keliatannya… sangat mesra.”
Soojin langsung jatuh terduduk di trotoar. “Ya Tuhan… selesai sudah hidupku.”
Eunhee menepuk pundaknya. “Belum selesai. Justru baru mulai. Malam ini kita harus cari tau semuanya.”
---
Soojin masih duduk di trotoar dengan wajah murung. Rambut basahnya menempel di pipi, membuatnya tampak seperti anak ayam kehujanan. Eunhee berdiri sambil melipat tangan, wajahnya campuran antara gemas dan jengkel.
“Yaelah, Jin. Jangan drama dulu. Kita harus pikirin langkah selanjutnya,” ucap Eunhee.
“Langkah selanjutnya? Gue udah nggak bisa mikir apa-apa, Hee. Hati gue udah remuk.” Soojin menunduk, memeluk lutut.
“Remuk-remuk juga, lo masih bisa jalan ke sini kan? Jadi berhenti lebay. Nih, dengerin gue.” Eunhee jongkok di depannya. “Kalau kita pengen tau kebenaran, kita butuh bukti.”
Soojin melotot. “Bukti? Maksud lo gue harus jadi detektif dadakan gini?”
“Ya, kira-kira begitu lah. Kita intai mereka sampai jelas.”
“Intai? Gila! Gue bukan James Bond.”
“Bukan James Bond juga nggak apa-apa. Lo cukup jadi Han Soojin versi upgrade, yang nggak cengeng dan bisa ngendap-ngendap,” Eunhee menyeringai.
Soojin mendengus. “Ngendap-ngendap gimana coba? Kalo gue tiba-tiba ketahuan? Gue mati kutu, Hee!”
“Makanya jangan bego. Kita atur strategi.” Eunhee melirik ke dalam restoran. “Oke, dengerin. Lo pura-pura jadi customer. Masuk, pesen makanan, duduk agak jauh. Gue yang pura-pura jadi pelayan buat ngawasin mereka.”
Soojin terbelalak. “Hah?! Jadi lo mau pura-pura kerja di restoran? Emangnya gampang gitu?”
Eunhee nyengir. “Ya kalau ditolak ya udah gue pura-pura salah masuk dapur. Kan biasa tuh adegan drama Korea.”
“Gila, lo beneran kebanyakan nonton drakor, Hee.”
“Ya terus lo maunya gimana? Lo mau kita duduk di sini sampai mereka pulang? Bisa masuk angin kita.”
Soojin menggigit bibir, ragu. “Tapi kalau gue masuk, terus Minjae lihat…?”
“Ya lo pura-pura aja lagi kencan sama aku yang penting jangan Sampek mijae liat muka kita .” Eunhee mengedip nakal.
“Ha?! Gue nggak mau jadi pacaran palsu sama lo. Dunia udah cukup rumit, jangan tambah-tambahin,” Soojin protes sambil menepuk kening.
“Yaelah, Jin. Ini cuma taktik penyamaran. Bukan beneran. Lagian siapa juga yang mau beneran pacaran sama lo, gua masih normal gua juga suka cowok ganteng.”
Soojin mendelik. “Woy, jangan hina gue dong!”
“Hehe, bercanda. Udah sini, pegang tanganku.” Eunhee mengulurkan tangan.
“Buat apa?”
“Biar kita keliatan natural. Lo tau kan, orang pacaran biasanya gandengan. Jadi kalau Minjae ngeliat, dia nggak bakal curiga lo ngikutin.”
Soojin menghela napas panjang, lalu menyambar tangan Eunhee. “Hhh… baiklah. Tapi kalau tangan gue keringetan jangan protes ya.”
“Yaaelah, tangan lo dari dulu juga gampang keringetan.”
Mereka berdua kemudian berdiri, berjalan pelan menuju pintu restoran. Langkah Soojin gemetar, sementara Eunhee justru terlihat terlalu santai, seakan mereka benar-benar mau double date.
Sebelum masuk, Soojin berhenti dan menarik Eunhee. “Hee…”
“Apa lagi?”
“Kalau beneran ketahuan, gue… gue nggak tau harus ngapain.”
Eunhee menatapnya serius kali ini. “Tenang, Soojin. Kalau beneran ketahuan, gue yang maju duluan. Gue nggak akan biarin lo hadapi ini sendirian.”
Soojin terdiam, hatinya menghangat sedikit. “Hee…”
“Apa?”
“Lo sahabat paling konyol sekaligus paling gila yang pernah gue punya.”
“Thanks, gue anggap itu pujian.” Eunhee terkekeh.
Soojin tersenyum tipis, lalu akhirnya melangkah masuk bersama Eunhee.
Lampu restoran yang hangat menyambut mereka. Aroma steak dan wine langsung menusuk hidung. Dari jauh, sosok Minjae dan wanita bergaun merah masih duduk manis, tertawa seakan dunia hanya milik mereka berdua.
Soojin menggenggam tangan Eunhee lebih erat. “Oke, Hee. Malam ini… kebenaran akan terungkap.”
Eunhee mengangguk mantap. “Let’s do this.”
---
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Afriyeni Official
gak usah pura pura kencan, jadian aja sekalian 🤧 itung-itung balas sakit hati🤣
2025-09-19
1
Afriyeni Official
buktikan dulu sebelum berasumsi tanpa melihat kenyataan
2025-09-19
1
༺🦋⃟⃟𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
Tapi aku takutnya mlh nnt devinisi dr setia mlenceng lg, SETIA: Setiap Tikungan Ada😂
2025-09-19
1