NovelToon NovelToon
Om Duda Genit

Om Duda Genit

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Lune

Punya tetangga duda mapan itu biasa.
Tapi kalau tetangganya hobi gombal norak ala bapak-bapak, bikin satu kontrakan heboh, dan malah jadi bahan gosip se-RT… itu baru masalah.

Naya cuma ingin hidup tenang, tapi Arga si om genit jelas nggak kasih dia kesempatan.
Pertanyaannya: sampai kapan Naya bisa bertahan menghadapi gangguan tetangga absurd itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Lune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketika Hati Yang Beku Mulai Retak

Dion duduk dengan santai sambil menyandarkan punggungnya ke kursi, tangan terlipat di dada, dan tatapan penuh rasa penasaran tertuju pada Arga yang duduk di seberangnya. Mereka baru saja selesai minum kopi, tapi topik pembicaraan belum benar-benar selesai.

Dion mengangkat alis, lalu bersandar ke depan dengan senyum penuh godaan.

"Apa jangan-jangan... cewek itu yang bikin lo senyum-senyum tadi, Ar?" tanyanya, nada suaranya dibuat sengaja panjang, seperti sedang memprovokasi.

Arga tetap tenang di luar, ekspresinya datar dan cool seperti biasa. Ia meraih cangkir espresso-nya dan menyesap sisa kopi dengan pelan, tanpa sedikit pun memberi respon pada pertanyaan Dion.

Dion yang sudah hafal sifat sahabatnya hanya bisa menggeleng sambil terkekeh.

"Fiks, bener ini mah!" ujarnya sambil menunjuk Arga dengan telunjuknya yang terangkat. "Kalo lo diem gini, itu tandanya gue tepat sasaran."

Arga akhirnya menaruh cangkirnya di meja dengan bunyi klik yang cukup keras, namun ia masih belum berkata apa-apa.

Diamnya Arga justru membuat senyum Dion makin lebar.

"Gila, Ar. Ternyata lo... luluh juga ya sama bocil itu," kata Dion, menekankan kata bocil sambil mengangkat kedua alisnya nakal.

"Lo yang biasanya dingin, cool, bahkan sama cewek pun nggak pernah keliatan tertarik, sekarang malah jadi cowok genit."

Mendengar itu, rahang Arga mengeras. Ia mengangkat kepalanya perlahan, lalu menatap Dion dengan pandangan tajam yang bisa membuat orang lain langsung kaku di tempat.

Namun Dion sama sekali tak gentar. Justru ia semakin menikmati momen itu.

"Tapi jujur ya, kalo dilihat-lihat, tuh cewek emang... cantik juga sih," lanjut Dion, kali ini nada suaranya berubah jadi lebih serius. "Imut, dan... gimana ya, Ar... punel gitu, lho."

Kata terakhir itu membuat Arga bereaksi.

Ia langsung memalingkan tubuhnya sedikit ke arah Dion, kedua matanya menyipit penuh ancaman.

"Dion." Suara Arga rendah, pelan, namun penuh tekanan. "Jaga kata-kata lo."

Dion tertawa terbahak-bahak, memukul meja sambil hampir terjatuh dari kursinya.

"HAHAHA! Gila, Arr! Gue baru pertama kali liat lo segini protektifnya sama cewek! Biasanya lo nggak peduli sama siapapun, bahkan lo sering bilang semua cewek itu cuma bikin ribet." Dion mengusap sudut matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa.

"Eh, sekarang? Ada satu cewek yang lo bela mati-matian cuma karena gue bilang dia punel."

Arga mendengus pelan, berusaha mengendalikan emosinya. Ia meraih jas yang tersampir di sandaran kursi, lalu berdiri dengan postur tegap dan penuh wibawa.

"Dia bukan urusan lo, Dion. Jadi... tutup mulut lo sebelum gue bikin lo nyesel," ujarnya dingin.

Dion mengangkat kedua tangannya ke atas, seolah menyerah.

"Oke, oke! Santai, bro. Gue nggak bakal ngapa-ngapain dia, kok."

Namun senyum licik tetap tak bisa hilang dari wajahnya.

"Tapi ya, lo harus sadar, Arr. Cara lo ngelindungin tuh cewek... udah jelas-jelas nunjukin kalau dia bukan cuma sekedar 'bocil' buat lo."

Arga berhenti di depan pintu, membalikkan badan hanya sebentar untuk menatap Dion.

Tatapannya kali ini tidak setajam tadi, tapi tetap penuh wibawa.

"Percaya sama gue, Dion. Lo nggak akan ngerti," katanya datar, lalu pergi meninggalkan Dion yang masih terkekeh puas.

Begitu pintu tertutup, Dion bersandar di kursinya sambil tersenyum penuh arti.

"Hahaha, wah, ini menarik banget. Seorang Arga yang biasanya dingin dan nggak tersentuh sama siapapun... jatuh hati sama gadis muda polos yang kerja di kafe. Drama banget, Gar. Drama yang gue nggak sabar buat tonton," gumamnya sambil tertawa kecil.

Tiba-tiba suara nada dering ponsel memecah keheningan ruangan yang tadi dipenuhi percakapan serius antara Arga dan Dion.

Arga merogoh saku jasnya dengan gerakan cepat dan mengangkat telepon tanpa melihat layar, karena ia sudah hafal betul suara nada dering itu.

Begitu sambungan tersambung, terdengar suara ceria dari seberang sana.

"Halo, Pa!" Suara kecil itu terdengar penuh semangat.

Wajah dingin Arga seketika melunak. Sudut bibirnya terangkat tipis, dan tatapannya yang biasanya tajam kini dipenuhi kehangatan.

"Halo, Raka," balas Arga dengan suara yang jauh lebih lembut daripada saat ia berbicara dengan orang lain.

"Papa, masih lama nggak pulangnya? Raka pengen makan es krim... yang rasa cokelat sama vanila," kata Raka dengan nada manja yang langsung membuat hati Arga mencair.

Arga terkekeh pelan.

"Iya, Papa bentar lagi pulang. Nanti Papa beliin es krim yang paling enak buat Raka," ucap Arga penuh kasih sayang, suaranya terdengar hangat namun tetap tegas.

"Beneran ya, Pa? Janji?" Raka terdengar antusias.

Arga tersenyum.

"Janji. Tapi Raka harus makan dulu, baru boleh makan es krim. Deal?"

"Deal! Makasih, Pa! Raka tunggu di rumah ya," jawab Raka dengan tawa kecil.

"Oke. Sampai ketemu nanti, Raka," kata Arga sebelum memutus sambungan telepon.

Begitu panggilan berakhir, suasana ruangan kembali sunyi. Namun, kali ini tatapan Arga tampak berbeda ada rasa rindu sekaligus tanggung jawab besar yang terlihat jelas di sorot matanya.

Dion yang sedari tadi memperhatikan perubahan ekspresi sahabatnya, langsung mengangkat alis dan tersenyum penuh arti.

"Wah, wah, wah... ternyata kalo ngomong sama Raka, lo bisa se-hangat itu, Ar."

Ia menyilangkan tangan di dada, nada suaranya penuh godaan.

"Kenapa, tadi Raka minta apa?"

Arga menghela napas pelan sambil merapikan jasnya.

"Es krim," jawabnya singkat, seperti biasa.

Dion terkekeh, lalu bersandar santai di kursinya.

"Hahaha, lucu banget tuh anak. Tapi serius ya, Ar.." Dion mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya kini lebih serius.

"Lo tuh nggak bisa terus-terusan begini. Lo kerja dari pagi sampai malam, ngurusin perusahaan, sementara Raka butuh figur seorang ibu."

Arga memicingkan mata, ekspresinya kembali dingin.

"Dan maksud lo?" tanyanya datar.

Dion mengangkat kedua tangannya ke atas, seolah berkata tenang, gue nggak mau berantem.

"Maksud gue, udah saatnya lo mikirin masa depan, Ar. Cari mama baru buat Raka. Jadi lo nggak repot-repot lagi ngurusin semuanya sendirian. Ada yang jagain Raka, ada yang nemenin dia di rumah. Lo juga jadi nggak perlu ngerasa bersalah ninggalin dia tiap kali lo harus kerja."

Arga terdiam sejenak. Ia memalingkan wajah, tatapannya menerawang jauh ke luar jendela. Pikirannya penuh kenangan dan rasa tanggung jawab yang berat.

Dia tahu Dion ada benarnya.

Dengan nada berat, ia akhirnya berkata,

"Gak semudah itu, Dion."

Dion mengangkat alis.

"Kenapa nggak? Lo kan pria mapan, tampan, cool, dan... ya, jujur aja, banyak banget cewek yang ngantri buat jadi istri lo."

Arga kembali menatap Dion, kali ini dengan sorot mata yang dalam dan penuh ketegasan.

"Masalahnya bukan cuma soal cari istri, Dion. Ini soal hati. Gue nggak bisa asal pilih orang buat jadi bagian hidup Raka. Gue juga nggak mau dia terluka lagi."

Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan, suaranya tegas namun sedikit bergetar.

"Raka udah cukup kehilangan dalam hidupnya. Gue nggak akan bikin dia ngalamin itu lagi."

Dion terdiam. Kata-kata Arga barusan membuat suasana menjadi lebih serius.

Ia lalu bersandar kembali, kali ini tak lagi menggoda, melainkan benar-benar memikirkan ucapan sahabatnya.

"Gue ngerti, Ar. Gue cuma... nggak pengen lo ngurusin semuanya sendirian. Lo juga butuh bahagia."

Arga hanya tersenyum tipis, senyum yang sulit diartikan.

"Bahagia gue itu sederhana, Dion. Selama Raka sehat dan tersenyum... itu udah cukup buat gue."

Namun dalam hatinya, Arga sadar ada sesuatu yang mulai berubah terutama sejak kehadiran seorang gadis bernama Nayla.

Sebuah perasaan yang selama ini ia pikir sudah mati... mulai hidup kembali.

Dan itu membuat segalanya menjadi jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan.

1
Lembayung Senja
ceritanya mulai seru... semangat buat novelnya.....😍
Jen Nina
Jangan berhenti menulis!
Yusuf Muman
Ini salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap! 👌
Yuri/Yuriko
Bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!