Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 5 part 2
"Apa yang dia dengar tentangku?"Tanya Anja setelah memilah kata, mencoba sebisa mungkin menghindari hal sekecil apapun tentang pembahasan Pria itu. Lagipula, pria itu tak pernah benar-benar mengenalnya, kualifikasi apa yang bisa ia katakan untuk mengenalkan dirinya pada Kezia?
Erna tak segera menjawab, melainkan mulai memakan bakso yang tadi dibiarkan dingin begitu saja.
"Kepala mbak tadi pusing, minta mas Arfan beliin bakso. Masih ada beberapa bungkus lagi dibawah, kamu mau gak? Kalau mau mbak ambilin sekarang!"
Anja melirik makanan yang ada dihadapannya tanpa minat, kemudian menggeleng dengan posisi masih memeluk lutut. Tidak ada makanan favorit lagi semenjak tujuh tahun yang lalu.
"Jika saja mau, Reka mungkin hanya tinggal mencari seorang wanita dan memperkenalkannya pada Kezia sebagai sosok mama. Tapi dia tak pernah benar-benar melakukannya, mbak tak menyangka dia bisa berubah, bahkan saat untuk pertama kali mbak bertemu dengannya lagi, mbak nyaris tak dapat mengenali sikapnya!"
"Mbak, kita sedang membahas Kezia!
"Mbak suka lupa soal ini, kalau bahas Kezia pasti bahas papanya juga! Baiklah, maaf. Jadi kamu mau dengar dari mana dulu?"Ralatnya seraya memberi senyum hati-hati.
"Mami sama papi selama ini tak pernah menyinggung soal Kezia. Aku pikir, aku tak akan pernah bertemu dengannya. sama hal nya dengan kupikir dia tak akan pernah mengenalku, jadi... aku melewatkan semua bagian penting tentang hidupnya,"
Erna mendengarkan dengan seksama, kemudian mulai berbicara setelah bakso yang sedari tadi dikunyah itu melewati kerongkongannya. "Sebenarnya, sewaktu Kezia dibawa kerumah untuk yang pertama kalinya, kami masih bingung memikirkan siapa yang tepat untuk merawatnya," Anja larut, membayangkan bagaimana bayi merah yang seharusnya berada dalam dekapan ibunya itu sedang diperdebatkan.
"Kamu tau sendiri, Lail masih berusia sebelas bulan. Sedang aktif-aktifnya waktu itu, itu juga sering mbak tinggalin saat mbak jadwalnya tugas. Kesehatan mami juga kurang baik, jelas mbak mengkhawatirkannya. Sebenarnya kami juga bisa menyewa beberapa pengasuh, hanya saja...kami terbiasa merawat bayi sendiri sehingga mami dan papi merasa keberatan. Kata papi, anak yang lahir di keluarga kami bukan tanggung jawab orang lain!"Erna menjeda untuk meneguk air dalam botol mineral. Sementara, Anja masih menanti apa yang akan diceritakan wanita yang duduk bersebelahan dengannya dengan meja bundar kecil sebagai pembatas.
"Reka tak pernah tau apa-apa, tidak juga diberitahu soal kehamilanmu selama di penjara. Kami memilih menutupinya karena saat itu dia sedang mempersiapkan sidang tesis, itu sebab alasan kami menyembunyikannya karena takut akan mempengaruhi pikirannya!" Pria itu lagi, pikir Anja tak suka. Namun, dia masih bisa menahan diri untuk tetap tinggal.
"ketika dia pulang dan diberi tahu bahwa Kezia putrinya, tentu dia menolak keras. Namun, waktu selalu menjadi obat paling mujarab. Kamu bisa lihat sekarang Kezia tumbuh dengan baik. Kamu mungkin tak percaya, mbak yang seorang wanita saja, mengaku kalah kalau soal menghadapi kesabaran anak jika dibandingkan dengannya." Anja bangkit, tidak ada gunanya dia untuk tetap tinggal sekarang. Erna selalu mengambil kesempatan, menyematkan nama Reka disela-sela cerita sehingga membuatnya muak.
Namun, tangannya dicekal tak diperbolehkan untuk pergi," duduklah, ada banyak hal yang kamu tak tahu."ucap Erna. Anja membuang pandanganya berusaha menahan diri, namun demikian ia menurut dan kembali menempati pada posisinya.
"Waktu berubah, sama dengan seseorang. Mbak mengerti ini berat bagimu, namun mbak pikir... selama ini kamu selalu menolak kenyataan apapun, sehingga kamu tak dapat keluar sedikitpun dari pusaran luka. Anja, semua ini tidak menakutkan seperti apa yang kamu pikirkan!"
semangat kak author 😍