Kehidupan Amori tidak akan pernah sama lagi setelah bertemu dengan Lucas, si pemain basket yang datang ke Indonesia hanya untuk memulihkan namanya. Kejadian satu malam membuat keduanya terikat, dan salah satunya enggan melepas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Giant Rosemary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertanyaan Tentang Masa Depan
Dani masih terpaku di tempat yang sama, seolah menunggu Lucas melepaskan pelukannya dari Amori dan mendengarkan apa yang ia ingin sampaikan. “Laat Amori los. We hebben bezoek.”
Lepasin pelukan lo dari Amori. Kita ada tamu.**
Kening Amori dan Lucas sama-sama mengerut. Amori karena kebingungan, sementara Lucas seolah bertanya siapa tamu yang Dani maksud. Belum sempat ada satupun dari ketiganya bergerak, sepasang langkah terdengar mendekat dan dua sosok lain muncul di belakang Dani.
“Well—” Ari terlihat terkejut sekaligus kikuk ketika melihat posisi Amori dan Lucas, sementara tuan Walsh hanya berdehem sambil berlalu dari sana.
“We need to talk.” katanya serius, sambil lalu. Amori sampai salah tingkah dan buru-buru menjauhkan tubuhnya dari Lucas.
Lucas menghela, tapi tetap bangkit dari duduknya. Ia menghampiri Amori yang membelakanginya, sibuk mengaduk kuah kaldu yang sudah sepenuhnya leleh. “Amor, saya tinggal dulu, ya?” Amori mengangguk tanpa berbalik. Sebelum benar-benar berlalu, Lucas meremat lengan atas Amori dan membubuhkan sebuah kecupan hangat di belakang kepala gadis itu.
Lucas memasuki ruang kerja dengan tertatih. Disana, Tuan Walsh, Ari dan Dani sudah duduk hadap-berhadapan di sofa. Lucas duduk di sebelah Dani dan membalas tatapan tuan Walsh yang penuh penasaran.
“Bagaimana kondisi kamu?”
“Sudah jauh lebih baik.” satu alis tuan Walsh naik ketika mendengar jawaban Lucas yang terdengar yakin, padahal hasil pemeriksaan cedera yang sudah terbit setelah terapi terakhirnya sudah keluar. “Serius.” katanya untuk lebih meyakinkan.
“Jatuh kemarin cuma bikin bengkak. Robekannya sudah pulih, kalian pasti sudah lihat hasilnya kan?” lanjutnya ketika tak ada satupun yang menanggapi ucapannya.
“Iya, tapi serius Lucas, kondisi kamu bukan hal yang sepele. Robekannya bisa kambuh bahkan lebih lebar kalau kamu tidak hati-hati.” kini Ari ikut masuk ke dalam pembicaraan. Tyler Walsh terlihat terlalu malas untuk menghadapi Lucas yang memang keras kepala. Apalagi setelah apa yang mereka lihat tadi, terlihat sekali kalau pemuda itu membangun batas.
“Saya tahu. Makanya saya disini, istirahat untuk 2 minggu kedepan, ikut kemauan kalian.”
“Untuk kamu, bukan untuk kami.” kata tuan Walsh sengit. Dani seperti terhimpit tiga tembok besar dari segala sisi sampai tidak berani bicara. Tadi selesai mengantar Lucas pulang setelah terapinya selesai, Dani pergi ke stadion untuk menyerahkan hasil pemeriksaan Lucas pada pelatih utama mereka. Dan seperti yang sudah diperkirakan, pria tua itu memaksa datang langsung untuk menegur anak didiknya keras kepalanya itu.
“Kamu punya kecenderungan melakukan hal-hal bodoh, Lucas. Apalagi disaat ada distraksi, kamu sudah menjalin hubungan dengan gadis itu? Fokus Lucas, kamu—”
“Jangan bawa-bawa Amori. Dia berbeda.”
“Ya, terserah. Tapi saya pastikan, saya akan terus pantau hubungan kalian. Saya mau kamu membuktikan ucapan kamu tahun lalu, Lucas. Jangan jadi pecundang yang tidak bisa memegang ucapannya sendiri.” rahang Lucas mengeras. Ia tak bisa membantah ucapan mantan ayahnya itu.
Ya, Tyler Walsh pernah menikah dengan ibunya, 4 tahun setelah ayah kandung Lucas meninggal. Waktu itu usia Lucas baru 14 tahun, dan Tyler Walsh lah yang mendorong Lucas untuk menjadi seorang atlet professional. Hubungan mereka aneh, saling perhatian tapi ego mereka sama-sama besar. Bahkan setelah Tyler dan ibu Lucas bercerah, pria itu itu masih menganggap Lucas sebagai anak yang perlu dijaga dan dibimbing.
Mereka terus mentaap netra masing-masing, tak ada yang mau mengalah. Melihat kemungkinan terburuk bisa saja terjadi, Ari menengahi. “Oh, soal rencana latihan Lucas. Tyler, bisa saya jelaskan sekarang?” awalnya Tyler Walsh tak menjawab, tapi melihat Lucas tak juga mau mengalah ia akhirnya menarik diri.
Ia berdehem dan bersandar, mempersilakan Ari untuk mengambil alih pembicaraan. Percakapan itu berlangsung cukup lama, tentang kemungkinan terapi lanjutan, jadwal latihan Lucas yang dibuat semaksimal mungkin setelah cederanya membaik, dan pertanyaan yang Lucas benci mendengarnya.
“Kalau tidak pulih seratus persen, apa kamu sudah merencanakan rencana cadangan?” Lucas hanya mengepalkan tangan di atas meja kerja, tak memiliki jawaban atas pertanyaan itu.
Begitu pembicaran selesai tanpa jawaban pasti dari Lucas, suasana naik lebih ringan karena Dani sudah berani menimpali ajakan Ari untuk mengobrol di luar pekerjaan. Tuan Wals melirik ke dapur, mencium aroma gurih yang sejak keluar dari ruangan langsung menggoda hidungnya.
“Enak sekali wanginya.” seru Ari, mendahului pikiran seorang Tyler Walsh yang terlalu gengsi untuk memberi pujian. Karena jam makan malam sudah dekat, mereka akhirnya berkumpul di meja makan. Berbincang ringan sebentar sambil menunggu Amori mempersiapkan makan malam.
Mangkuk-mangkuk soto hangat Amori sajikan satu persatu, lengkap dengan potongan jeruk nipis, bawang goreng, sambal, perkedel kentang dan makanan pendamping lainnya.
Amori menyajikan mangkuk terakhir di hadapan Tuan Wals dengan sedikit gugup. “Saya harap ini cocok dengan lidah anda.” katanya gugup. Pasalnya selama bekerja bersama Tyler Wals sebelumnya, Amori hampir tidak pernah membuatkan hidangan khas Nusantara. Plus karena pria itu telah melihat interaksinya dengan Lucas yang bisa dibilang intim, Amori sama sekali belum bisa bersikap santai.
Sang pelatih menatap sejenak, lalu bergerak meraih sendok dan mencicipi sedikit kuahnya. Ekspresinya sontak berubah, raut keras berkurang banyak dari wajahnya. “Hmm, ini enak.” Amori dan yang lainnya langsung menghela dan tersenyum lebar. Belum ada satupun yang mencicipi soto buatan Amori, kecuali Lucas, karena menunggu reaksi Tyler Walsh.
Amori melirik Lucas yang duduk di seberangnya, dan pria yang tadinya tidak peduli dengan pendapat pelatihnya itu ikut tersenyum karena melihat senyum Amori.
Ari mengambil sepotong jeruk nipis dan menambahkan sambal ke dalam sotonya. “Tyler, kamu harus coba tambahin ini dan ini. Percaya, rasakan akan lebih nikmat.” tak disangka-sangka, Tyler Walsh mengikuti ucapan Ari. Kepalanya sekali lagi mengangguk-angguk, tanda bahwa makanan Amori cocok di lidahnya.
“Wah, enak banget Mor. Saya udah lama banget nggak makan soto, dan ini sama sekali nggak mengecewakan.” puji Ari lagi. “Ini juga, perkedelnya.”
Dani terkekeh, menyeruput kuahnya sebelum menimpali. “Jangan terlalu semangat, nanti otot-otot yang udah susah payah kamu bentuk ilang jadi lemak.”
“Jangan salah Dan, makanan yang Amori buat ini penuh dengan protein. Jadi nggak masalah kalau malam ini saya makan cukup banyak.”
“Ya, ya.” sontak suasana menjadi lebih ringan. Walaupun Lucas lebih banyak diam karena pertanyaan Tyler Walsh yang belum bisa ia jawab, pria itu masih sanggup untuk membalas senyum manis Amori yang terlalu kesenangan karena makanannya terus mendapat pujian sepanjang malam.
Lucas berpikir, efek Amori cukup besar untuknya. Mungkin ia bisa menceritakan tentang masalahnya? Entahlah, rasanya belum banyak masa manis yang mereka lewati.
***
Bersambung....
*Dialog yang ditulis miring adalah bahasa asing