Gendis baru saja melahirkan, tetapi bayinya tak kunjung diberikan usai lelahnya mempertaruhkan nyawa. Jangankan melihat wajahnya, bahkan dia tidak tahu jenis kelamin bayi yang sudah dilahirkan. Tim medis justru mengatakan bahwa bayinya tidak selamat.
Di tengah rasa frustrasinya, Gendis kembali bertemu dengan Hiro. Seorang kolega bisnis di masa lalu. Dia meminta bantuan Gendis untuk menjadi ibu susu putrinya.
Awalnya Gendis menolak, tetapi naluri seorang ibu mendorongnya untuk menyusui Reina, putri Hiro. Berawal dari menyusui, mulai timbul rasa nyaman dan bergantung pada kehadiran Hiro. Akankah rasa cinta itu terus berkembang, ataukah harus berganti kecewa karena rahasia Hiro yang terungkap seiring berjalannya waktu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Yumi yang Menggila
Perempuan itu tampak berwibawa, tetapi kali ini sorot matanya tajam seperti pisau. Matanya merah, mungkin karena kurang tidur, atau karena menangis. Di tangannya ada amplop putih yang sudah terbuka.
“Hiro.” Suaranya datar, tetapi penuh dengan bara.
“Kamu tahu apa yang ada di sini?”
Hiro menelan ludah, lalu mengangguk pelan. “Ya. Itu hasil tes DNA.”
Yumi meletakkan amplop itu di meja dengan hentakan kecil, lalu menarik napas dalam-dalam seolah berusaha menahan emosinya. “Kamu ... kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan? Kamu membawa Reina ke pelukan ibu kandungnya tanpa sepengetahuanku!”
“Kak, dengar aku dulu ....” Hiro mencoba menenangkan, tetapi Yumi mengangkat tangannya.
“Tidak! Kamu seharusnya menjauhkan Gendis dari Reina!” Suara Yumi meninggi, matanya membara.
“Bagaimana kalau dia tahu kebenarannya? Bagaimana kalau dia mengambil Reina dariku? Kamu tahu betapa sulitnya aku dan Reiki mendapatkan bayi ini!”
Hiro merasakan rahangnya mengeras. “Dia belum tahu apa-apa, Yumi. Aku belum memberitahunya.”
Yumi mendengus keras. “Tapi kamu menyuruhnya menyusui Reina! Kamu pikir apa yang akan terjadi jika nanti dia tahu bayi yang ia susui adalah darah dagingnya? Dia akan merenggut Reina dariku!”
“Awalnya aku juga tidak tahu kalau sebenarnya Reina adalah anak Gendis! Hari itu takdir seolah mempertemukan kami. Kondisi Reina menurun dan dia butuh ASI, secara kebetulan aku sedang bersama Gendis dengan kemeja basah karena ASI yang rembes! Hari itu aku hanya berpikir bagaimana bisa memberikan yang terbaik untuk Reina.” Hiro menjawab dengan suara lebih rendah, mencoba menguasai situasi.
“Gendis butuh waktu. Dia masih rapuh. Aku juga masih mencari cara untuk memberi tahu tanpa menghancurkannya lagi.”
Tiba-tiba Yumi merogoh tasnya dengan gerakan cepat. Tangannya keluar membawa sebuah korek api logam. Hiro refleks maju satu langkah.
“Kak, apa yang kamu ....”
Perempuan itu tidak menjawab. Dengan gerakan impulsif, dia mengambil kertas hasil tes DNA dari atas meja. Dalam satu gerakan, Yumi menyalakan korek api dan menyulut ujung kertas itu.
“Hentikan!” Hiro berteriak, melangkah maju.
Api dengan cepat melahap tepi kertas, menjalar ke tengah. Bau kertas terbakar memenuhi ruangan. Yumi memandanginya tanpa berkedip, matanya berkilat dingin.
“Kamu gila!” Hiro meraih kertas itu, menepuknya untuk memadamkan api. Namun, sudah terlambat. Yang tersisa hanyalah potongan abu hitam di lantai.
Yumi menoleh padanya, wajahnya tegang, napasnya memburu. “Tidak boleh ada yang tahu. Tidak boleh, Hiro. Gendis tidak boleh tahu dia adalah ibu kandung Reina. Itu akan menghancurkan Reiki!”
“Reiki butuh tahu kebenaran! Aku justru curiga kepadanya. Jangan-jangan dia memang sengaja memilih anak Gendis untuk diadopsi, alih-alih mengambil bayi lain dari panti asuhan!” Hiro membalas dengan suara keras, tetapi Yumi semakin histeris.
"Apa maksudmu?" Kedua alis Yumi saling bertautan.
"Aku curiga Reina juga anak kandung Kak Rei."
Pupil mata Yumi melebar. Bibirnya menganga, tetapi dia langsung menutup dengan cepat menggunakan kedua telapak tangan. Perempuan tersebut berusaha menggabungkan semua pernyataan yang dilontarkan oleh Hiro dan menarik sebuah kesimpulan.
"Nggak mungkin! Kami sudah lama bersama, dan kamu tahu kami kesulitan memiliki keturunan karena sel spermanya yang kurang."
"Dia memalsukan laporan itu." Hiro menunduk, menatap ujung sepatunya.
"Sebenarnya kamulah yang tidak bisa memberinya keturunan. Dia menutupi semuanya dari kamu. Dia nggak mau membuatmu sedih." Hiro perlahan mengangkat wajah dan menatap sang kakak ipar.
Yumi seolah kehilangan tempat berpijak. Tubuhnya limbung, tetapi Hiro dengan sigap menangkapnya. Lelaki tersebut membantu sang kakak ipar berjalan ke arah sofa, lalu menyodorkan sebotol air putih.
"Gendis mengatakan kalau dia mengandung karena hubungan semalam dengan seorang pria dengan tanda lahir berbentuk hati di dadanya. Warnanya merah muda. Kak, kamu tahu siapa orang itu." Hiro mengungkapkan fakta itu dengan suara begitu lemah.
"Aku curiga lelaki itu adalah Kak Reiki. Kita tinggal
melakukan tes DNA untuk mengetahuinya. Jadi bersabarlah sedikit lagi. Aku tidak bisa jika harus memisahkan Reina dari ibu kandungnya, tetapi mengingat kamu yang juga sangat ingin memiliki anak membuat semuanya terasa berat bagiku. Sementara ... sementara Kak Reiki masih terbaring koma di ICU." Hiro mengusap wajah kasar.
Yumi terdiam. Kata-kata Hiro menamparnya keras. Reiki berhutang banyak penjelasan untuknya.
Perempuan tersebut perlahan paham kenapa suaminya ingin mendirikan perusahaan konstruksi di Indonesia. Mungkin saja alasan utamanya adalah Gendis. Dia merasa dikhianati kali ini.
"Tolong beri aku waktu, kita harus memastikan semua agar menjadi lebih jelas dan tidak keliru dalam mengambil keputusan." Suara Hiro melembut.
Yumi menggeleng keras. “Aku tidak peduli! Yang penting kebenaran ini terkubur. Aku tetap ingin Reina! Tidak peduli dia berasal dari perselingkuhan atau kesalahan yang dilakukan Reiki sekali pun!”
Yumi menghela napas panjang, lalu suaranya melembut, tapi tetap tegas. “Aku akan memindahkan Reiki ke rumah sakit di Jepang. Di sana dia akan lebih aman, lebih jauh dari Gendis. Dan aku akan membawa Reina pulang. Secepatnya.”
Hiro menatapnya, dadanya terasa semakin berat. “Yumi, jangan lakukan itu. Gendis belum siap ditinggalkan. Reina juga belum bisa dipisahkan dari ibu susunya.”
“Aku tidak peduli.” Yumi meraih tasnya. “Semakin lama Reina di sini, semakin besar risikonya. Aku tidak bisa membiarkan Reina jatuh ke tangan orang lain.”
Hiro memejamkan mata, mencoba menahan amarah yang membuncah. “Yumi, kamu harus berpikir jernih. Ini bukan hanya tentangmu atau Reiki. Ini juga tentang Reina. Tentang kebenarannya.”
“Kebenaran hanya akan menyakiti semua orang!” Yumi membalas, matanya berkilat. “Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”
Yumi berbalik, meninggalkan ruangan dengan langkah cepat. Pintu terbanting di belakangnya, meninggalkan Hiro berdiri di tengah ruangan dengan napas berat.
Hiro menatap abu hasil tes DNA di lantai. Satu-satunya bukti yang bisa dia tunjukkan pada Gendis kini sudah hilang. Di dalam dadanya, sesuatu bergejolak.
Hiro tahu Yumi tidak main-main. Jika dia benar-benar membawa Reina ke Jepang, Gendis akan hancur untuk kedua kalinya. Hiro meraih ponselnya, jemarinya ragu sebelum akhirnya menekan nomor Ren.
“Siapkan pengawalan untuk Gendis dan Reina. Jangan biarkan Yumi mengambil Reina tanpa sepengetahuanku,” kata Hiro dingin.
Ren di seberang terdiam sejenak sebelum menjawab, “Baik, Pak.”
Hiro meletakkan ponsel ke atas meja, menatap keluar jendela. Langit pagi sudah berubah kelabu, seperti menandakan badai yang akan datang. Di kepalanya hanya ada satu pikiran, dia harus melindungi Gendis dan Reina dari keputusan yang diambil dalam kepanikan.