Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 – Jejak di St. Saphorin
Beberapa hari berlalu sejak Nathan memutuskan mencari Zahira. Kini, dia duduk menikmati sarapan pagi di sebuah kafe kecil di desa St. Saphorin, tempat di mana dia mendengar Zahira terakhir kali terlihat.
Sementara itu, Maureen—salah satu pelayan kafe—diam-diam memperhatikan pria yang sudah beberapa hari ini datang ke kafe mereka. Lelaki asing itu terlihat menarik dan tampak begitu berpendirian. Dari percakapan telepon yang pernah tak sengaja dia dengar, Maureen tahu nama pria itu: Nathan.
“Maureen,” suara Vanila mengejutkannya dari belakang.
“Ish, bikin kaget aja! Ada apa, sih?” sahut Maureen ketus, sembari merapikan nampan di tangannya.
“Lagi lihat siapa? Jangan bilang si tampan itu lagi?” goda Vanila.
Maureen memutar mata. “Biasa aja, cuma penasaran. Dia kayaknya bukan turis sembarangan.”
Vanila mengangguk. “Aku dengar dari bos, dia nyari istrinya yang katanya hilang. Tapi katanya, mereka udah pisah. Jadi ya... dia itu duda keren.”
Maureen menaikkan alis. “Duda? Wah...”
“Eh, jangan mikir aneh-aneh,” bisik Vanila sambil menyenggol pinggang sahabatnya. Mereka terkikik pelan.
Setelah selesai makan, Nathan berdiri dan menghampiri kasir. Maureen menunduk canggung saat dia mendekat dan menyerahkan kartu.
“Eh... maaf, Tuan,” ucapnya gugup sambil memproses pembayaran. “Terima kasih, silakan datang kembali.”
Nathan hanya mengangguk tipis sebelum melangkah pergi. Maureen mengikuti punggungnya dengan pandangan, ada rasa penasaran yang belum tuntas. Siapa Zahira itu sebenarnya?
*****
Di tempat lain, Zahira mulai merasa betah bekerja di rumah Ethan. Ia kini menjadi pengasuh Jasmine, putri Ethan yang baru berusia lima tahun. Meski masih menyimpan luka hati, Zahira bersyukur mendapat tempat yang aman dan nyaman.
“Tante Zahira!” panggil Jasmine sambil menghampiri dengan gambar di tangannya.
“Iya sayang, ada apa?” Zahira tersenyum menyambut gadis kecil itu.
“Lihat, ini gambar Daddy, aku, dan Tante Zahira,” kata Jasmine polos sambil menunjuk satu per satu karakter pada kertas gambar.
“Wah... bagus sekali. Tapi kenapa Tante Zahira ada di sini?” tanya Zahira, bingung.
“Karena Mommy udah di surga. Daddy bilang, sekarang Tante Zahira yang temani aku,” jawab Jasmine jujur.
Zahira terdiam. Hatinya hangat dan perih sekaligus. Apa kelak anaknya juga akan tumbuh tanpa ayah?
Zahira menatap langit. “Aku harus kuat,” batinnya. Ethan sudah menawarkan bantuan—termasuk menanggung biaya hidup dan kelahirannya—tapi Zahira bersikukuh ingin mandiri. Ia tidak ingin hidup bergantung lagi, cukup sekali disakiti oleh keluarga Johnson.
****
Sementara itu di Indonesia, Melinda sedang bersiap pulang ke tanah air. Dia memandangi tiga koper besar yang akan dia bawa. Hatinya berat meninggalkan Nathan, namun dia tak bisa berlama-lama meninggalkan Ana sendirian.
“Mommy tenang aja, aku janji akan cari Zahira sampai ketemu,” kata Nathan, memeluk ibunya di bandara.
“Iya, kamu jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, Nak,” sahut Velia, ikut mengantar Melinda.
Melinda hanya tersenyum dan mengangguk. Lihat saja nanti, begitu sampai di rumah, dia akan menemui Neil—anak durhaka itu. Kali ini dia tak akan tinggal diam.
****
Keesokan harinya, Nathan kembali ke kafe tempat Maureen bekerja. Dia belum menyerah. Kali ini, Vanila yang mencatat pesanannya.
Nathan menatapnya lekat. “Kamu bukan asli sini ya?”
“Eh, iya Tuan. Saya dari Bandung,” jawab Vanila sopan.
“Boleh tanya sesuatu?”
“Tentu, Tuan.”
Nathan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto Zahira. “Pernah lihat wanita ini?”
Tepat saat itu, Maureen lewat dan tak sengaja melihat layar ponsel Nathan.
“Cherry...” gumam Maureen pelan, masih terdengar jelas oleh Nathan.
“Kamu kenal dia?” Nathan segera berdiri.
“I-iy—iya, saya kenal. Waktu itu dia pingsan, kakak saya yang menemukannya,” ungkap Maureen gugup.
“Sekarang di mana dia?” tanya Nathan tajam.
“D-dia... sudah saya usir,” jawab Maureen lirih.
“Apa? Kenapa kau usir dia?” nada suara Nathan meninggi, membuat beberapa pengunjung menoleh.
Maureen menunduk, merasa bersalah. Nathan tampak sangat marah. Ia benar-benar tak habis pikir ada yang bisa mengusir sesama perempuan dalam kondisi seperti Zahira yang tidak mengerti bahasa.
“Kau ikut saya, kita cari dia sekarang juga.”
“Saya... saya sedang bekerja, Tuan. Tidak bisa sembarangan pergi,” elak Maureen.
“Mana pemilik kafe ini?” kata Nathan.
Tanpa basa-basi, Nathan berbicara langsung dengan pemilik kafe. Beruntung, pemilik kafe tidak mempersulit dan memberi izin Maureen untuk pergi bersama Nathan.
Beberapa saat kemudian, Maureen duduk di kursi penumpang mobil Nathan. Suasana di dalam mobil begitu dingin. Bukan karena AC—melainkan aura Nathan yang penuh tekanan.
“Gila, gue butuh jaket,” batin Maureen, menggigit bibirnya sendiri.
“Tunjukkan rumahmu,” perintah Nathan tegas.
“Hah? Maksudnya... ke rumah saya, Tuan?”
“Ya, cepat katakan. Jangan buang waktuku. Waktu saya sangat berharga.”
Maureen mencibir dalam hati. “Cih, sok banget. Dasar orang kaya.”
Dengan terpaksa, Maureen menunjukkan jalan menuju rumahnya. Dua puluh menit kemudian, mobil mereka berhenti di depan rumah kecil dan sederhana.
Nathan keluar dari mobil. Dia menatap sekitar, berharap menemukan jejak sekecil apa pun. Jika tidak, dia tak punya pilihan selain menghentikan pencarian.
Tapi satu hal yang pasti, jika Zahira tak ditemukan... Neil harus siap menerima konsekuensinya.
Jangan di skipp-skip ya bacanya 🥺 Komen juga walau emot pun gk papa
ai...mending batalin aza sebelum terlambat....