🍁Ketika kesetiaan diragukan, nasib rumah tangga pun mulai dipertaruhkan.
-
-
Bukan pernikahan impian melainkan sebuah perjodohan. Aini harus menikah dengan anak dari sahabat lama Ayahnya atas permintaan sang Ayah yang tengah terbaring lemah dirumah sakit.
Berbeda dengan Aini yang berusaha menerima, Daffa justru sebaliknya. Dinginnya sikap Daffa sudah ditunjukkan sejak awal pernikahan. Meskipun begitu Aini tetap mencoba untuk bertahan, dengan harapan mereka bisa menjadi keluarga yang samawa dan dapat menggapai surga bersama.
Dan ketika cinta itu mulai hadir, masa lalu datang sebagai penghalang. Keutuhan cinta pun mulai dipertanyakan. Mampukah Aini bertahan ditengah cobaan yang terus menguji kesabaran serta mempertahankan keutuhan rumah tangganya?
📝___ Dilarang boom like, menumpuk bab apalagi sampai kasih rating jelek tanpa alasan yang jelas. Silahkan membaca dan mohon tinggalkan jejak. Terimakasih 🙏🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : Laki-laki yang tepat.
Sebelum menjawab pertanyaan ibunya, Aini lebih dulu meminta Celine untuk pulang dan berterimakasih padanya karena sudah mengantar sampai kerumah sakit. Sama sekali tak keberatan, Celine pun langsung pamit pulang pada Aini dan ibunya.
"Ini bukan tentang masa lalu suami kamu, tapi ini tentang masa depan rumah tangga kalian. Sekarang kamu bisa jelaskan, kenapa kamu bisa datang bersama dengan dia kemari?"
Sejenak melupakan tentang keadaan suaminya yang sedang diperiksa, Ratri beralih mengintogerasi putrinya sembari menunggu dokter keluar untuk memberikan kabar.
"Hal itupun yang membuat aku resah, Bu. Itulah sebabnya aku mengajaknya bertemu untuk memintanya supaya menjauhi mas Daffa, tapi dia malah menawarkan pertemanan denganku,"
"Lalu kamu setuju?"
"Tidak logis jika aku menolak hanya karena alasan dia adalah mantan istri dari suamiku, Bu. Tapi tidak semudah itu juga aku bisa sepenuhnya mempercayainya." Aini meraih tangan Ratri dan menggenggamnya, "Untuk hal ini aku akan bicarakan berdua nanti dengan mas Daffa dirumah, jadi Ibu tidak perlu terlalu ikut memikirkannya. Lebih baik ibu tetap fokus pada kesehatan Ayah saja,"
Aini berusaha untuk menenangkan ibunya, memberikan senyum hangat sebagai penyemangat. Hingga saat pintu ruangan dibuka, keduanya langsung menyerbu dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Yusuf keluar.
"Bagaimana keadaan suami saya, Dokter?" tanya Ratri.
"Beliau sudah sadar, hanya saja kondisinya masih sangat lemah. Sebaiknya jangan diajak banyak bicara dulu, biar Pak Yusuf bisa beristirahat,"
Aini mengangguk paham, "Baik, Dok, kami mengerti. Apa boleh kami menemui Ayah sekarang?"
"Silahkan,"
Melihat kehadiran istri dan anaknya didalam ruangan, Yusuf yang sedang terbaring lemah tersenyum bahagia. Tak seperti ibunya yang tidak kuasa menahan tangisnya, Aini berusaha untuk tetap bersikap kuat dengan menunjukkan senyum manisnya didepan ayahnya.
"Aini... Kamu tidak bekerja, Nak?"
Aini duduk di atas kursi yang ada di samping brankar, dia meraih tangan ayahnya dan mengecup punggung tangannya, "Hari ini aku izin, Yah. Bagaimana keadaan Ayah? Apa ada yang sakit?"
Yusuf menggeleng pelan, "Melihat kamu, sakit ayahmu ini jadi sembuh."
Gurauan itu nyatanya tak mampu membuat hatinya menghangat, Aini menempelkan pipinya dipunggung tangan ayahnya dan mulai menangis tanpa mengeluarkan suara. Melihat kondisi ayahnya membuat Aini takut, jika maut bisa menjemput kapan saja dan akan membawa mereka dalam kata perpisahan. Bukan ingin melawan takdir, hanya saja Aini merasa tidak akan siap jika harus kehilangan sosok ayah yang selalu menyayanginya ini.
"Ini kenapa malah jadi nangis, apa nak Daffa tidak bersikap baik sama kamu?" tak benar-benar serius dengan ucapannya, Yusuf hanya ingin menggoda Aini dengan membawa nama Daffa disana.
Aini mengusap air matanya, menegakkan kembali duduknya, "Ayah, kenapa jadi bawa-bawa mas Daffa, aku nangis bukan karena dia kok,"
Yusuf tersenyum, mengusap sisa air mata yang masih menempel di wajah putrinya, "Sudah bisa membela dia berarti kamu sudah menerima dia sebagai suami kamu seutuhnya. Kamu mencintainya?"
Tak ada jawaban ataupun hanya sekedar gelengan atau anggukan kepala, Aini hanya terdiam malu tanpa berani menjawab.
"Nak... Ayah sudah tau semuanya, jika Daffa sudah pernah menikah sebelumnya,"
Aini dan Ratri saling menatap, jelas mereka sangat terkejut sekali, "A-ayah tau darimana? Apa ada yang..."
"Nak Daffa datang kerumah dua hari yang lalu, dia sudah menceritakan semuanya. Dan secara pribadi dia meminta langsung kamu untuk menjadi teman hidupnya pada Ayahmu ini," cerita Yusuf, mengingat kejadian dua hari lalu saat menantunya mampir kerumah sebelum pergi ke kantor hanya untuk sekedar bercerita dengannya.
"Kapan menantu kita datangnya, Yah? Kok Ibu bisa tidak tau," tanya Ratri bingung, pasalnya dia memang tidak mengetahui tentang kedatangan Daffa kerumah seperti yang diceritakan oleh suaminya.
"Saat itu Ibu lagi ke pasar, makanya nggak tau kalau nak Daffa datang." Yusuf menghela nafas panjang, lalu kembali menatap Aini yang masih duduk di samping brankar, "Ayah sama sekali tidak keberatan dengan status ataupun masa lalunya, justru Ayah yakin nak Daffa adalah laki-laki yang tepat untuk kamu. Dia berani mengakui semuanya tentang masa lalunya hanya demi bisa mendapatkan restu dari Ayahmu ini."
Matanya terpejam sesaat, dalam hatinya mengucap syukur atas apa yang baru saja dia dengar. Ada perasaan bersalah karena hari ini dia sudah berbohong dengan berpura-pura pergi bekerja dan tidak memberitahu suaminya jika dia pergi menemui Celine. Meskipun tak sepenuhnya begitu, karena dia memang berniat untuk memberitahu saat mereka sudah pulang kerumah nanti malam.
Namun Aini segera merubah niatnya setelah mendengar cerita dari ayahnya, dia ingin memberitahu suaminya lebih awal tanpa perlu menunggu malam tiba. Setelah berpamitan pada kedua orang tuanya, dia pergi menuju ke kantor suaminya dengan menggunakan taksi. Meskipun belum pernah datang kesana, tapi Daffa sudah pernah memberikan alamat kantornya pada Aini.
Sinta yang memang sudah sempat bertemu dengan Aini karena memang pernah diajak pulang ke rumah saat Daffa bilang ingin pulang dulu untuk mengambil vitamin pun langsung bisa mengenali wajah Aini begitu melihat wanita itu saat melihatnya sedang bertanya di bagian resepsionis.
"Bu Aini, tumben sekali Ibu datang ke kantor, kangen ya sama Pak Daffa?" tanya Sinta menggoda, namun tetap terdengar sopan. Meskipun usia Aini jauh dibawahnya, tapi dia tetap istri dari bosnya dan sudah seharusnya dia menghormatinya.
"Mas Daffa nya ada kan?"
"Ada kok Bu diruangannya, ada teman-temannya juga disana. Mereka baru datang sekitar lima belas menit yang lalu," beritahu Sinta, karena memang dia yang tadi mengantarkan tamu itu keruangan bosnya.
"Teman?"
Sinta mengangguk, "Pak Dion dan sekertarisnya, saya tidak tau juga sih namanya, belum sempat kenalan soalnya. Dan sepertinya dia orang baru, karena setahu saya sekertaris Pak Dion yang sebelumnya bukan dia. Kalau begitu mari Bu silahkan, biar saya antar sampai ke depan ruangan Pak Daffa."
Keduanya menaiki lift untuk sampai kelantai paling atas di gedung tersebut. Beberapa karyawan nampak melihat kearah mereka, dan jelas itu membuat Aini merasa sedikit risih dan tidak nyaman. Meskipun begitu dia tetap pada tujuan awalnya datang kesana, yaitu menemui suaminya dan berbicara berdua, sekaligus untuk mengajaknya makan siang.
Pintu ruangan Daffa sedikit kebuka karena memang sedang ada tamu didalam. Sinta hanya mengantar sampai depan pintu saja.
"Silahkan masuk, Bu. Kalau begitu saya pamit mau turun untuk makan siang dulu,"
Aini tersenyum sembari mengusap-usap lengan Sinta, "Iya, makasih ya,"
"Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya permisi,"
Meskipun Sinta tidak menyebutkan nama, tapi Aini tau yang ada didalam bersama Daffa dan Dion pasti adalah Celine. Tidak mungkin kan Dion sampai datang membawa sekertarisnya jika hanya untuk sekedar datang untuk berkunjung atau mengajak makan siang saja. Kecuali, jika sekertarisnya itu memang benar adalah Celine.
Tanpa keraguan Aini membuka lebih lebar pintu ruangan tersebut dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Namun, seketika langkahnya terhenti saat melihat apa yang ada didepan matanya sekarang ini, tubuhnya menegang dan jantungnya terpompa lebih kencang.
"Apa yang sedang kalian lakukan?"
...💧💧💧...
. tapi aku ragu celine bakal sadar sebelum dapet karma instan🤧🤧