NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Bersemi

Ketika Cinta Bersemi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Cumi kecil

Di sebuah universitas yang terletak kota, ada dua mahasiswa yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda. Andini, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang sangat fokus pada studinya, selalu menjadi tipe orang yang cenderung menjaga jarak dari orang lain. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca buku-buku tentang perilaku manusia, dan merencanakan masa depannya yang penuh dengan ambisi.

Sementara itu, Raka adalah mahasiswa jurusan bisnis. raka terkenal dengan sifatnya yang dingin dan tidak mudah bergaul, selalu membuat orang di sekitarnya merasa segan.

Kisah mereka dimulai di sebuah acara kampus yang diadakan setiap tahun, sebuah pesta malam untuk menyambut semester baru. Andini, yang awalnya hanya ingin duduk di sudut dan menikmati minuman, tanpa sengaja bertemu dengan Raka.

Yuk guys.. baca kisah tentang perjalanan cinta Andini dan Raka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 21 RASA YANG HANYA UNTUKMU.

Malam itu, langit gelap tanpa bintang. Di kafe yang mulai sepi, hanya tinggal beberapa pelanggan dan alunan musik akustik pelan. Raka sedang membereskan bar, sementara Andini duduk di kursi favoritnya dekat jendela, memutar-mutar sendok di dalam gelas cokelat hangat.

Raka menghampiri, duduk di depannya. “Kok diem aja? Ada yang beda dari ekspresi kamu malam ini.”

Andini menunduk sebentar, lalu menatap Raka dengan sorot mata lelah yang tak bisa lagi disembunyikan.

“Rak…” katanya pelan. “Aku capek. Bukan karena kerjaan… tapi karena orang.”

Raka mendengarkan dalam diam. Tak ingin memotong, hanya memberi ruang.

Andini melanjutkan, suaranya lirih. “Kak Vira… dia kayaknya bener-bener nggak suka aku. Aku tahu dari awal dia dingin, tapi belakangan jadi makin keras. Aku jaga sikap, jaga jarak, tapi tetap aja…”

Raka merapatkan alis. “Dia ngelakuin sesuatu ke kamu?”

“Enggak yang kasar, tapi... dari caranya ngomong, cara dia nyindir, bahkan waktu aku lagi kerja, tatapannya tuh... kayak musuh. Dan aku baru tahu dari teman, ternyata dia suka sama Arfan. Dan dia ngerasa aku ‘ganggu’.”

Raka menghela napas panjang. Ia menatap Andini dalam-dalam, lalu menggenggam tangannya di atas meja.

“Dengar ya,” ucapnya tenang, tapi tegas. “Kamu nggak ganggu siapa pun. Kamu cuma jadi diri kamu. Bukan salah kamu kalau ada orang yang ngerasa terancam sama cahaya kamu.”

Andini mengerjap pelan, matanya mulai berkaca-kaca.

“Dan soal Vira,” lanjut Raka, “kalau dia nyakitin kamu secara profesional atau pribadi, kamu punya hak buat bilang. Nggak semua harus kamu tahan sendiri, Din. Apalagi sekarang... kamu nggak sendiri lagi.”

Andini menggenggam tangan Raka lebih erat. “Aku cuma takut dianggap drama. Takut malah bikin suasana makin buruk.”

“Kamu bukan drama. Kamu manusia. Dan kamu berhak buat didengerin,” kata Raka pelan. “Kalau kamu mau, aku bisa bantu ngomong ke HRD, atau minimal nemenin kamu lapor. Tapi yang paling penting sekarang... jangan biarkan orang lain bikin kamu ragu sama nilai kamu sendiri.”

Dan untuk pertama kalinya hari itu, Andini merasa sedikit lega. Ia tak perlu pura-pura kuat lagi. Di hadapan Raka, ia cukup jadi syarat perempuan yang sedang berjuang, dan dicintai tanpa syarat.

" Tunggu sebentar. Aku punya kejutan.”

Andini mengerutkan dahi, penasaran. “Apa lagi, Raka?”

“Rahasia,” jawabnya singkat, dengan senyum nakal yang hanya ia miliki saat sedang menyusun sesuatu di kepalanya.

Beberapa menit kemudian, Raka datang membawa nampan kecil berisi satu gelas minuman dingin berwarna pastel keungu-ungu-an yang cantik, dan sepotong kue mungil berwarna lembut dengan hiasan bunga kering di atasnya.

Andini mengangkat alis. “Ini... bukan menu biasa kan?”

Raka duduk di seberangnya, tersenyum puas. “Enggak. Ini menu spesial yang belum ada di daftar. Aku kasih nama…”

Ia berhenti sebentar, menatap mata Andini.

“‘Sweet Fighter’ karena kamu manis, tapi kuat.”

Andini tertawa kecil, pipinya memerah. “Gombal banget.”

“Serius,” kata Raka, mencondongkan badan sedikit. “Minumannya ada lavender dan berry, buat nenangin pikiran. Terus kuenya ada lemon sama madu, biar kamu tetap semangat tapi lembut hatinya.”

Andini menatap dua benda itu lama… lalu akhirnya mencicipi minumannya.

“Enak banget…” gumamnya.

Raka tersenyum lega. “Kalau kamu suka, nanti kita masukin ke menu tetap. Tapi cuma boleh disajikan kalau kamu datang.”

Andini menatapnya, mata berkaca-kaca tapi tersenyum hangat.

“Rak… kamu tahu nggak?”

“Apa?”

“Di hari-hari paling beratku, kamu selalu ada... bukan buat nyelametin aku, tapi buat ngingetin kalau aku masih layak senyum.”

Raka tersenyum. “Karena kamu layak bahagia, Din. Selalu.”

Dan malam itu, bukan hanya rasa lavender dan madu yang melekat di lidah Andini… tapi juga rasa hangat dari perhatian seorang Raka yang mencintainya dengan cara paling sederhana, tapi tak pernah biasa.

KEESOKAN HARINYA.

Hari itu kantor sedang sibuk. Tim marketing sedang mempersiapkan presentasi penting untuk calon klien besar. Semua bergerak cepat, termasuk Andini, yang mendapat kepercayaan untuk mempersiapkan materi visual pendukung.

Tapi sesaat sebelum presentasi dimulai, Arfan panik menghampiri meja Andini. “Din, file desain yang kamu kirim semalam nggak ada di sistem. Folder-nya kosong.”

Andini langsung pucat. “Nggak mungkin, Mas. Aku save dua kali. Bahkan kirim ke email juga.”

Ia buru-buru buka emailnya, dan memang, file itu tidak ditemukan. Hilang. Padahal ia yakin betul sudah mengirim.

Vira datang, dengan suara tajam. “Jangan bilang kamu nggak backup, Andini.”

“Aku... sudah, Kak. Aku yakin,” jawabnya, masih bingung.

Namun presentasi tetap harus berjalan. Andini digeser ke belakang ruangan, digantikan oleh Vira yang mengambil alih, seolah-olah ia yang menyelamatkan semuanya.

Setelah meeting selesai, supervisor memanggil Andini secara pribadi. “Andini, ini sudah dua kali kami dapat laporan soal ketidaksigapan kamu. Saya harap ini bukan karena kamu terlalu sibuk membangun relasi non-profesional dengan tim senior.”

Kata-kata itu menghantam seperti palu. Andini hanya bisa terdiam. Ada luka yang tak bisa ia ungkap. bukan karena tak punya bukti, tapi karena tak ingin memperkeruh suasana. Tapi jelas ini bukan kesalahan teknis biasa. Ada yang sengaja.

1
Drama Queen
Hai kak, salam kenal. kalo berkenan mampir ya di novel aku ☺
Marchel: Terimakasih sudah mampir ☺
total 1 replies
Kim Bum
lanjut
Kim Bum
titip sandal ya kak. nanti kalo udah rame balik lagi😁
Marchel: Terimakasih kak, sudah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!