Alexa Rahmania atau biasa di panggil Ale mahasiswi berprestasi penyuka anak kecil. Ale anak kedua dari pasangan Rahmat Hudaya seorang pegawai pemerintahan dan Ida ningsih ibu rumah tangga.
Ardan Ramadhan kakak dari Ale seorang abdi negara kebanggaan Ibu Ida. Ibu Ida kerap kali membedakan kedua putra putrinya.
Bagaimana kisahnya??
Ikuti terus ya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Meitania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Pak Rahmat
Setelah makan siang Bima kembali ke kantor begitu juga dengan Opa Faris. Setelah menidurkan Keira, Ale bergabung bersama yang lainnya. Tak terlihat Nayla di sana an ternyata Oma Winda memintanya untuk mengantarkan Oma ke tempat teman arisannya. Hari ini Oma Winda akan menghadiri arisan seperti biasanya.
"Oma, Nay tinggal atau tunggu?" Nayla.
"Kamu tunggu saja ya ikut gabung sama Oma." Oma Winda.
"Baiklah Oma." Nayla memarkirkan mobilnya kemudian berjalan menyusul sang Oma.
Brug...
"Aw, maaf." Ucap Nayla.
"Nayla."
"Eh, Om Firman. Maaf Om, Nay terburu-buru ngejar Oma." Nayla.
"Owh! Itu Oma di sana. Barusan Om ketemu sama Oma." Jawab Firman yang merupakan sahabat sekaligus asisten kepercayaan Bima.
"Om Sendiri?" Nayla.
"Iya tadi habis ketemu klien sekalian makan siang. Karena Bima mau makan siang di rumah katanya." Firman.
"Iya. Tadi kami makan bersama di rumah Om. Ya udah Nay ke Oma dulu ya Om. Bye,,, hati-hati di jalan ya Om." Pamit Nayla.
"Oke. Sampai ketemu lagi." Firman.
Nayla dengan setia menemani Oma Winda. Sementara di kediaman Anggara Ale dan ketiga sahabatnya tampak asik bercengkrama bersama. Membuat Ale melupakan sejenak perannya sebagai Ibu. Sedang asik berbincang ponsel Ale bergetar dan menampilkan nama Bu Ida pasa layar. Semua dapat melihatnya karena kebetulan ponsel mereka semua berada di atas meja yang membuat mereka secara reflek melihat ke arah ponsel mereka.
Ketiga sahabat Ale menatap Ale penuh tanya. Tak biasanya Bu Ida menghubungi Ale. Sudah bisa di pastikan jika Bu Ida tengah membutuhkan sesuatu. Ale pun ragu untuk mengangkatnya namun ketiga sahabatnya memastikan jika semua akan baik-baik saja. Ale pun mengangkat panggilan Bu Ida dengan membuka speaker nya.
"Halo,,, lama banget sih angkat telfonnya. Kamu udah merasa jadi orang penting rupanya." Cerca Bu Ida di balik telfon.
"Ada apa Bu?" Tanya Ale pelan.
"Heh,,, sudah lupa punya orang tua rupanya kamu hah? Sok nanya ada apa sama Ibu sendiri. Kemana aja kamu dua bulan ini? Tuh Ayah kamu sakit-sakitan." Bu Ida.
"Ayah sakit apa Bu?" Tanya Ale dengan santai.
Tanpa Ale tau Dinda menghubungi Bima dan membiarkan Bima mendengar sendiri percakapan antara Ale dan Ibu Ida.
"Kamu kirimin saja Ibu uang untuk berobat Ayah kamu. Kamu kan sibuk ngurus anak duda itu." Ucap Bu Ida tanpa filter.
Ale memejamkan matanya kemudian meneteslah air matanya.
"Ibu perlu uang berapa? Nanti Ale liat tabungan Ale Bu." Ucap Ale dengan suara sedikit bergetar.
"Ya berapa pun lah. Sepuluh atau dua puluh juta juga ga masalah kan buat suami kamu." Ibu Ida.
"Astagfirullah Ibu,,, Ale ga punya uang sebesar itu." Ale.
"Percuma kamu nikah sama orang kaya klo uang segitu aja ga punya. Kamu mintalah sama suami kamu." Ibu Ida.
"Astagfirullah Ibu,," Ale.
"Ah, dasar saja kamu pelit. Untuk orang tua sendiri pelit." Maki Ibu Ida kemudian panggilan pun terputus.
Semua memeluk Ale dan Ale menumpahkan semua kesedihannya pasa ketiga sahabatnya. Sedangkan Bima segera kembali ke rumah setelah Dinda menghubunginya dan mendengar percakapan Ale dan Bu Ida.
"Man, lu urus kantor. Saya mau pulang penting. Kalo ada yang perlu tanda tangan saya bawa saja ke rumah nanti sore." Pesan Bima pada Firman.
"Siap Bos." Firman.
"Loh, Pak. Bapak Ada meeting siang ini bagaimana? Orang perusahaan X sudah menunggu." Tahan Bela sekretaris Bima.
"Firman akan menghendel nya." Bima.
"Tapi Pak." Bela.
"Saya akan menemui mereka Bela. Atur kembali jadwal Pak Bima."Putus Firman tegas dan datar.
Begitulah Firman dan Bima berkolaborasi. Bima dan Firman sama-sama pria dingin dan tidak mudah di sentuh. Bukan hanya Bima yang di kecewakan Ayu Firman pun pernah satu kali di kecewakan seorang perempuan yang ternyata merupakan istri orang. Perempuan itu mendekati Firman hanya karena harta. Beruntung Firman tidak keburu menikahi perempuan tersebut berbeda dengan Bima yang susah terlanjur menikahi Ayu.
"Astaga! Kenapa serem banget sih kalo Pak Bima sama Pak Firman ngomong. Udara ruangan ini terasa dingin banget." Batin Bela.
Bima sampai di rumah. Bima melihat Ale tengah memangku Keira dan sedang memberikannya susu dalam botol. April dan Tiwi yang menyadari kedatangan Bima segera berpamitan pada Ale dan Dinda jika mereka harus pulang. Dinda akan mengantarkan April dan Tiwi ke depan. Namun, Tiwi melarangnya. Ale hanya diam dan tak merespon kedua sahabatnya yang berpamitan dan bercipika cipiki dengannya.
"Sayang, ikut Kakak yuk. Udah habis kan susu nya." Ajak Dinda pada Keira.
Beruntung Keira dekat dengan Dinda jadilah bayi gemoy itu mau saat Dinda mengajaknya. Ale hanya diam membiarkan Keira di bawa Dinda. Setelah Keira berpindah Ale mengangkat kedua kakinya ke atas sofa yang di dudukinya dan membenamkan wajahnya pada kedua lututnya dan pecahlah tangisannya.
Ale mendongakkan kepalanya saat merasakan ada yang memegang bahunya.
Grep
Ale memeluk pinggang Bima yang berdiri di hadapannya. Ale menumpahkan semua rasa sakitnya pada Bima. Bima mengusap lembut rambut dan bahu Ale. Bima mengajak Ale bangun dan menggendongnya menuju kamar. Ale pun berada dalam gendongan Bima.
"Kenapa hm?" Tanya Bima setelah mereka berdua berada di kamar.
Ale menggelengkan kepalanya dengan Air mata yang terus mengalir.
"Mas tau apa yang terjadi sayang. Maaf Dinda memberitahukannya pada Mas. Jangan salahkan Dinda ya sayang. Dinda hanya merasa kasian pada kamu." Bima.
Ale masih diam dengan isak tangisnya yang masih terdengar.
"Kita telfon Ayah mau? Atau kita telfon Bang Ardan terlebih dahulu?" Usul Bima.
"Telfon Ayah saja Mas." Jawab Ale dengan suara yang bergetar.
"Baiklah. Tapi sebelumnya sayangnya Mas jangan nangis lagi ya." Ucap Bima mengusap sisa air mata yang membasahi pipi Ale.
Bima menghubungi Ayah mertuanya yang sudah di pastikan beliau ada di kantor pemerintahan karena masih jam kerja.
"Halo nak Bima. Ada apa? Apa Ale baik-baik saja?" Tanya Pak Rahmat saat panggilan terhubung.
"Tidak ada apa-apa Yah. Hanya ingin menanyakan kabar Ayah. Sekalian Bima minta maaf setelah kami menikah Bima belum sempat membawa Ale ke rumah Ayah. Maaf ya Yah." Bima.
"Astaga! Ayah fikir ada apa. Alhamdulillah Ayah sehat nak. Terima kasih sudah memperhatikan Ayah. Bagaimana kalian sehat kan? Cucu Ayah bagaimana kabarnya? Sudah bisa apa dia?" Pak Rahmat.
"Alhamdulillah kalo Ayah sehat. Kami pun alhamdulillah sehat Yah. Keira sekrang sudah pintar mengoceh dan protes kalo Mommy nya sibuk Yah." Jelas Bima.
"Syukurlah. Yang sabar menghadapi putri kalian ya." Pak Rahmat.
"Iya Yah. Bima tutup dulu ya Yah. Bima masih di kantor Ayah juga pasti masih di kantor. Maaf Bima mengganggu kerjaan Ayah." Bima.
"Iya. Sampaikan salam Ayah untuk Ale ya Nak." Pak Rahmat.
"Iya Yah. Salam juga untuk Ibu." Bima.
Ale memeluk Bima kembali dan tangisnya kembali pecah. Ternyata Ibu Ida telah membohonginya jika sang Ayah sakit. Untuk apa kiranya uang yang Ibu minta pada Ale.
🌹🌹🌹