S 2. Novel "Jejak Luka"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca Novel ini. Agar bisa mengikuti lanjutan kisah 'rudapaksa yang dialami oleh seorang gadis bernama Enni bertahun-tahun.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kekejaman seorang pria bernama Barry, Enni dibantu oleh beberapa orang baik untuk menyembuhkan luka psikis dan fisiknya di sebuah rumah sakit swasta.
"Mampukah Enni menghapus jejak trauma masa lalu dan berbahagia?"
Ikuti kisahnya di Novel "Menghapus Jejak"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia selalu. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. MJ 21.
...~•Happy Reading•~...
Mathias jadi memikirkan apa yang sedang dicemaskan Kirana. Ia menyadari kondisi Enni yang mungkin masih trauma jika tinggal sendiri di tempat baru yang tidak dikenal, seperti tempat tinggal Kirana. Atau dia belum bisa berinteraksi dengan orang baru dan belum dikenal.
📱"Mas Thias juga tau, aku lebih sering di rumah sakit. Apa lagi harus tugas malam dan juga praktek, ngga pulang rumah lagi." Kirana meneruskan apa yang membuat ia hubungi Mathias untuk minta tolong.
📱"Jika dia terus sendiri, akan berakibat buruk untuk proses penyembuhan psikisnya. Dia akan teringat terus tentang kejadian yang dia alami saat disekap oleh lelaki itu, jika sendiri di apartemenku." Kirana meneruskan bicaranya sambil berpikir. Demikian juga dengan Mathias yang mendengar, ikut berpikir cepat tentang situasi Enni.
📱"Aku berpikir, mau cari tempat kost yang agak ramai, tapi tidak aman buat kondisinya. Apalagi pria kekar asisten lelaki itu masih mencarinya." Kirana menceritakan apa yang baru terjadi, dimana pria kekar itu kembali datang ke rumah sakit untuk menyelidiki.
📱"Apa tempat tinggal perlindungan saksi bisa ada buat Enni, Mas?" Tanya Kirana yang tiba-tiba memikirkan tentang tempat perlindungan saksi.
📱"Untuk kondisi Enni, belum bisa. Kami belum lapor polisi atau ajukan tuntutan. Sedangkan orang yang dicurigai mencelekainya, baru mau diselidiki." Mathias berkata sambil terus berpikir.
📱"Iyaa, yaa... Aku hanya berharap, setelah ini Enni bisa tinggal dengan sebuah keluarga, normal. Agar dia berangsur-angsur percaya pada lingkungan dan yakin ada kehidupan normal yang baik. Bukan seperti yang dia alami selama ini." Kirana mengungkapkan pemikirannya.
📱"Jadi maksudmu, dia mau tinggal di tempat kami?" Mathias langsung pada inti persoalan, sebab ia mulai mengerti maksud Kirana mengajak dia berembuk untuk tempat tinggal Enni selanjutnya.
📱"Jika Mas dan Mba Ambar ijinkan, apa sementara dia bisa tinggal di sana?" Kirana langsung menyambut apa yang diucapkan Mathias. Padahal solusi itu tidak dipikirkan, dan ia tidak menyangka !athias mau ditawarkan itu.
📱"Kalau begitu, tutup dulu. Aku perlu bicara dengan Mamanya anak-anak. Nanti aku telpon lagi, kalau sudah dapat solusi yang baik buat tempat tinggal Enni." Mathias langsung pamit untuk menghemat waktu.
📱"Ok, Mas. Makasih..." Kirana berpamitan dengan hati lega. Ia berharap saran Mathias bisa terujud, jadi Enni bisa tinggal di keluarga yang dikenalnya dengan baik.
...~▪︎▪︎▪︎~...
Setelah berbicara dengan Kirana, Mathias berpikir sejenak sebelum telpon. Agar apa yang dia putuskan berdampak baik buat keluarganya dan juga Enni. Sudah merasa yakin dengan keputusannya, Mathias kembali melakukan telpon.
📱"Sore, Bu... Gimana kabarnya..." Sapa Mathias setelah telponnya direspon.
📱"Lumayan baik, Nak. Thias sudah pulang?" Tanya Bu Titik yang sedang duduk di kursi roda di ruang makan.
📱"Belum, Bu. Thias ada perlu sama Ibu..." Jawab Mathias cepat. Bu Titik langsung mengerti, putranya bukan mau menanyakan kabarnya, sebab tadi pagi sudah telpon untuk itu.
📱"Ooh. Gimana, Nak..." Ibu Titiek mengerti, jika putranya bilang ada perlu. Sebab kalau Mathias langsung bicara seperti itu, pasti urgent.
📱"Begini, Bu... Ada seorang wanita muda, jadi pasien Dek Kiran...." Mathias menjelaskan dengan cepat tentang apa yang dialami Enni dan hubungannya dengan Kirana.
📱"Ooh, kasihan. Jadi Thias mau dia tinggal di sini?" Bu Titik langsung mengerti maksud putranya.
📱"Iya, Bu. Jika Ibu ijinkan..." Mathias agak lega, sebab tidak perlu banyak penjelasan untuk Ibunya.
📱"Thias sudah bicara dengan Ambar?"
📱"Belum, Bu. Thias bicara dengan Ibu, dulu. Kalau bicara dengan Ambar, pasti dia akan memindahkan Miracle ke kamar kami. Ibu tau sendiri, Ambar. Apa lagi dengar kondisi Enni." Mathias menjelaskan dengan cepat, minta pengertian Ibunya.
📱"Apa dia tidak punya keluarga sama sekali, Nak?"
📱"Ada, Bu. Tapi sekarang dia belum mau bertemu dengan keluarganya." Mathias tidak mau bicara tentang Enni yang diper*kosa Iparnya, agar Ibunya tidak kepikiran dan tanya banyak hal.
📱"Untuk yang itu, detailnya Ibu bisa tanyakan sama Dek Kiran. Kami sedang tangani kasus hukumnya..." Mathias menjelaskan tentang rencana penuntutan tentang tindak kekerasan dan penyelidikan yang akan akan dilakukan oleh mereka.
📱"Kalau Thias pandang baik untuk tinggal di sini, Ibu setuju. Tapi bicarakan juga dengan Ambar. Jangan sampai ia dengar dari orang lain." Pesan Bu Titik, tenang.
📱"Iya, Bu... Setelah ini, Thias akan bicara dengan Ambar. Yang penting Ibu sudah setuju, nanti Dek Kiran akan hubungi Ibu." Mathias merasa lega, Ibunya mempermudah.
📱"Ooh, iya. Besok pagi Thias akan telpon Ibu lagi. Ini mau hadiri undangan makan malam. Ibu jangan lupa makan dan minum obat, ya." Mathias segera pamit.
📱"Iya. Hati-hati, Nak. Konsen, biar lekas pulang. Kasihan Ambar dan anak-anak." Bu Titiek berkata saat hendak mengakhiri telpon. Mathias jadi tersenyum mendengar ucapan Ibunya, sebab ia juga kangen pada Ibu nya dan keluarganya.
Setelah berbicara dengan Ibunya, Mathias menghubungi Ambar. 📱"Ma, sibuk?" Tanya Mathias saat Ambar merespon panggilannya.
📱"Ngga juga, Pa... Mirac baru selesai minum. Papa sudah pulang?" Ambar menjawab cepat, jadi terkejut di telpon, padahal tadi pagi sudah telpon. Biasanya, nanti malam sebelum tidur, baru telpon tanya kabar dia dan anak-anak.
📱"Baru kembali ke hotel dan sebentar lagi mau keluar untuk makan malam dengan client." Mathias menjelaskan.
📱"Kalau begitu, mengapa telpon. Nanti saja telponnya, Pa. Ngurusi kerjaan dulu." Ambar berkata cepat dan agak heran.
📱"Aku ada perlu sebentar... Begini...." Mathias bercerita tentang Enni yang akan tinggal di rumah Ibunya dan berharap Ambar tidak tersinggung, dia bicara dengan Ibunya lebih dulu.
📱"Ooh... Kalau Dek Kiran minta tolong, pasti orangnya butuh pertolongan. Aku ngga mau bertanya, mengapa dia tinggal di tempat Ibu. Aku nurut keputusan Papa saja." Ambar tidak mau bertanya lagi, sebab tahu Mathias akan pergi lagi.
📱"Kalau mau tau lebih detail, hubungi Dek Kiran saja. Ia bisa jelaskan kondisi Enni dengan lebih baik. Sorry, aku sedang buru-buru."
📱"Ngga usah, Pa. Nanti kalau sudah di sini, baru kita bicarakan. Konsen saja sama kerjaan di situ." Ambar mengerti dan tidak mau menambah beban pikiran suaminya dengan banyak bertanya.
📱"Ok, yang penting sudah tau. Biarkan Enni di tempat Ibu saja. Kalau mau dia main ke rumah kita, kalian atur saja. Kau bisa biarakan dengan Ibu dan Enni." Mathias berkata cepat, sebab mengerti istrinya.
📱"Aku ngga jadi mandi, karna telpon ke berbagai arah. Sekarang aku mau keluar, jadi jangan sampai Juha tau aku telpon. Nanti rewel karna aku ngga bicara dengannya." Mathias yakin, akan tertahan jika Juha bicara dengannya.
📱"Titip cium sayang buat mereka berdua." Ucap Mathias sebelum mengakhiri pembicaraan mereka, karena rindu anak-anaknya.
📱"Ngga buatku juga, Pa?" Ucap Ambar sambil tersenyum.
📱"Jangan mancing... Selalu mancing pada waktu yang ngga tepat..." Mathias berkata sambil menggelengkan kepala, mengingat kebiasaan istrinya.
📱"Hahaha... Hati-hati, Pa. Selamat makan." Ambar jadi tertawa membayangkan suaminya jika sudah katakan seperti itu, pasti akan memeluknya dengan sayang.
...~▪︎▪︎▪︎~...
...~●○¤○●~...