Bagaikan seorang Cinderella, Belinda Caleste yang memiliki tubuh gemuk dan penampilan tidak menarik tiba-tiba saja dilamar oleh sang idola yang dia puja selama ini. Semua itu berawal dari aksinya yang mengintip sang idola saat mendengar suara anak-anak. Belinda kepergok dan karena aksi nekatnya, dia justru dilamar oleh sang idola, Evan Barack. Belinda tentu saja menerima meski pernikahan mereka dilakukan dengan sebuah perjanjian sebab Evan mengajaknya menikah hanya untuk memanfaatkan Belinda agar publik tidak mengetahui keberadaan si kembar yang mengaku sebagai putranya. Dia tidak ingin ada scandal yang bisa mempengaruhi kariernya dan menikahi Belinda adalah pilihan tepat apalagi mereka sepakat untuk berpisah setelah dia menemukan ibu Oliver dan Xavier namun semua tidak berjalan sesuai dengan rencana dan ketika saatnya sudah tiba, di mana mereka harus berpisah setelah kebenaran akan Xavier dan Oliver terkuak, akankah Evan menceraikan Belinda seperti kesepakatan mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Perlu Berterima Kasih
Belinda dan si kembar sudah duduk di sofa, mereka menunduk dan tak berani mengangkat kepala mereka untuk memandangi Evan yang duduk di hadapan mereka. Evan sudah berganti pakaian sebab bajunya basah akibat disembur beberapa kali oleh Belinda. Entah apa yang mereka pelajari, tapi mereka justru seperti mempermainkan dirinya.
"Apa yang sedang kalian mainkan? Bagaimana jika para tetangga terganggu dan mengira aku menganut ilmu hitam?" tanya Evan.
"Kakak yang mengajak kami untuk bermain, Daddy," ucap Oliver.
"Apa?" Belinda memandangi mereka berdua karena dia yang jadi tersangkanya.
"Kakak berkata Daddy akan diculik oleh Roh halus," ucap Xavier pula. Mereka berdua masih tidak berani mengangkat kepala karena kali ini Evan benar-benar marah.
"Apa yang kau ajarkan pada mereka, hah?"
Belinda memandangi si kembar, mereka berdua justru menatap Belinda dengan tatapan mata memelas. Belinda menghela napas, sudahlah. Dia juga salah karena mempercayai mereka begitu saja dan mau melakukan apa yang mereka pinta.
"Kau bersikap aneh, jadi aku mengira kau kerasukan roh halus," ucap Belinda. Dia iba dengan si kembar karena dia bisa melihat mereka takut Evan memarahi mereka.
"Apa kau sudah gila? Sepertinya kau terlalu banyak berkhayal!" sesungguhnya dia bisa melihat jika kedua anak itu yang salah tapi Belinda seperti melindungi mereka berdua.
"Maaf," Belinda menunduk semakin dalam karena dia merasa sangat bersalah.
"Padahal aku ingin mengajak kalian pergi ke taman bermain tapi karena kalian sudah keterlaluan maka tidak jadi!"
"Jangan Daddy, kami minta maaf!" si kembar langsung berlari ke arah Evan untuk membujuknya.
"Daddy, kami tau kami salah tapi kami hanya bermain saja," Oliver mulai memijat bahu Evan sedangkan Xavier memijat kakinya.
"Benar Daddy, benar. Kami hanya anak-anak saja dan masih polos, kami minta maaf," ucap Xavier.
“Mesti kalian anak-anak, tapi kalian tidak boleh mengikuti hal yang tidak benar karena apa yang kalian lihat belum tentu benar," entah apa yang mereka lihat sehingga mereka menirunya.
"Kami hanya penasaran saja, Daddy!"
“Tidak ada alasan, pokoknya kalian tidak boleh mengikuti hal yang tidak benar dan apa yang kalian lakukan hari ini jangan dilakukan lagi. Jangan sampai ada tetangga yang mengira kita menganut ilmu hitam dan pemuja seorang penyihir. Kalian mengerti?”
“Baik,” jawab si kembar dan Belinda yang juga merasa bersalah karena dia juga melakukannya tanpa pikir panjang.
“Bagus, jika kalian ingin pergi ke taman bermain maka segera ganti baju kalian. Aku beri waktu 20 menit!”
“Horreee….!!” sorak si kembar. Mereka melompat kegirangan lalu mereka berlari ke arah Belinda.
“Ayo, Kakak. Kita harus segera ganti baju!” ucap Oliver dan Xavier sambil menarik tangan Belinda.
“Sabar, jangan menarik tanganku seperti ini!” pinta Belinda pada mereka berdua.
“Cepat, kakak cepat. Nanti kita tertinggal!” teriak mereka berdua.
“Baik.. baik!” Belinda sudah beranjak dari tempat duduk, si kembar pun menariknya pergi menuju kamar.
Evan melihat kepergian mereka sambil memainkan jari di dagu. Kok semakin ke sini, mereka benar-benar sudah seperti sebuah keluarga? Tidak, jangan sampai dia terbuai dengan kebersamaan mereka. Lagi-lagi dia berpikir seperti itu.
Evan melangkah menuju kamar si kembar dan mengintip dari pintu yang sedikit terbuka untuk melihat apa yang Belinda lakukan. Belinda sedang berlari mengejar Xavier dengan pakaian di tangan karena dia hendak memakaikan baju Xavier setelah dia selesai dengan OLiver.
“Jangan lari Xavier, cepat pakai bajunya!” teriak Belinda.
“Tidak mau, aku tidak suka baju itu!” teriak Xavier pula.
“Tapi kalian tidak memiliki baju lagi. Lihat, kalian hanya membawa beberapa potong saja dan kalian tidak memiliki lagi baju yang bisa dipakai.”
“Tapi itu bau, aku tidak mau!” Xavier masih menolak.
“Kakak… kakak, bajuku kotor!” teriak Oliver yang berlari ke arah Belinda sambil menunjukkan baju yang baru saja dia ganti sudah kotor.
“Apa?” padahal dia sudah selesai dengan Oliver tapi kini dia harus membujuk anak itu lagi dengan susah payah.
“Aku mau ganti baju lagi… mau ganti baju lagi!” teriak Oliver sambil melompat.
Belinda jatuh terduduk dan terlihat lelah. Mengurus dua anak kecil yang nakalnya luar biasa, benar-benar menguras tenaga.
“Aku tidak mau baju itu!” teriak Xavier sambil melarikan diri.
“Aku mau ganti baju… mau ganti!” teriak Oliver yang mulai melompati ranjang.
Evan yang mengintip menggeleng, dia jadi iba dengan Belinda karena bisa dia lihat jika Belinda lelah luar biasa. Evan melangkah pergi, beruntungnya dia memanfaatkan Belinda karena dia tidak akan sanggup menjaga mereka apalagi dia harus bekerja.
Belinda yang sudah selesai dengan Oliver dan Xavier, pergi ke dapur untuk membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Evan segera menghampiri Belinda yang sedang mengisi air ke dalam botol.
"Apa mereka selalu seperti itu?"
"Hm," jawab Belinda singkat.
"Kau pasti lelah dengan ulah mereka berdua."
"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa."
"Aku bantu!" Evan mengambil botol minuman yang masih kosong yang ada di atas meja.
"Tidak perlu, aku bisa!"
"Biarkan aku melakukannya, Belinda. Sekarang pergilah untuk bersiap-siap, aku akan menunggu!"
"Baiklah!" Belinda hendak pergi tapi Evan memintanya untuk menunggu.
"Ada apa?" Belinda berbalik namun dia terkejut karena Evan meraih kedua tangannya secara tiba-tiba dan menggenggamnya.
"Terima kasih, Belinda. Aku memang memanfaatkan dirimu tapi berkat kau, aku jadi tenang karena ada yang menjaga mereka. Menikah denganmu adalah pilihan tepat yang aku lakukan."
"Aku tahu, Evan. Tidak perlu berterima kasih. Aku sangat senang dapat bersama denganmu dan si kembar meski hanya sementara saja."
"Jangan berbicara seperti itu. Sekarang pergilah untuk bersiap-siap. Keperluan mereka aku yang akan menyiapkannya."
Belinda mengangguk, Evan melepaskan pegangan tangannya lalu melangkah pergi. Belinda memandangi tangannya untuk beberapa saat, perasaannya jadi tak menentu. Perlakuan yang Evan berikan benar-benar bisa membuatnya semakin jatuh cinta pada pria itu dan dia takut, dia tidak rela berpisah dengan Evan nantinya.
Mungkin bagi Evan yang dia lakukan saat ini tidaklah berarti tapi baginya karena pria itu hanya memanfaatkan dirinya tapi tidak untuknya karena apa yang mereka lakukan akan menjadi kenangan yang akan dia ingat karena dia selalu ingat jika hubungan mereka hanya sementara saja.
Si kembar sudah siap, saat Belinda pulang. Evan berbicara dengan mereka sebentar karena dia ingin meminta Oliver dan Xavier untuk tidak membuat masalah ketika berada di taman bermain karena jika tidak, dia akan langsung membawa mereka pulang.
Oliver dan Xavier berjanji untuk menjadi anak baik, mereka menunggu Belinda dengan sabar dan setelah Belinda datang, mereka segera pergi ke taman bermain untuk bersenang-senang.