Sosok gadis manja dan ceria berubah menjadi gadis yang bersikap sangat dingin saat ayah yang begitu dia sayangi menyakiti hati ibunda tercinta. Ara menjadi gadis yang dewasa, bertanggung jawab pada keluarga dan sangat menyayangi keluarganya. Itu sebabnya Ara berusaha melakukan apapun untuk membahagiakan ibu dan kedua adiknya, termasuk menjadi wanita simpanan dari seorang bule tajir.
Seorang Bule yang Ara sendiri tidak tahu siapa namanya, karena yang Ara tahu hanya nama panggilan pria itu, yaitu Al.
"Jangan tanya namaku! Dan jangan mencoba mencari tahu siapa aku! Hubungan antara kita hanya sebatas ranjang, selebihnya aku tidak mengenalmu dan kau tidak mengenalku."
Ucapan bule tajir itu saat dulu membuat kesepakatan dengan Ara, menjadi hal yang selalu Ara ingat untuk membentengi hatinya.
Bagaimana kelanjutan kisah Ara?
Masukan buku ini ke rak baca kalian, ikuti ceritanya dan dukung selalu authornya. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Fi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bule 21
"Siapa kalian?" tanya Ara panik dengan ketakutan.
Orang-orang yang baru saja datang itu memiliki badan yang besar, bahkan beberapa orang bertato dan memakai tindik. Tubuh Ara gemeteran, saat orang-orang itu menerobos masuk ke salonnya.
"Kami sedang mencari seseorang, apa kamu pernah melihatnya?" tanya salah seorang pria berkepala gundul mendekati Ara sambil memberikan sebuah foto.
Ara memekik lirih, reflek dia menoleh ke arah bawah meja tempat persembunyian pelanggan rese-nya tadi. Itu memang benar, foto yang terpampang di depannya adalah orang tersebut.
"Tidak, memangnya kenapa?" Bukannya mengatakan yang sebenarnya, Ara malah menghindar dan menyembunyikan. Wanita itu memejamkan mata sekilas, karena baginya lidahnya itu sulit untuk diatur.
'Padahal jika dipikir-pikir, dia`kan bisa mengatakan jika orang itu berada di salam salonnya saat ini?'
Entah apa yang terjadi di pikiran Ara, dia sendiri tidak tahu mengapa malah berkata berbohong.
"Benarkah, coba teliti sekali lagi," pinta pria gundul itu sambil menggoyangkan foto.
Ara menggeleng, sekali lagi dia menjawab, "Aku tidak pernah bertemu dengannya. Memangnya ada apa?"
Pria gundul itu tak menjawab pertanyaan Ara, sebaliknya dia berkata, "Baiklah kalau begitu. Maaf telah mengganggu kenyamanan Anda, Nona. Kami permisi dulu, jika kamu melihatnya tolong hubungi kami."
Ara hanya melongo saat sebuah kartu nama diserahkan begitu saja pada tangannya. Dia tak bisa berkata apa-apa, saat orang-orang menyeramkan itu mulai pergi dari salonnya.
Di tengah-tengah kebingungan Ara, Saka tiba-tiba muncul. Dengan cepat dia menutup pintu salon, bahkan menguncinya. Tak segan untuk menutup gorden agar pemandangan di dalam salon tertutup. Napasnya tampak terengah, masih terlihat begitu panik.
Ara yang melihat itu segera mendekat, dan langsung mencekal tangan Saka. "Siapa kamu sebenarnya? Kenapa orang-orang itu mencarimu? Apa kamu maling? Apa uang yang kamu berikan untuk membooking tempatku adalah hasil rampokan?" tanya Ara beruntun.
Saka mendesah kasar. "Bukan ... kamu salah paham," ucapnya gugup.
"Lalu apa? Jika kamu tak mengatakan yang sebenarnya, aku akan menelpon orang tadi untuk memberitahu jika kamu ada di sini!" kata Ara mengancam.
Saka mengembuskan napas kasar, sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. Setelahnya, dia menarik tangan Ara tiba-tiba dan kenggengammbya erat. "Jangan laporkan aku pada mereka, aku tak mau kembali."
"Penjelasan yang kurang logis!" kata Ara dengan wajah datar.
Saka akhirnya terpaksa menceritakan, jika dia sebenarnya kabur dari rumah akibat akan dikirim ke luar negeri. Orang-orang yang mencarinya tadi adalah anak buah ayahnya.
"Tolong, aku ingin hidup di sini. Aku tidak mau tinggal di luar negeri dan menjalani kehidupan ketat," kata Saka meminta tolong penuh permohonan.
Hal ini membuat Ara terkekeh. "Kamu baru saja mengancamku tadi, sekarang kini kamu meminta tolong? Tch!" decaknya penuh sindiran.
"Aku akan melakukan apapun yang kamu mau, asalkan kamu tak mengatakan keberadaanku pada orang-orang tadi," tutur Saka mendesak.
"Apapun?" tanya Ara mengangkat sebelah alisnya, sedang memastikan.
"Ya," jawab Saka mengangguk cepat.
"Kalau begitu kamu harus bekerja menjadi satpam di salon mulai besok. Pak Tama izin tidak masuk kerja akibat ulahmu yang membuatnya babak belur," ungkap Ara dengan tegas.
"Apa tidak ada yang lain?" tanya Saka dengan wajah yang dibuat memelas. "Bagaimana bisa putra seorang konglomerat bekerja di salon, dan lagi bisa-bisanya kamu mempekerjakan-ku menjadi satpam."
"Kalau tidak mau, ya sudah!" ketus Ara, lalu mulai mengeluarkan telepon sambil melihat kartu nama yang masih dipegangnya sejak tadi.
Hal ini membuat Saka menjadi panik, dengan cepat merebut telepon Ara. "Baiklah, baiklah ... kamu menang!" decaknya dengan kesal.
Ara tersenyum puas mendengarnya, akhirnya dia bisa memberikan pelajaran pada pelanggannya yang rese itu. Disaat Ara baru saja akan membicarakan tentang syarat dan ketentuan pada pria itu, tiba-tiba teleponnya berdering dengan nyaring.
Tangan Ara reflek menyahut teleponnya, dan dia menatap Saka dengan wajah kesal. Sebelum akhirnya dia tersenyum dengan girang, tatkala melihat nama Al terpampang di layar teleponnya. Tak menyia-nyiakan waktu, Ara dengan cepat mengangkatnya dan langsung berpaling pergi dari sana, suaranya begitu lembut saat menyambut sapaan Al dari seberang.
Jelas sekali sangat berbeda saat dia berhadapan dengan Saka, yang selalu berkata dengan nada lantang terkesan berteriak.
"Halo, Al."