Delavar sudah lama memendam rasa pada seorang wanita bernama Amartha. Tapi, Amartha selalu menolaknya karena alasan dia sudah hamil tanpa tahu siapa ayah bayi yang sedang dikandung.
Delavar yang mengetahui hal tersebut pun meminta Amartha untuk bercinta dengannya. Sebagai imbalan, Delavar akan mengakui bayi dalam kandungan Amartha sebagai anaknya.
Apakah Amartha bersedia menerima tawaran tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
Dariush berdecak dan menurunkan tangannya yang masih melayang di udara. “Lalu, kita bangunkan dengan cara apa jika tak menggunakan kekerasan? Lagi pula kau itu masih saja baik walaupun sudah tahu orang tua wanitamu lebih buruk daripada iblis.”
“Kau tunggu di sini.” Delavar sudah memikirkan cara untuk membuat Papa Max terbangun tanpa menggunakan kekerasan. Dia meninggalkan Dariush di dalam gudang itu dan dua menit kemudian kembali lagi membawa ember hitam yang biasa digunakan untuk tempat busa saat mencuci mobil.
Pria berparas manis yang dipadukan dengan ketampanannya itu tersenyum saat memperlihatkan air yang dia bawa. “Setidaknya ini tak termasuk ke dalam kekerasan fisik.”
Byur!
Delavar menyiramkan air sabun bekas mencuci mobil yang kemungkinan sudah satu minggu lupa tidak dibuang oleh pelayan mansion itu. Bahkan hingga keruh dan juga tadi sempat ada bangkai tikus yang ada di sana.
“Hoek ....” Dariush langsung mual saat mencium bau yang tak sedap.
“Ck! Lemah sekali, hanya bau busuk saja kau sudah ingin muntah,” ejek Delavar.
Kedua pria muda tersebut bersamaan menatap ke arah Papa Max saat pak tua tak tahu diri itu terbatuk. Dan keduanya berhenti bercanda, beralih memasang wajah yang sama-sama serius.
“Akhirnya kau bangun juga,” ucap Delavar. Dia melipatkan tangan di dada dan memasang wajah angkuh.
Papa Max ingin mengusap wajahnya yang basah dan bau tak sedap, tapi sulit karena tangannya terikat. Dan berakhir hanya meludah ke arah dua anak keluarga Dominique. “Keparat kalian, beraninya menculikku dan mengguyurku dengan air got!” raungnya.
Delavar berdecak dan bergeleng kepala melihat tingkah orang tua wanitanya yang tetap saja angkuh padahal situasi sudah tak menguntungkan untuk pak tua itu. “Aku tak ingin basa-basi denganmu. Jawab pertanyaanku dengan jujur, maka akan ku lepaskan talinya,” ucapnya. Tak ada Delavar yang senang bercanda. Sekarang dia terlihat berbeda, tegas dan dingin.
“Apa yang ingin kau tanyakan denganku?” Papa Max bertanya dengan nada yang menantang.
“Obat apa yang kau campur di makanan Amartha?” tanya Delavar. Sorot matanya begitu tajam menusuk Papa Max.
Sedangkan Dariush, dia tak ingin ikut andil dalam interogasi itu. Sebab, tugasnya hanya membantu eksekusi saja. Anak kedua di keluarga Dominique itu cukup berdiam diri dan menyaksikan bagaimana kembarannya berinteraksi dengan pak tua gila tersebut.
Papa Max menyeringai. “Kenapa kau sangat ingin tahu sekali dengan hal itu?”
“Jelas, karena aku yang memakan hidangan untuk Amartha,” jawab Delavar.
Papa Max tertawa terbahak-bahak. “Kau itu orang kaya tapi bodoh, ya? Jika Amartha saja tak mau memakan hidangan itu, seharusnya kau bisa mengetahui kalau ada kejanggalan di sana.” Dia justru semakin meremehkan kemampuan pemuda di hadapannya.
Delavar mengepalkan tangan. Rasanya ingin memukul kepala pak tua yang ternyata sangat menyebalkan jika sudah sadar. “Oke, kau mencampur obat laknat yang bisa menumbuhkan gairah seseorang, benar?” Dia ingin memastikan dan mendengar langsung dari mulut si pelaku, walaupun sebenarnya sudah tahu jawabannya.
“Sudah tahu masih saja bertanya,” sahut Papa Max.
“Eksekusi saja, Del. Jangan beri ampun orang tua seperti dia. Tak punya hati, iblis!” Dariush mengompori kembarannya. Dia sendiri rasanya gemas menghadapi Papa Max, tapi harus ditahan karena ini urusan Delavar.
Delavar menatap kembarannya dengan sorot mata agar Dariush diam terlebih dahulu. Namanya juga kembaran yang sudah hidup bersama dari dalam rahim, tentunya hanya dari tatapan sudah paham apa yang dimaksud.