Hidupku begitu hancur saat malam yang tak diiginkan menimpaku. Sayangku pada keluarga baru, telah menghancurkan cinta pada pria yang telah merenggut semangat hidupku.
Hidup yang selama ini terjaga telah hancur dalam sekejap mata, hanya keserakahan pria yang kucintai. Namun pada kenyataanya dia tak memilihku, akibat cintanya sudah terkunci untuk orang lain.
Apakah hidupku akan hancur akibat malam yang tak diiginkan itu? Atau akan bahagia saat kenyataan telah terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana yang berjalan sempurna
# FLASHBACK ON BAGIAN 18 #
Akhirnya semua yang kuinginkan terjadi juga, yaitu ketika Adrian dapat kumiliki selamanya. Ternyata rencana malam itu telah berhasil juga, walau kutahu ada sedikit kekacauan pada awalnya. Aku tahu semua telah berubah skenario menjadi fatal, akibat si Karin yang ternyata sudah tidur dengan Adrian. Diri ini tahu segalanya kejadian waktu malam itu, saat setengah antara sadar dan tidak, netra telah kaget saat melihat Karin tengah keluar dari kamar Adrian dengan menangis tersedu-sedu, yang kemudian langsung membanting pintu kuat masuk pada kamarnya sendiri.
Sebab ada hal aneh, aku secepatnya memulihkan kesadaran untuk segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rasa pusing pada kepala begitu kuat, hingga rasa mual telah mengaduk-ngaduk perutku yan rasanya ingin sekali mengeluarkan segala isi yang sudah masuk dalam perut. Kaki telah tertatih-tatih berjalan perlahan memegang tembok.
Ceklek, pintu kamar Adrian kubuka dan betapa terkejutnya diri ini saat mengetahui bahwa Adrian telah menyalurkan h*sr*tnya pada Karin, hingga api kemarahanku telah muncul sampai puncak ubun-ubun.
"Awas kamu Karin. Aaah, sial ... sial. Kenapa harus Karin yang menjadi korban pemuasan h*sr*t Adrian itu, bukannya aku? Gagal total semua rencanaku itu. Heeeh, Apa yan harus kulakukan sekarang? Tak mungkin aku membiarkan si perempuan Karin itu menjadi wanita pilihan Adrian. Ya benar, aku harus merencanakan sesuatu biar Adrian bisa tetap kumiliki selamanya," guman hatiku waktu itu, sebab kecewa dan gagal total akibat tak tidur sekasur dan dijam*h oleh Adrian.
Tanpa pikir panjang lagi, akupun langsung masuk kamar adrian untuk melanjutkan skenario yang telah gagal. Bukan namanya Yona kalau seribu akal kelicikanku telah datang. Tanpa membuang waktu, kini aku telah berusaha naik ranjang kasur Adrian untuk bisa tidur dengannya. Kubiarkan semuanya masih senyap pada posisi yang sama, agar Adrian ketika membuka mata tetap percaya bahwa akulah yang dinodainya bukanlah Karin.
Pucuk dicinta ulampun tiba, akhirnya rencana yang sempat gagal, kini berhasil juga tanpa membuat keper*w*nanku hilang. Hati bersorak gembira penuh riang, sebab yang dinodai dan patah hati bukanlah aku melainkan Karin.
Aksiku tak sampai disitu saja, sebab walau Adrian telah percaya bahwa dia yang sudah meniduriku, tapi dari gelagatnya masih ada sebuah keraguan dalam dirinya untuk dapat kumiliki . Maka rencana demi rencana kali ini harus tetap berlanjut, sampai aku benar-benar mendapatkan hati Adrian seutuhnya.
Dengan penuh rencana licik lagi, aku harus berpura-pura akan hamil biar Adrian segera menikahiku. Tanpa banyak buang waktu lagi, aku mencegatnya ditempat parkir Kampus untuk segera mengungkapkan keinginanku yaitu agar segera dipinangnya. Lagi-lagi rencana yang telah tersusun sesuai rencana telah berhasil dengan mudahnya, tanpa Adrian merasa curiga sama sekali.
"Bagus Adrian, ternyata kamu mudah sekali masuk dalam perangkapku! Tak terbayangkan bahwa kita akan benar-benar bisa naik pelaminan berdua. Aaah, sungguh bahagia sekali jika itu bisa jadi kenyataan secepatnya. Tapi, bukankah ada Karin yang bakalan jadi penghalang kamu, Yona?" ucapku dalam hati masih ada keraguan sebab ada penghalang, saat telah selesai berbicara dengan Adrian dibalkon atap kampus.
"Kamu harus segera menyingkirkan Karin selamanya dalam hidup Adrian. Ya benar, kamu harus membuat Karin benar-benar jauh dari calon pengantin kamu itu," Ulang cakapku dalam hati pada diri sendiri.
Sesi pelajaran demi pelajaran dalam kuliah telah selesai aku ikuti dan kini tergesa-gesa pergi, sebab ada hal penting yang harus kulakukan untuk menemui saingan terberat. Mobilpun sampai tak sabarnya terus ngebut dalam perjalanan.
Tin ... tin ... tiiiiiin, tanganku telah menekan kuat bel mobil, untuk mencoba memanggil Karin yang tengah mengayuh sepeda dijalan raya.
"Bisa menepi sebentar!" suruhku dari kaca jendela mobil, dengan cara menyembulkan kepala sedikit.
"Baiklah," jawabnya.
Ternyata perempuan lemah itu nurut begitu saja saat diri menyuruhnya, hingga tanpa basa-basi aku lansung turun dari mobil yang ingin berbicara penting padanya.
Bhugh, suara pintu mobil kututup dengan kasar. Entah mengapa melihat cewek lugu itu, hati terasa berapi-api ingin marah sekali padanya. Mungkinkah dendam akibat malam panjang tidur dengan Adrian telah gagal akibat ulah Karin, hingga melihat mukanya saja diri ini begitu benci setengah mati.
"Bisa bicara sebentar, sini kamu!" suruhku dengan cara mencengkram lengannya, untuk kutarik menjauh dari keramaian jalan raya.
"Lepaskan aku, kak. Ada apa memangnya, hingga kamu menarikku kuat begini?" keluhnya tak suka.
"Aku ingin berbicara penting dengan kamu tentang masalah, Adrian! Mengerti," jawabku melototkan mata.
"Mau bicara langsung saja bicaranya, ngak usah memaksa menarik begitu," cakapnya yang kesal.
"Ciiieh, dasar. Kamu tahu apa kesalahan kamu? Hah!" bentakku marah.
Karin terlihat diam membisu dengan kepala mengeleng-geleng kuat, yang sepertinya memang tak tahu atas maksudku.
"Semua rahasia dan asal usulmu aku tahu semuanya sebab aku sudah menyelidikinya," cakapku menerangkan.
"Maksudnya?" tanyanya bingung.
"Panti asuhan itu tempat tinggalmu yang lama, benar 'kan?" jawabku santai.
"Aku tahu juga apa yang kamu alami sekarang. Jadi kuperingatkan, bahwa mulai hari ini kamu harus menjauhi Adrian segera, kalau kamu tak ingin hidupmu mati sia-sia ditanganku. Dan jangan pernah coba-coba lagi dekat dengan Adrian, paham?" ancamku supaya menakuti dia.
"Apa maksud kamu, kak? Dekat? Aku dekat dengan kak Adrian? Asal kamu tahu saja, aku dekat dengannya hanya sebatas sebagai keluarga saja, tak lebih dan tak kurang dari itu," jawabnya yang kini sudah berani menatap wajahku.
"Halaah, aku ngak percaya semua itu. Aku tahu sekali atas semua gelagat-gelagat kamu itu. Jangan munafik sekali mulut kamu, sebab aku lihat kamu sebenarnya juga ada hati dan mencintai Adrian, tapi dikarenakan kalian ada hubungan keluarga, kamu tidak bisa mendapatkan lebih hatinya. Tapi--? Bukankah kejadian kemarin malam waktu pesta ulang tahun Adrian, tak bakalan kamu akan menuntut untuk mendapatkan hati dan memiliki Adrian selamanya," ujarku menjelaskan.
"Apa maksud kamu? Malam pesta? Jangan mengada-ada ucapan kamu itu!" tutur kasar Karin yang kelihatan emosi.
"Aku tidak tuli dan buta waktu itu, sebab aku tahu semua kejadian waktu malam itu. Termasuk---? Ya, yang sudah menyentuh kulit kamu ini siapa," cakapku santai sambil mencolek halus perlahan-lahan lengan tangan Karin
"Apa? Jangan sentuh aku. Jadi kamu melihat semuanya malam itu?" tanya Karin kaget.
"Aku tak tahu kejadian yang sebenarnya, tapi dari gelagat kamu membanting pintu, aku tahu betul apa yang tengah Adrian lakukan pada kamu malam itu," jelasku.
"Asal kamu tahu saja, ya. Waktu malam itu kami tidak ngapa-ngapain dan tidak ada yang terjadi hal buruk diantara kami. Yang jelas aku membanting pintu sebab kesal karena melihat kak Adrian tengah berani mecoba minuman haram itu saja, paham!" balik jelasnya yang membuatku penasaran, dengan wajah terperangah menganga masih tak percaya atas penjelasan Karin .
"Ooh, benarkah itu? Tak terjadi apa-apa diantara kalian? Aku pikir kalian didalam kamar lama banget telah melakulan hal terlarang, tenyata aku salah menduga. Ckck ... heeh, baguslah kalau begitu. Berarti aku bisa sepuas hati mendapatkan Adrian tanpa ada halangan dari kamu," ujarku santai dan sekarang merasa senang.
"Ambil 'lah dia sepuas hatimu, lagian aku sudah jijik dan muak pada kakakku itu, paham! Sudah ... sudah, minggir sana. Aku mau lewat, dasar perempuan aneh, buang-buang waktuku saja," cakap Karin sewot yang kini berusaha pergi untuk kembali ke sepedanya lagi.
"Heeh, ok 'lah. Hati-hati diijalan, bye .. bye!" cakapku sok ramah.
Pikiran kini telah dilanda kebingungan, sebab sudah merasa aneh atas ucapan Karin barusan.
"Benarkah apa yang dikatakan Karin barusan? Bahwa Adrian tak menodainya? Tapi--? Kayaknya dari gelagat dia waktu malam itu dia benar-benar telah kehilangan mahkota, apa jangan-jangan dia tadi hanya berusaha menyembunyikan sesuatu saja? Tapi kenapa dan alasannya apa? Heeh, aku kok jadi binggung gini! Hmm, apakah reaksi pil itu kurang ampuh berfungsi, hingga apa yang Karin bilang tadi memang beneran? Aduuh, aku kok jadi pusing sendiri," rancau hati yang berusaha memecahkan perkataan Karin tadi.
"Tapi kok Adrian langsung saja bilang mau menikah padaku? Aneh benar? Apa yang sebenarnya terjadi ini? Jika Karin tak ternodai, kenapa reaksi Adrian ketika menemukanku dalam satu kamar dengannya kemarin begitu terkejut dan ketakutan? Hadeeh, teka-teki apalagi ini? Haah, sudahlah tentang masalah Karin ini, yang jelas sekarang aku bisa memiliki Adrian segera," imbuh ucapku dalam hati yang masa bodoh atas diri Karin.
Walau tak ingin memikirkan masalah tentang adek Adrian itu, entah mengapa hati terus saja bertanya-tanya tentang masalah itu, sebab ada sesuatu hal yang aneh saat Karin berusaha menutupi masalah ini.