NovelToon NovelToon
KEPALSUAN

KEPALSUAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Misteri / Action / Persahabatan / Romansa
Popularitas:217
Nilai: 5
Nama Author: yersya

ini adalah cerita tentang seorang anak laki-laki yang mencari jawaban atas keberadaannya sendiri

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3

Pukul enam pagi.

Setelah berjalan-jalan mengelilingi kota semalaman, aku tidak lagi bertemu dengan makhluk aneh seperti tadi malam.

Saat ia melarikan diri, aku sebenarnya bisa saja menangkapnya… tapi sepertinya percuma. Ia bukan manusia. Tak bisa bicara, tak punya rasa takut, dan meskipun dipukul berkali-kali, tubuhnya hanya terluka sedikit.

“Huff… haaahh…”

Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.

Udara pagi terasa dingin tapi ringan. Jalanan mulai ramai oleh pekerja yang menunggu bus dan pedagang yang menata lapak. Seolah dunia yang kulihat semalam hanya mimpi buruk yang terlalu nyata.

Aku menutup mata sejenak, pikiranku tenggelam ke dalam ingatan lama yang seharusnya sudah kulupakan.

“Apa mungkin… makhluk itu…”

Bisikanku terhenti di udara pagi yang dingin.

Aku menatap langit yang mulai memerah di timur, lalu menepis pikiran itu.

“Tidak mungkin,” gumamku datar. “Pulang saja.”

Pukul tujuh pagi.

Begitu sampai di rumah, aku langsung mandi, kemudian duduk di depan TV sambil sarapan seadanya — roti dan telur dadar.

Suara pembawa berita terdengar dari layar dengan nada serius.

“Berita pagi ini: kasus warga yang menghilang meningkat tajam dalam satu bulan terakhir. Mereka yang ditemukan, sebagian besar meninggal dengan kondisi yang… sungguh mengerikan.”

Aku berhenti mengunyah.

“Adapun mereka yang ditemukan hidup,” lanjut si pembawa berita, “mengalami trauma berat. Wajah mereka pucat, tubuh mereka gemetar tanpa henti. Mereka terus menggumamkan kata yang sama: hantu, zombie, atau monster.”

Aku menatap layar tanpa berkedip.

“Hantu, zombie, monster…” gumamku pelan.

Apa mungkin… mereka melihat hal yang sama denganku?

“Tidak hanya itu,” suara di TV berlanjut. “Beberapa saksi yang selamat juga menyebut adanya sosok-sosok misterius — seseorang yang bisa mengeluarkan petir, api, atau memanggil makhluk besar untuk melindungi mereka. Mereka menyebutnya… penyihir.”

Aku mengangkat alis.

“Penyihir? Ini bukan dunia fantasi…”

Aku mematikan TV. Suaranya mendadak lenyap, menyisakan keheningan yang menekan.

Sambil mencuci piring, aku menatap genangan air sabun yang berputar di dasar wastafel.

Hantu, zombie, monster, penyihir… semua terdengar seperti cerita yang dibuat untuk menakut-nakuti anak kecil.

Tapi aku melihatnya sendiri semalam — makhluk yang tak bisa dijelaskan dengan logika.

Apakah semua ini… nyata?

Aku menutup keran air.

“Mungkin aku perlu keluar lagi nanti malam,” gumamku sambil menatap bayangan wajahku di piring yang basah. “Hanya untuk memastikan.”

Pukul sembilan malam.

Langit tampak bersih tanpa awan. Bintang-bintang bertebaran, dan angin malam berhembus lebih lembut dari biasanya. Aku berjalan menyusuri jalan setapak menuju taman kota. Hari ini kuhabiskan dengan membaca di perpustakaan dan makan di warung kecil dekat sungai. Tapi bahkan setelah seharian berkeliaran, aku belum juga melihat makhluk aneh itu lagi.

“Apa mereka hanya muncul di malam tertentu?”

Aku menatap jam tangan. Pukul sembilan lewat sepuluh menit.

“Atau mungkin... aku cuma berhalusinasi?”

BAAMMM!!

Suara keras itu memecah keheningan malam.

Aku spontan menoleh ke arah suara.

“Hm? Suara apa itu?”

Lalu disusul dengan suara aneh —

Grrgghh… kiek… kreehhk…

Suara seperti daging diseret di tanah bercampur logam beradu.

Aku semakin penasaran. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari mengikuti arah suara itu.

Kakiku menembus semak-semak, dedaunan menampar wajahku, tanah lembab menempel di sepatu. Nafasku cepat dan pendek, tapi rasa penasaran mengalahkan rasa takut.

Langkahku berhenti di ujung jalan, tepat di pinggiran kota.

Tempat ini sunyi, hanya ada lahan kosong dan pepohonan rendah.

Aku berjongkok di balik semak-semak, menahan napas.

Dan disanalah aku melihatnya.

Di tengah tanah lapang, berdiri dua sosok raksasa yang bertarung.

Makhluk pertama — tubuhnya seperti gumpalan daging besar berwarna hijau tua, berlendir, berdenyut seperti jantung hidup. Di tengah tubuhnya hanya ada satu mata besar berwarna kuning, pupilnya vertikal seperti reptil.

Dari sisi tubuhnya menjulur dua tangan kecil yang terlalu pendek untuk proporsinya, sementara kedua kakinya tebal seperti batang pohon, menancap dalam ke tanah setiap kali bergerak.

Setiap langkahnya meninggalkan jejak berlendir yang berasap samar di tanah.

Makhluk kedua — seekor elang raksasa dengan bentang sayap hampir tiga meter.

Bulu-bulunya berwarna hitam keperakan, matanya menyala merah seperti bara.

Ketika mengepakkan sayap, angin berputar kencang, meniup dedaunan dan membuat tanah berdebu.

Keduanya saling menyerang dengan naluri buas.

Makhluk hijau itu melompat dengan kecepatan tak masuk akal, menghantam tanah dengan kaki besarnya hingga tanah retak. Lumpur dan batu beterbangan. Tapi elang itu berputar di udara, menukik dengan paruh tajamnya seperti tombak, sraaakkk! — membelah udara dan menggores daging makhluk hijau itu.

Cairan hijau pekat menyembur, menetes ke tanah dan menimbulkan bunyi sssshhhhh seperti cairan asam yang membakar.

Makhluk bermata satu itu mengaum —

GrrrraaAAAAHHH!!

Udara bergetar. Getarannya terasa sampai ke dadaku.

Ia mengangkat salah satu kakinya dan menghantam ke atas, mencoba menabrak elang yang berputar, tapi elang itu berkelit dan menyerang balik dengan cakar tajam, menyayat bagian sisi tubuh lawannya.

Darah hijau berceceran ke tanah. Pertarungan itu liar, mentah, dan nyata.

Cahaya lampu jalan dari kejauhan hanya cukup untuk menyoroti bayangan mereka — dua makhluk yang tidak seharusnya ada di dunia ini.

Aku menelan ludah.

“Ini… nyata.”

Lalu, sesuatu membuatku membeku.

Di tepi area pertempuran itu, berdiri seseorang.

Seorang gadis, seumuran denganku, dengan rambut hitam sebahu dan jaket putih panjang yang berkibar tertiup angin.

Ia berdiri diam, tanpa ketakutan sedikit pun, menatap pertarungan itu dengan tatapan datar — tenang, seolah semua ini bukan hal aneh baginya.

Aku menyipitkan mata.

“Itu…”

Cahaya samar menyingkap wajahnya.

Aku hampir tidak percaya.

“Itu kan… Adelia?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!