Sebuah kisah tentang seorang wanita bernama Rumondang yang memilih menganut ilmu hitam untuk membalas dendam dan memiliki kekayaan.
Berawal dari sebuah kekecewaan dan penderitaan yang begitu berat, membuat ia harus terjerumus dalam lembah hitam untuk bersekutu dengan sesuatu yang sangat mengerikan.
Ia menempuh jalan sesat dengan memilih memelihara sesosok makhluk mengerikan yang berasal dari daerah suku Batak, Sumatera Utara, yang disebut dengan Begu Ganjang. dimana sosok makhluk ini semakin akan memanjang keatas jika semakin dilihat dan siapa yang bertemu dengannya, maka kematian yang akan ia dapatkan...
Apakah Begu Ganjang? dan apakah Rumondang dapat mencapai tujuannya?
Begu Ganjang, suara yang memanggil dalam kegelapan. Membawa kematian yang sangat mengerikan, teror yang tidak berkesudahan.
Bagaimana kisah selanjutnya, ikuti novel ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga
Ture mengendarai motornya kembali ke rumah dengan rasa yang sangat sakit. Terlihat inangnya mencoba mengusap kening Tiur agar dapat bertaha. "Tiur, tenanglah, Inang tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu." ia mengecupi kening borunya dengan rasa cemas.
Suara motor yang dikendarai oleh Ture sudah tiba didepan rumah. "Inang, sudahlah, ayo kita ke rumah sakit, biar aku yang bonceng." gadis belia itu memasuki rumah dengan wajah yang kalut.
"Kemana bapakmu?"
"Sudahlah, Inang, tak bisa diharapkan tu Amang, kita ke klinik terdekat saja, aku takut terjadi sesuatu dengan si Tiur." Ture membantu sang inang mengangkat tubuh adil perempuannya ke atas jok motor dan mendudukkannya ditengah.
"Apakah Bapakmu tidak terbuka hatinya sedikitpun?" Rumondang masih mempertanyakan hal yang seharusnya ia sudah tahu jawabannya.
Ture tak ingin lagi menjawab pertanyaan inangnya karena hanya akan menambah sakit dihatinya.
Gadis belia dengan rambut lurus sebahu, hidung bangur dan kulitnya yang putih mengikuti gen ibunya itu membawa motor melintasi jalanan beraspal
Kehidupannya yang rumit dan pelik harus ia jalani dengan segala penderitaannya. Sebab dalam adat budaya yang mereka anut, tidak perceraian meski sehancur apapun kehidupan rumah tangga, kecuali kematian yang memisahkan.
Dengan perasaannya yang sakit, mereka membawa Tiur ke klinik terdekat. Ketika hampir sampai, motor yang mereka kendarai mengalami mati mesin karena terlalu lama tidak ganti oli hingga kerung kerontang.
"Alamak, Inang. Mati pula keretanya. Mungkin habis bensinnya (pertalite), apa juga olinya yang kering," Ture tampak bingung dengan kondisi saat ini. Sedangkan jarak ke klinik masih sekita lima ratus meter lagi.
Tiut yang terlihat semakin kejang, membuat Rumondang tak dapat berfikir. Ia membopong tubuh Tiur turun dari jok motor, lalu berjalan cepat untuk mencapai klinik.
Ture tak dapat mengatakan appaun, sebab ia juga bingung harus memgatakan apa.
Rumondang sudah terbiasa memanggul kol seberat lima puluh kilo, jika hanya mengangkat Tiur yang berbobot 30 kg saja, maka itu hal yang sangat mudah baginya.
Ture mencoba menghubungi Tulangnya (Pamannya), ia berharap dapat memecahkan masalah yang sedang dialaminya.
Ia mengambil ponselnya, lalu menggulir kontak dengan nama Tulang Lumban.
Ia menekan kontak tersebut, dan panggilan tersambung. "Aha do Bereku? (Ada apa keponakanku).
"Tulang, bere mau minta tolong. Keretaku mati, Inang bejalan ke klinik menggendong Tiur, bisa Tulang datang untuk memboncengkan inang?" ucap Ture dengan rasa penuh harap.
"Alamaaaak, Tulang sudah berangkat ke Riau bawa hasil panen opung Tarigan sore semalam, ini baru siap bongkar." terdengar suara pria yang mana suasananya sangat bising, sepertinya sedang berada disebuah pasar.
"Aduh, bingung aku, Tulang. Mau minta tolong kemana lagi aku," Ture terlihat sangat putus asa.
"Ito-mu si Togar kemana? Kenapa dia itu tak bisa diandalkan, sama saja seperti amangmu, menyusahkan. Kerja tak mau! Kalaupun jadi kernet sama Tulang, udah begaji dia," terdengar omelan dari pria diseberang sana yang merasa muak melihat kelakuan Ambolas yang tak lain adalah adik iparnya.
"Tak bisa diharapkan, Tulang. Pening kali kepalaku, mana keretaku mati, tak bawa uang pula ha!" keluhnya dengan perasaan perih.
"Yang tanasiblah hidupmu bere. Nanti Tulang kirim uang untuk buat bawa keretamu ke bengkel. Sudah dulu ya, Tulang masih ada kerjaan," ucapnya pada sang keponakan.
"Ya, Tulang." jawabnya dengan lemah.
Hitungan detik berikutnya, sebuah notifikasi masuk ke dalam dompet digitalnya dengan jumlah seratus ribu, dan Ture sedikit tersenyum, lalu mendorong motornya menuju bengkel terdekat.
Mentari yang mulai bersinar terik, membuat Ture sedikit tersengal dengan keringat yang bercucuran dikeningnya.
Terlihat sebuah bengkel milik seorang pemuda yang berusia dua puluh lima tahun sedang memperbaiki ban bocor milik salah satu pelanggan.
Melihat sang gadis mendorong motor ke bengkelnya dengan kesulitan, ia beranjak bangkit. "Aha do, Ito? (ada apa, Dik/bang--panggilan umum)"
"Gak tau aku, To. Mati tiba-tiba," Ture menjelaskan.
Pemuda bernama Agam itu membatu Ture untuk mendorong motornya kedalam bengkel. Kemudian ia memeriksanya. Ternyata bahan bakarnya habis, dan lebih parahnya lagi, olinya sudah kering kerontang.
Ia menggelengkan kepalanya. "Alamak, Ito, ini sudah parah kali ku tengok. Ini mau ganti piston," jelasnya.
Ture tercengang. Bahkan bisa dikatakan lemas. Mendengar hal itu, ia terdiam sejenak. "Mahal ya, Ito?" tanyanya dengan lirih.
"Lumayan mahal, dan tak bisa sehari dikerjakan, mungkin sekitar dua hari lagi, sebab abang mau belanja dulu bahannya," Agam menjelaskan.
Sontak saja hal itu membuat Ture semakin merasa lemah.
"Oh, aku tinggal dulu lah keretaku disini ya, To. Aku mau jumpai Inang dulu diklinik," ucapnya dengan nada bergetar, lebih tepatnya ingin menangis.
"Oh, iyalah. Tinggalkan saja nomormu, Ito. Nanti biar gampang aku menghubungi kalau sudah siap,"
Ture menganggukkan kepalanya. Lalu memberikan nomor ponselnya.
Setelah selesai memberikan nomor ponselnya, Ture berpamitan pada Agam, lalu berlari kecil menuju klinik, dan terlihat pemuda itu memandangi kepergian Ture dengan senyum yang sulit diartikan.
Ia selalu melihat gadis pulang dan pergi sekolah melintasi bengkelnya, namun tak memiliki keberanian untuk menyapa.
Disisi lain, Rumondang sudah berada diruang tunggu dan mengantri, masih ada satu orang lagi yang akan menjadi gilirannya.
Sedangkan Tiur terlihat sudah sangat kejang, kedua matanya menatap keatas dengan terbeliak.
"Oh, boruku, bertahanlah," ucapnya dengan rasa sedih.
Kini namanya dipanggil, dan Rumondang menggendong puterinya memasuki ruang pemeriksaan. Sedangkan Ture masih berlari untuk menemui inangnya.
Tiur dibaringkan diatas ranjang pasien, lalu dokter memeriksanya. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Saat ditanya apa keluhannya, Tiur sudah tak lagi dapat menjawab, sedangkan Rumondang juga bingung menjawab apa mula kejadiannya, sebab saat ia tinggalkan dikebun tidak ada masalah apapun.
"Sebaiknya kita rujuk kerumah sakit saja, Bu. Agar diketahui apa penyakitnya, sebab alat medis disini tidak ada, ini harus dialkukan scan." dokter perempuan itu mencoba memberikan surat rujukan.
"Bu, coba cari ambulance, agar Tiur dapat segera dibawa.
Seketika Rumondang terdiam. Ia bahkan lupa membawa dompetnya, dan disaat dalam kepanikan, tiba-tiba saja Tiur kembali mengejang hebat dengan mulut menganga, hal itu membuat wanita berusia empat puluh tahun itu semakin khawatir.
"Oh, Boruku, ada do." ucapnya sembari menangis.
Saat bersamaan, Ture masuk ke dalam ruang pemeriksaan, dan melihat adik perempuannya kritis, ia menghampirinya.
"Kita harus pesan ambulance, untuk membawa Tiur ke rumah sakit," ucap Rumondang dengan hati pilu.
"Kita pesan taksi online saja, Inang," sarannya.
"Tapi Inang tak membawa uang,"
"Ini ada Tulang kirim uang samaku tadi, biar ku pesan," gadis itu mengotak atik ponselnya, memesan taksi online sesuai rujukan klinik ke rumah sakit yang lengkap fasilitasnya
Namun saat melihat ongkos yang tertera, ia mendadak menciut. "Uangku tak cukup Inang," jawabnya lirih.
Rumondang menatap sang dokter. "Biaya pemeriksaan boruku tolong catat, nanti aku datang lagi kemari." ucapnya sembari mengangkat tubuh Tiur. Ia mengkin akan mengjentikan mobil truck untuk meminta tumpangan.
berarti JK Harta Kekayaannya ikutan Musnah ,, Rumondang kembali jd Kismin lagi donk yaa ,, kembali ke Kehidupan Awal lg 🤔🤔😱😱
semoga jg Perkampungan yg td nya Mati kembali Hidup lagi dg banyak nya Masyarakat yg kembali ke Kampung Halaman nya lagi 🤗🤗🤗
Semangat Datu Silaban ,,, Kamu psti bisa Mengembalikan Tondi nya Ture lg ke Jasad nya ,, Aku menaruh Harapan Besar pada Mu , Datu 🥳🥳😘😘
Agam nya Selamat dr si Begu nya ,,, tapi Ture nya malah sdh tak berdaya ,, mna sdh di Cekik nya ,,, apakah Ture selamat , kak ❓❓🤔🤔
knp pula tu Tas yg berisi ramuan nya mlh jatuh dn hilang entaah kmna 😤🥺🥺
sumpah Loch aku deg degan bgt bacanya 😱😱
Takut jg si Agam mati di tangan si Begu 🙈🙈🙈
pdhal mereka baru menyatakan perasaan nya masing-masing Loch ,,, masa mo berpisah alam 😔🥺
ahahayyy tp kek mana dgn wrg desa yaaa kira2 akan ngamuk g ya
ogn nyebur aja dehh 🤣🤣🤣
kekasih hati yg blm terungkap secara lisan 🤣🤣🤣
ayo ture pasti berhasil doa tulus seorang anak demi keselamatan ibunya pasti didengar Rumondang berhasil memutus perjanjian pas diujung ture tercekik