Pesugihan Begu Ganjang
"Togar, bangunlah! Sudah siang! Kau ini sangat pemalas sekali, pergi ke kebun dan jangan cuma tau minum tuak saja kau‐-ya!" hardik seorang wanita paruh baya kepada puteranya yang sudah berusia dua puluh tahun, tetapi masih pengangguran dan kerjanya hanya keluyuran tidak jelas.
Pemuda berambut ikal dengan kulitnya yang berwarna hitam dan dipenuhi dengan panu itu merasa kesal dengan hardikkan ibunya, dan ia menutup telinganya dengan menggunakan bantal agar tak mendengar ocehan sang Inang yang membuatnya sangat kesal pagi ini.
"Berisik sekali, Inang, ini. Tidak bisa tidur aku dibuatnya!" pemuda itu masih merasakan kantuk yang sangat luar biasa, dan ia tak suka jika ibunya terlalu berisik mengganggunya. Ia menarik selimut yang berbau apek dan dipenuhi lukisan berbagai pulau yang diciptakan oleh cat alami dari ilernya setiap malam.
Ia menutup tubuhnya dengan cepat hingga kebagian kepala dengan selimutnya yang tak kalah berbau apek.
Braaak
Pintu didobrak paksa. Terlihat seorang wanita yang bibirnya merah akibat air sirih yang bercampur gambir dan kapur meleleh keluar dari ujung bibirnya dan berdiri diambang pintu sembari berkacak pinggang. Tatapannya sangat dipenuhi dengan kekesalan.
"Ku suruh kau bangun, tapi malah tidur pula kau, bah!" wanita itu semakin emosi. Logat bahasanya sangat kasar, sehingga terkadang tidak dapat membedakan apakah mereka sedang marah atau bercanda.
Ia sudah tidak sabar lagi menghadapi prilaku puteranya yang tidak dapat diarahkan untuk kejalan yang benar.
Tatapannya sangat tajam dan ia sudah sangat lelah memberikan nasehat pada sang anak laki-lakinya agar tau diri dan tidak jadi beban keluarga, apalagi beban negara.
"Sudahlah, inang! Mengapa kau begitu cerewet sekali!" ia membalas dengan hardikan dan membuka selimutnya, lalu memasang wajah masam.
Seketika wanita itu meraih gelas yang ada dekatnya, tepatnya diletakkan diberoti kayu yang melintang sebagai penyanggah dinding kamar yang terbuat dari triplek untuk sebagai penyekat ruangan.
Dengan wajah geram, wanita itu melemparkan benda yang terbuat dari kaca ke arah pemuda yang tak lain adalah puteranya sendiri.
Praaaaank
Gelas itu menghantam dinding karena Togar berusaha mengelak dan serpihannya berhamburan dilantai.
Togar semakin geram. Ia melemparkan selimutnya. Lalu mengacak rambutnya dengan kasar dan beranjak bangkit dari ranjangnya dengan kasur yang melepek.
"Aku muak tinggal bersamamu, Inang! Aku lebih baik pergi dari rumah ini!" ia menjawab dengan kasar, lalu menghantam tembok rumah yang terbuat dari dinding kayu.
Braaaak
Suara hantamannya begitu sangat kuat, dan ia pergi keluar dari kamar dengan kondisi sangat marah dan tak lupa ia meninju pintu, saat sebelum benar-benar keluar dari kamar.
Bahkan tak lupa ia menepis tubuh Inangnya dengan sangat kasar.
Wanita itu tercengang dan tersentak kaget. Ia melihat puteranya begitu sangat berani melawannya. "Dasar kau, ya! Makan apa kau sampai jadi pelawan, hah!"
"Makan babi!" jawabnya dengan cepat dan juga kasar. Tidak ada sedikitpun ia memperlihatkan akhlak yang baik pada wanita yang telah melahirkannya.
Togar menyambar kunci yang ia gantung disebuah paku, lalu menghampiri motor matic yang masih baru dan bagus, lalu membawanya keluar rumah.
"Hei, itu kereta (Sebutan motor untuk warga Sumut) siapa yang kau bawa!" tanya wanita itu dengan kesal. Sebab ia tahu jika anaknya tak mungkin sanggup membeli motor baru.
Sekedar membeli rokok saja masih meminta padanya, apalagi motor yang berharga mahal.
"Malam tadi aku begal orang, ku buat mati orangnya!" sahut Togar tanpa merasa beban, bahkan pengakuannya terlalu dianggap enteng dan merasa paling jagoan.
Kemudian ia mengendarai motornya dengan suara geberan knalpot yang sangat bising dan tentunya dengan sengaja dibuatnya, lalu meninggalkan rumah tersebut dalam kondisi marah.
Sontak saja wanita bernama Rumondang itu tersentak mendengar jawaban si anak yang masih dalam kondisi setengah sadar karena pengaruh tuaknya belum sepenuhnya hilang.
"Dasar anak tak berguna! Pergi saja sana, lagian anakku banyak, bukan kau saja! kenapa tak mati saja sekalian, menyusahkan!" makian dan juga sumpah serapah keluar dari mulut Rumondang dengan penuh amarah, lalu ia memintal tembakau yang terselip disudut gusinya yang mana biasa disebut suntil.
Setelah meluapkan amarahnya, wanita itu berjalan menuju belakang, dan menghampiri kandang babi, lalu memberinya makan dengan menggunakan nasi basi yang ia dapatkan dari memungutnya dirumah makan dan warung nasi yang dibuang ditong sampah.
Kehidupannya ditopang dari memelihara babi dan juga berkebun. Sedangkan suaminya si Ambolas hanya nongkrong diwarung dan tidak mau bekerja, bahkan membantu mengurus rumah dan anak saja tidak mau.
Rumondang harus berjibaku dengan semua pekerjaannya yang cukup melelahkan.
Sore harinya setelah pulang dari berkebun, ia harus mengayuh sepedanya untuk menuju bank sampah untuk mengutip makanan sisa yang dibuang oleh warga ataupun pemilik rumah makan dan sebagainya.
Terkadang ia harus berebut dengan peternak babi lainnya, dan jika terlambat, maka tak akan ada yang didapatnya untuk dibawa pulang, dan ia harus terpaksa mencari kangkung yang tumbuh diparit-parit irigasi.
Kehidupannya yang sangat miris, harus ditambah lagi dengan perlakuan Ambolas yang sangat pemalas. Bahkan ia mendengar kabar jika pria itu bermain gila dengan janda beranak satu yang tak jauh dari warung tempatnya nongkrong.
Bahkan janda bernama Dorma yang merupakan pelayan yang ada diwarung tersebut berpenampilan sangat mencolok, sehingga membuat para pria pemalas seperti Ambolas sangat betah berlama disana.
Ia selalu pulang malam. Hidupnya dihabiskan untuk meminum tuak dan bergitar sembari bernyanyi seolah tanpa beban masalah, sebab ia adalah beban yang sesungguhnya.
****
Rumondang berjalan menyusuri jalanan tanpa alas kaki. Ia menuju kebun peninggalan orangtuanya. Ia akan memetik cabai untuk ia jual ke tengkulak, kebetulan sekali harganya sangat mahal, sebab mendekati tahun baru.
Saat melintasi warung tempat dimana suaminya biasa nongkrong, ia melirik Ambolas yang tampak menggoda si Dorma yang selalu menggunakan celana pendek dan tanktop yang menjadi daya tariknya untuk berdagang.
Ditambah lagi wajahnya yang menggunakan skincare abal-abal, sehingga membuat wajahnya tampak merah akibat terkelupas karena pengaruh zat mercury yang cukup tinggi.
Jujur saja hatinya sangat panas, namun mencoba menyembunyikan perasaannya yang sakit, ditambah lagi Ambolas sudah sangat lama tidak menyentuhnya. Mungkin pria pemalas itu sudah tidak lagi tertarik padanya, disebabkan ia yang tak sempat lagi berdandan karena sibuk dengan pekerjaannya untuk mencukupi kebutuhan hidup yang sangat besar.
Dua anaknya sedang berkuliah dikota, dan dua lagi sedang berada di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama, tentu memerlukan biaya yang tak sedikit..
Sedang kan Togar yang merupakan anak laki-laki satu-satnya tak mau membantunya bekerja, ia bahkan mewarisi sikap ayahnya yang sangat pemalas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Yuli a
banyak wanita bernasib seperti ramondang ini... kerja keras banting tulang sendirian, sedangkan suaminya pada nyantai...😭
2025-07-12
5
Reni
wowwwww ada yg baru🤩🤩🤩🤩
diawal udah dibikin muak sama modelan laki parasit 😬😬😬 bener2 ya buah jatuh tak jauh dari pohonnya bapak dan anak sama2 pemalas 😏😩
gelinya aku sama deskripsi anak lelaki romondang hhhhh hitam , rambut keriting , penuh panu lha Yo lek totol2 ini zebra versi macan tutul 😅🤣😂
2025-07-12
1
❤️⃟Wᵃf༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈🍒⃞⃟🦅
haii kk siti netas juga akhirnya ini
slmt ya kk siti
2025-07-12
4