Kehidupan Elena awalnya baik-baik saja, tapi semuanya berubah saat dia melihat adiknya--Sophia berselingkuh dengan kekasihnya.
Tak hanya itu, Sophia juga memfitnahnya dengan tuduhan pembunuhan terhadap Kakek mereka. Hal itu membuat Elena harus mendekam di dalam penjara selama 5 tahun. Dia kehilangan semuanya dalam sekejap mata.
Elena akhirnya menyadari bahwa Sophia telah merencanakan semuanya sedari awal. Sang adik menggunakan kepribadian yang manis untuk menjebaknya dan mengambil alih harta keluarga mereka.
Setelah keluar dari penjara, dia bertemu dengan seorang pria yang membawa perubahan besar dalam hidupnya. Apakah Elena bisa memulihkan namanya dan membalaskan dendamnya pada sang adik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHIBEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 - Awal kehidupan setelah bebas
Hari kebebasan
Elena menarik napas dalam-dalam, seolah mencoba menyerap kenyataan bahwa akhirnya dia bebas. Matahari terasa terlalu terang setelah bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang tembok penjara.
Di dekat gerbang, seorang petugas lapas menyerahkan sebuah kantong plastik berisi barang-barang miliknya sebelum ditahan—sebuah ponsel rusak, dompet kosong, dan selembar foto yang sudutnya sudah melengkung. Fotonya bersama sang Kakek tercinta.
"456, sekarang kamu sudah bebas. Berperilaku lah yang baik dan jalani hidupmu yang baru, mengerti?" ucap sang petugas.
Elena menatap petugas tersebut, "Ya," balasnya di iringi senyum kecil.
"Di mana keluargamu? Apakah akan ada yang datang untuk menjemputmu?" tanya petugas.
Elena menggelengkan kepalanya, apakah aku masih memiliki keluarga di dunia ini? Ayahku bahkan tidak pernah mengunjungiku selama 5 tahun. Alex? Dia bukan siapa-siapa lagi di hidupku. Sophia? Dia musuhku sekarang, batinnya.
"Berjalan kaki tidak akan memakan banyak waktu. Saya pergi dulu."
"Baiklah," balas petugas dan menutup kembali gerbang tinggi tersebut.
Sebuah mobil mewah dengan plat nomor khusus berhenti di depan gerbang, Elena segera berlari dan bersembunyi di balik pohon besar di samping lapas.
Mata Elena memicing, memperjelas penglihatannya akan mobil tersebut. "Mobil keluarga Atmadewa?" gumamnya.
"Mereka tidak pernah muncul selama 5 tahun, dan saat aku sudah bebas mereka baru saja muncul?" lanjutnya.
Sopir mobil tersebut keluar dan membuka pintu penumpang. Seorang pria paruh baya keluar dari dalam mobil, "Ayah?" kata Elena.
Adipati Atmadewa, dia adalah ayah dari Elena dan juga Sophia.
"Ayah, kamu tidak pernah datang menemuiku. Kamu juga tidak mau mendengarkan penjelasanku saat itu, sekarang apa yang kamu lakukan di sini?" Elena masih bersembunyi dan mengintip.
"Apa yang kau lakukan di dalam? Turunlah!" perintah paruh baya itu kepada seseorang yang masih berada di dalam mobil.
Seorang wanita muda dengan dress selutut keluar dari dalam mobil, dia adalah Sophia. Elena reflek mengepalkan kedua tangannya saat melihat wanita itu setelah kejadian 5 tahun lalu.
"Maaf Ayah, tadi ada kabar dari perusahaan. Maaf membuatmu menunggu, apakah sudah ada kabar dari Kakak?" ucap Sophia dengan merangkul lengan sang Ayah.
Adipati tersenyum dan mengelus lengan Sophia. "Ayah sudah bilang tidak perlu datang, jadinya kamu harus buru-buru dengan pekerjaanmu. Kamu sudah sangat sibuk, dan kamu masih punya waktu untuk mengkhawatirkan orang lain?"
"Bagaimana pun juga dia adalah saudaraku, dia bukan orang lain. Kak Elena pasti sangat menderita selama 5 tahun di dalam penjara, dan dia pasti sangat ingin bertemu denganmu setelah dibebaskan," balas Sophia dengan raut sedih.
Cih!
"Saat dia membunuh ayahku bahkan dia tidak merasa bersalah sedikitpun. Dia juga hampir membunuhmu, apakah kamu lupa?"
"Jika bukan karena dirimu yang memohon padaku, aku tidak akan pernah melangkahkan kakiku ke sini. Anak durhaka itu bukan lagi anakku!"
Sophia menatap ayahnya dengan sendu, "Jangan, jangan bilang begitu. Meskipun ada sedikit kesalahpahaman diantara kami, aku selalu menyesalinya. Jika saja aku menjelaskan kepadanya saat itu, mungkin dia tidak akan masuk penjara, Kakek juga tidak akan meninggal."
Wanita itu memang sangat pandai merangkai kata-kata manis!
Elena mendengar semuanya dengan jelas, kepalan di tangannya semakin menguat. "Perkataan itu terdengar seperti sedang membelaku, tetapi sebenarnya dia ingin Ayah selalu mengingat apa yang sudah terjadi dalam setiap kalimatnya," gumamnya.
"Dia berkata aku iri dan membencinya, dan aku juga membunuh Kakekku? Sungguh akting yang buruk," lanjutnya.
"CUKUP!
Adipati membentak Sophia, "Aku tidak ingin mendengar apapun lagi tentang anak durhaka itu! Kamu jangan dekat-dekat dengannya!
"Aku mengerti Ayah," balas Sophia dengan mata yang memerah. "Ini salahku karena membuatmu marah."
"Sudahlah! Kita kembali saja, tidak ada gunanya menemuinya. Buang-buang waktu saja," tukas Adipati.
"Tapi---"
"Tidak ada tapi-tapian, Sophia. Kamu kembali ke kantor dan urus perusahaan," sela sang Ayah dengan tatapan yang membuat Sophia menciut.
Pada akhirnya, kedua orang yang memiliki hubungan "keluarga" dengan Elena itu pergi begitu saja.
"Datang atau tidaknya kalian, tidak berarti apa-apa lagi untukku," ucap Elena dengan tangan yang mengepal kuat, tatapan matanya mengarah ke arah mobil yang semakin menjauh.
...****************...
Elena berjalan menyusuri jalanan dan sesekali beristirahat. Ponselnya rusak, begitupun dengan dompetnya yang kosong melompong. Matahari sudah terbenam satu jam yang lalu, dan perutnya belum terisi sejak dia meninggalkan lapas.
Entah kenapa sejak tadi dia merasa jika ada seseorang yang mengikutinya. Sebisa mungkin dia berjalan dan beristirahat di tempat ramai, setiap kali menoleh tidak ada siapapun yang terlihat mencurigakan.
Tidak, dia tidak bisa terus seperti ini, dia butuh tempat untuk beristirahat dan juga pekerjaan. Sambil berjalan menyusuri trotoar, dia terus berpikir.
"Sial! Pasti orang suruhan Sophia," umpatnya pelan. Memangnya siapa lagi yang memiliki niat jahat kepadanya? Apalagi sekarang dia sudah bebas.
Langkahnya semakin cepat, hingga tanpa sadar dia sampai di depan sebuah club malam yang kebetulan tidak ada penjaganya. Tanpa pikir panjang Elena masuk ke dalam.
Samar-samar, aroma dari alkohol serta asap rokok menyambut kedatangannya. Masih sangat awal bagi pecinta dunia malam, tapi sudah ada beberapa pelanggan yang datang.
Lampu-lampu neon berwarna ungu, biru, dan merah muda sudah mulai menyala, menciptakan kilauan redup yang menari-nari di dinding dan lantai.
Elena menatap sekitar, mencari tempat untuk bersembunyi. Sudah pasti orang yang mengikutinya melihatnya masuk ke dalam.
Kakinya langsung melangkah cepat menuju tangga untuk menuju lantai 2. Seorang barista yang sedang membawa nampan sempat menoleh, keningnya berkerut. Siapa yang datang ke klub malam dengan celana jeans dan kemeja longgar? Begitulah isi pikirannya.
Tapi Elena tak peduli.
Begitu sampai di lantai dua, ia segera menyusuri lorong gelap yang remang. Musik dari bawah terasa seperti gema jauh, tertahan oleh tembok dan pintu-pintu tertutup.
Suara langkah berat dari bawah membuatnya panik, mereka benar-benar mengejarnya.
Di tengah kepanikannya, dia melihat satu pintu kecil bertuliskan “Staff Only”. Tanpa ragu, ia mendorongnya dan masuk ke dalam.
Ruangan itu gelap, sempit dan bau alkohol yang memenuhi udara. Rak-rak berisi minuman dan kardus kosong mengisi sudut-sudutnya. Ia berjongkok di belakang salah satu rak, menahan napas.
Pintu terbuka perlahan, cahaya dari lorong menyelinap masuk. Langkah kaki itu berhenti di ambang pintu.
“Keluarlah, kami tahu kau ada di sini. Jangan bodoh, ini hanya akan lebih buruk kalau kau terus lari.”
Elena memejamkan kedua matanya, "Jangan bergerak, jangan bersuara," ucapnya di dalam hati.
“Cek ruangan lain,” terdengar suara kedua, lebih kasar dan tak sabaran. “Cari sampai ketemu, jangan sampai bos marah pada kita."
Kedua pria itu menjauh, mencari Elena ke ruangan lain tanpa menutup pintu. Saat itulah Elena baru berani bernapas.
Tapi saat ia bangkit perlahan, seseorang berdiri di ambang pintu, tinggi dan tegap, serta mengenakan kemeja dan jas hitam. Tapi bukan salah satu pengejarnya.
“Heboh sekali untuk seorang tamu ilegal,” ucapnya pelan dan tenang, tatapan matanya setajam elang.
Elena terperanjat, mundur setengah langkah. “Kau siapa?”
“Pemilik tempat ini,” jawabnya sambil menyilangkan tangan. “Dan kau baru saja membuat malamku jadi sangat… menarik.”
“Aku tidak sedang mencari masalah,” sahut Elena cepat. “Aku hanya butuh tempat bersembunyi, sebentar saja.”
Pria itu diam sejenak, “Kau sedang diburu. Aku tidak suka masalah masuk ke clubku tanpa izin.”
Elena menggenggam ujung kemejanya. “Kalau kau mau aku pergi, aku akan keluar sekarang.”
“Salah,” katanya, matanya kembali padanya. “Kalau kau keluar sekarang, kau akan mati. Dan tubuhmu akan ditemukan di gang belakang."
Elena membeku, pria itu melangkah pelan ke arahnya.
“Aku bisa membantumu,” lanjutnya, nada suaranya tetap tenang tapi tegas. “Tapi kau harus ikut aku.”
“Kenapa?” gumam Elena curiga.
“Karena aku lebih suka menyelamatkanmu malam ini, sebelum aku memutuskan apakah kau layak dibuang besok pagi.”
Bersambung
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa like dan subscribe 🤗