Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.
Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.
Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3 Until When?
Vanya menatap hidangan sarapan pagi dengan tatapan ngiler. Ia mengambil makanan yang ada di hadapannya. Denis yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Lapar banget kayaknya,"
"Iya Pa, hehehe," Vanya menyengir lebar.
"Selamat pagi semuanya!"
Vanya hafal betul siapa suara itu. Telinganya masih berfungsi dengan baik, tak mungkin ia salah dengar. Ia berbalik dan langsung tersedak saat melihat orang yang sedang menampilkan senyum lebarnya.
"Uhuk,"
Denis langsung memberikan minum pada putrinya. Setelah di rasa sudah baik-baik saja, Vanya kembali menatap orang yang sudah menarik kursi di dekatnya.
"Lo ngapain pagi-pagi di rumah gue?"
"Gue nginap tadi malam Bdw,"
"What!" Pekiknya karena begitu kaget dengan apa yang di katakan Devan.
"Lo ngapain nginap di rumah gue?" Tanya Vanya lagi dengan mata memicing tajam.
"Emang gak boleh? Orang om Denis ngizinin gue kok," Balas Devan dengan entengnya tapi Vanya masih belum puas dengan jawaban Devan.
"Jawab yang benar, lo ngapain nginap di rumah gue?" Gemasnya.
"Kok lo kaget kalau gue nginap di rumah lo, orang gue sudah beberapa kali juga nginap di sini,"
"Tap---"
"Vanya,"Tegur Vanesa memberi tatapan untuk diam.
Vanya memanyunkan bibirnya sedangkan Devan tertawa pelan meledak Vanya.
Denis yang melihat itu ikut tertawa dan memaklumi pertengkaran mereka berdua. Vanya dan Devan tak akan bisa tidak bertengkar tanpa satu hari saja.
"Tadi malam gue masuk ke kamar lo, dan lo harus tahu," Devan menyeringai di dekat telinga Vanya.
"Lo tidur mirip monyet minta di cium dan gue punya fotonya,"
"Devan!"
•••
Vanya menunggu Chat dari Gavi, laki-kaki yang ia temui di bandara kemarin. Pagi tadi setelah Vanya bangun, ia dan Gavi masih sempat bertukar kabar. Bahkan ia dan Gavi berencana bertemu hari ini. Tapi setelah Vanya selesai mengisi baterai hpnya, Gavi sudah tidak membalas pesannya.
"Dia online kok tapi kenapa gak balas Chat gue?" Herannya
"Kenapa?" Tanya Devan penasaran.
"Ini loh Dev cowok yang bantuin gue kemarin. Gua sempat chatan sama dia kemarin sampai pagi tadi, tapi sekarang kok pesan gue gak di balas,"
Devan menyeringai mendengar perkataan Vanya. Gavi tak membalas pesan Vanya lagi karena itu ulah Devan.
Kemarin Devan sudah menyuruh Miko dan Noah untuk membantunya seperti biasanya. Menjauhkan laki-laki yang mencoba ingin mendekati Vanya. Dan Gavi termasuk ke dalam itu.
"Mungkin sama ceweknya kali,"
"Sembarangan aja lo. Orang dia sendiri yang ngomong sama gue kalau dia gak punya pacar," Sewotnya.
"Mungkin dia gak mau jujur. Lagian lo ngapain mau dekat sama dia?"
Vanya menarik nafas pelan. Setelah sembuh dari rasa traumanya, Vanya menginginkan punya pacar. Vanya iri dengan perempuan lain yang bisa menikmati masa mudanya. Mereka bisa jalan dengan pacarnya, makan berdua, dan saling bertukar cerita, Vanya memimpikan itu semua. Tapi selama dua tahun ini tak ada satupun yang berhasil mendekatinya. Jikapun ada pasti tak akan sampai selama seminggu.
"Gue tuh pengen punya pacar kayak cewek-cewek lain," Akunya membuat Devan mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Gue pengen rasain itu. Jalan sama dia, bisa makan berdua, dan saling bertukar cerita. Tapi kenapa ya gak ada satupun yang berhasil dekatin gue. Gue gak cantik? Atau memang gak ada yang suka sama gue?"
Vanya berfikir keras. Selama ia berusaha mencari pacar Vanya merasa laki-laki yang mendekatinya baik-baik saja awalnya tapi tiba-tiba mereka hilang begitu saja setelah berkenalan dengannya.
"Menurut lo gimana Dev?"
"Menurut gue lo gak cantik," Ucap Devan membuat Vanya melototkan matanya.
"Apa lo bilang?"Vanya menatap Devan dengan tatapan horor.
"Santai dong, gak usah marah gitu, orang gue ngomongnya fakta kok."
"Fakta apa? Orang mama sama papa gue bilang gue cantik.!"
"Ya itu sih menurut mereka. Tapi menurut gue dan laki-laki di luar sana itu lo itu gak cantik. Apa ya....." Devan mengetuk-ngetuk telunjuknya pada dagunya seperti orang yang sedang berfikir.
"Lo tepos dan dada lo....."
Vanya langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Devan yang melihat itu rasanya ingin tertawa sekeras mungkin. Dirinya hanya bercanda saja dan tentu saja Vanya sangat cantik. Hanya saja yang membuat cowok tak ada yang mendekatinya itu karena Devan sendiri.
"Kalau gitu gue akan berusaha gak tepos lagi dan juga gue akan berusaha membuat dada gue tidak seperti ini lagi kalau itu yang di inginkan semua cowok."
Vanya mengatakan itu semua dengan sangat jelas di telinga Devan membuat cowok itu langsung berdiri dari duduknya.
Devan mendorong Vanya bersandar pada sandaran sofa dan mengukung gadis itu. Vanya yang mendapatkan serangan tiba-tiba dari Devan hanya diam membeku.
"Kalau lo lakuin itu, jangan harap lo bisa keluar dari sini. Atau perlu wajah lo gue cabik-cabik supaya gak ada yang suka sama lo."
•••
Miko dan Noah bertamu ke Apartemen Devan. Kedua laki-laki itu sudah tiba dari bandung lebih dulu daripada Devan.
Noah dan Miko memutuskan untuk kuliah di universitas yang sama dengan Devan karena mereka berdua merasa hampa jika tak ada Devan di antara mereka berdua.
"Gimana sama cowok yang bernama Gavi?"
"Semuanya sudah beres, dia gak akan dekatin Vanya lagi,"Ucap Miko.
"Kalian apain dia?"
"Kita sedikit memberi pelajaran sama dia. Biasalah, tangan gue gatal pengen mukul orang. Sudah lama juga gak mukulin orang, jadi ya...kita berdua kebablasan,"
"Maksudnya?" Tanya Devan penasaran.
"Gigi dia copot," Celetuk Noah membuat Devan maupun Miko tertawa keras.
"Terus-terus dia ngomong apa pas lihat giginya copot?"
"Dia cuma pegang kedua giginya yang copot, terus dia nangis," Noah tertawa terpingkal-pingkal setelah mengatakan itu. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana wajah Gavi saat giginya copot.
Devan memberikan uang pada kedua sahabatnya itu. Beginilah biasanya, Devan akan memberikan uang pada sahabatnya ketika pekerjaan mereka selesai untuk memberi peringatan pada orang yang berusaha mendekati Vanya.
Demi Vanya, Devan yang pelitnya minta ampun rela mengeluarkan uang untuk gadis itu.
"Dev," Panggil Noah.
"Ya?"
"Lo gak capek apa gini terus?"
Raut wajah Devan langsung berubah drastis. Sahabatnya itu selalu menanyakan hal yang sama. Ia tak tahu harus bagaimana. Yang ada di fikirannya hanya cara membahagiakan Vanya.
"Cepak sih iya, tapi mau bagaimana lagi,"
"Sampai kapan? Lo gak mau jujur apa sama Vanya kalau selama ini lo cinta sama dia?"
"Gue pengen banget jujur sama dia. Tapi kalian berdua tahu kan ketakutan gue?"
Noah berdecih. Ia benci dengan sikap sahabatnya yang tak punya keberanian mengungkapkan perasaanya pada Vanya. Dan Noah tak suka dengan sikap Vanya yang tak mengerti apapun apa yang tujukan Devan.
"Gue ambil pengalaman dari kisah sebelumnya, Alka dan Vanya. Mereka sahabat tapi ketika mereka menjalin hubungan serius, hubungan mereka jadi berantakan. Dan kejadian itu bukan hanya Vanya yang mengalaminya, tapi Adela dan Fikar juga mengalaminya,"
"Gue lebih enak dengan hubungan seperti ini walaupun gue gak tahu sampai kapan ini akan berlangsung,"
Terkadang Devan berfikir apakah dirinya salah mengambil langkah atau tidak. Dirinya takut jika hubungan status sahabat mereka yang berubah itu pada akhirnya akan mengakibatkan permasalahan. Ia tak mau lagi jauh dengan Vanya, cukup dulu.
"Kalau lo gak mau Vanya tahu sama perasaan lo, mending lo buang jauh-jauh perasaan lo untuk Vanya. Gak ada gunanya juga lo nyimpan perasaan lo kalau ujung-ujungnya lo gak mau Vanya tahu semua ini, sia-sia tahu gak," Cetus Noah sudah tidak tahan dengan sikap sahabatnya.
"Gak bisa Noah, gue pernah mencoba melupakan Vanya tapi hasilnya gak bisa. Gue sayang banget sama dia dan kalian tahu sendiri gimana perjuangan gue buat perempuan itu,"
Devan meremas rambutnya frustasi. Ia ingin sekali Vanya tahu semuanya kalau ia menyayangi perempuan itu, tapi dia takut, takut kalau pada akhirnya Vanya masih belum melupakan Alka.
"Kita tahu Dev, kita tahu semuanya. Dari lo berjuang cari pendonor darah buat Vanya sampai ketika Vanya di nyatakan mengalami keretakan di kepalanya. Kita semua tahu Dev kisah lo. Tapi pertanyaan gue, sampai kapan lo ngukung Vanya secara diam-diam seperti ini? Vanya juga butuh pendamping suatu saat nanti."
Devan berfikir keras, ia melupakan satu fakta ini. Benar yang di katakan noah. Sampai kapan dirinya akan mengukung Vanya. Perempuan itu tadi mengatakan ingin merasakan pacaran tapi Devan tak mau kalau Vanya sampai berpacaran. Devan tak rela kalau Vanya berpaling darinya.
"Dengan tanpa ikatan apapun Vanya tetap milik gue."